Liputan6.com, Yangon - Seorang jurnalis Amerika Serikat yang ditahan selama berbulan-bulan oleh junta Myanmar telah ditolak jaminannya dan dikenai tuntutan pidana ketiga, kata pengacaranya kepada AFP pada Kamis.
Danny Fenster, redaktur pelaksana Frontier Myanmar, ditahan pada Mei saat dia berusaha meninggalkan negara itu.
Saat ini dia diadili karena diduga mendorong perbedaan pendapat terhadap militer dan asosiasi yang melanggar hukum, dan menghadapi enam tahun penjara jika terbukti bersalah atas kedua tuduhan tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Pada sidang terakhirnya di dalam penjara Insein Yangon pada Rabu, dia diberitahu bahwa tuduhan lain ditambahkan karena diduga melanggar undang-undang imigrasi, kata pengacaranya Than Zaw Aung.
Tuduhan itu membawa maksimal lima tahun penjara dan persidangan diperkirakan akan dimulai pada Jumat mendatang, seperti dilansir dari Malay Mail, Kamis (4/11/2021).
"Kami tidak tahu persis alasan penambahan biaya imigrasi," katanya seraya menambahkan visa Danny masih berlaku saat ditahan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Danny Dibantu Oleh Mantan Diplomat AS
Tuduhan baru itu muncul sehari setelah mantan diplomat AS dan negosiator sandera Bill Richardson bertemu dengan kepala junta Min Aung Hlaing di ibu kota Naypyidaw, memberikan publisitas langka kepada junta yang semakin terisolasi itu.
Richardson berada di negara itu dalam misi kemanusiaan pribadi, kata organisasinya dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan perjalanan itu yang tidak menyebutkan apakah dia akan mengupayakan pembebasan Danny.
Mantan gubernur New Mexico itu telah merundingkan pembebasan sandera dan prajurit Amerika di Korea Utara, Kuba, Irak dan Sudan, menurut situs web pusatnya.
Danny yang berusia 37 tahun berada dalam keadaan sehat secara fisik, tetapi dia kesal karena biaya yang meningkat, kata Than Zaw Aung.
Dia diyakini telah tertular COVID-19 selama menjadi tahanan, kata anggota keluarga selama panggilan konferensi dengan wartawan Amerika pada bulan Agustus.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari dan menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Lebih dari 1.200 orang telah tewas oleh pasukan keamanan dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, menurut kelompok pemantau lokal.
Pers juga terjepit saat junta berusaha memperketat kontrol arus informasi, membatasi akses internet, dan mencabut izin media lokal.
Reporter: Cindy Damara
Advertisement