Liputan6.com, Kuala Lumpur - Pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia melarikan diri setelah 12 tahun tak digaji. Wanita bernama Sri Bawon itu akhirnya melarikan diri dan diselamatkan KBRI Kuala Lumpur.
Selama bekerja di Malaysia sebagai TKW, Sri Bawon hanya pernah mendapatkan 300 ringgit, setelah itu tak dapat uang lagi. Alasannya tak digaji pun bikin tepuk jidat: "Majikannya takut uang gaji Sri hilang."
Advertisement
Baca Juga
Tak hanya itu, wanita asal Malang itu bahkan disuruh membayar 500 ringgit oleh anak majikannya karena berani kabur. "Ini di luar nalar manusia beradab," tegas Dubes RI di Kuala Lumpur Hermono dalam keterangan resmi, Jumat (29/10/2021).
Sri Bawon yang kini berusia 43 tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Pihak KBRI berkata majikannya bukan orang sembarangan, melainkan penyandang gelar terhormat, tetapi kedutaan enggan mengungkap identitasnya.
"SB melarikan diri ... karena haknya sebagai PRT tidak dipenuhi oleh majikan selama bertahun-tahun," ucap Hermono.
Hermono menyampaikan bahwa dalam kurun waktu satu tahun sejak menjabat sebagai dubes di Kuala Lumpur, ia sering menjumpai kasus pelanggaran terhadap hak-hak PMI, khususnya terhadap PRT.
Selain kasus gaji tidak dibayar bertahun-tahun, larangan berkomunikasi dan kekerasan fisik adalah kasus yang paling banyak dialami oleh PMI di sektor rumah tangga. Selama 2021 saja, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan gaji PMI sejumlah 1,3 juta ringgit dan Rp 64.000.000 atau sekitar Rp 4,75 miliar.
Pengiriman Tenaga Kerja Harus Dikaji Ulang
Dubes Hermono berkata siap untuk mengambil langkah tegas apabila perlindungan TKI masih tidak terjamin di Malaysia. Izin pengiriman tenaga kerja pun terancam dikaji ulang.
“Kita meminta adanya jaminan perlindungan dan mekanisme penyelesaian kasus yang efektif terhadap pelanggaran seperti ini. Tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai, pengiriman PMI sektor domestik ke Malaysia, saya kira perlu dikaji ulang”, ujar Hermono.
Terkait kasus Sri Bawon, piha KBRI Kuala Lumpur telah mencoba melakukan mediasi dengan majikan, namun pihak majikan tidak kooperatif. Pihak majikan meminta kasus ini diselesaikan melalui pejabat tenaga kerja. KBRI menolak opsi ini karena akan merugikan SB.
Sesuai UU Kadaluarsa Malaysia (Akta Had Masa 1953), pembayaran tuntutan ganti rugi tidak boleh melebihi masa 6 tahun. Artinya kalau diselesaikan melalui Dinas Ketenagakerjaan Malaysia, SB hanya akan mendapatkan hak gajinya maksimal 6 tahun masa kerja, sementara sisanya tidak dapat dibayarkan. KBRI memilih penyelesaian melalui Peradilan Perdata dan telah menyewa pengacara untuk memperjuangkan hak-hak SB.
Advertisement