Sukses

Wamenlu Mahendra Sebut Menteri Inggris Sesat Terkait Deforestasi

Pemerintah Indonesia meributkan istilah deforestasi di tengah ajang interasional COP26.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah ajang iklim internasional COP26 di Glasgow, pemerintahan Jokowi sedang sibuk protes istilah "deforestasi." 

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyebut istilah deforestasi tak sesuai dengan Indonesia, kini giliar Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar yang menuding menteri Inggris sesat terkait istilah deforestasi. 

Wamenlu Mahendra mengkritik ucapan Menteri Iklim Inggris Zac Goldsmith di Twitter. Ia menilai Goldsmith menyesatkan karena tak ada perjanjian zero deforestasi di COP26.

"Pernyataan Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris, Zac Goldsmith tentang zero deforestation dan COP26 Forest Agreement menyesatkan, karena COP26 sedang berjalan sehingga tentu saja belum ada Agreement apapun yang dihasilkan pada Selasa 2 November lalu," ujar Mahendra Siregar dalam keterangan tertulis, dikutip (5/11/2021). 

Pada COP26, Presiden Jokowi itu mendukung deklarasi untuk melawan deforestasi. Tetapi, Menteri Goldsmith juga tak menggunakan istilah zero deforestasi di Twitter, melainkan "halt and reverse forest loss."

Hal lain yang diprotes Wamenlu Mahendra adalah ucapan Goldsmith yang menyebut para negara setuju mengakhiri deforesasi.

"Dalam deklarasi yang dihasilkan itu sama sekali tidak ada terminologi ‘end deforestation by 2030,'" lanjut Mahendra.

Zach Goldsmith menggunakan istilah "end deforestation" pada tulisannya di The Guardian. Ia berkata Inggris membuat koalisi 100 negara yang berkomitmen mengakhiri deforestasi pada akhir 2030. 

Mahendra justru meminta agar masyarakat tak terpengaruh.

"Dalam menyikapi pernyataan Goldsmith kita harus mawas diri, jangan lengah dan tidak boleh terpengaruh," ujarnya.

Liputan6.com telah menghubungi Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, namun pihak kedubes enggan mengomentari ucapan wamenlu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Isi Deklarasi Hutan di Glasgow

Berikut enam poin Deklarasi Hutan dan Penggunaan Lahan di COP26 Glasgow yang turut disetujui Jokowi:

1. Konservasi hutan dan ekosistem terestrial lain dan mempercepat restorasi mereka.

2. Memfasilitasi kebijakan dagang dan pembangunan, secara internasional dan domestik, yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan produksi dan konsumsi komoditas berkelanjutan, yang bisa berguna untuk kepentingan bersama negara-negara, dan tidak mendorong deforestasi dan degradasi lahan.

3. Mengurangi vulnerabilitas, membangun resiliensi, dan memperkuat penghidupan perkampungan, termasuk melalui memperkuat komunitas-komunitas, pengembangan agrikultur yang menguntungkan dan berkelanjutan, dan mengenali berbagai nilai dari hutan, serta mengakui hak-hak Masyarakat Asli Daerah, serta komunitas-komunitas lokal, berdasarkan legislasi nasional yang relevan dan instrumen internasional yang tepat.

4. Implementasi, dan bila perlu, mendesain ulang kebijakan-kebijakan dan program-program agrikultur untuk menjadi insentif bagi agrikultur yang berkelanjutan, mempromosikan keamanan pangan, dan menguntungkan lingkungan.

5. Menegaskan komitmen-komitmen finansial internasional dan secara signifikan menambah pendanaan dan investasi dari beragam sumber publik dan swasta, serta meningkatkan keefektivan dan aksesibilitas untuk melaksanakan agrikultur berkelanjutan, manajemen hutan berkelanjutan, konservasi hutan dan restorasi, dan mendukung Masyarakat Asli Daerah dan komunitas-komunitas lokal.

6. Fasilitasi penyelerasan aliran finansial dengan tujuan internasional untuk mengembalikan kerusakan dan degradasi hutan, serta memastikan adanya kebijakan-kebijakan dan sistem-sistem yang kuat untuk mempercepat transisi menuju ekonomi yang resilien dan memajukan tujuan-tujuan kehutanan, penggunaan lahan berkelanjutan, biodiversitas, dan iklim.

3 dari 3 halaman

Di COP26, Jokowi Klaim Berhasil Kelola Iklim

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa keberhasilan pengelolaan iklim di Indonesia dapat dicapai karena Indonesia menempatkan aksi iklim dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Jokowi menyebut pertimbangan aspek lingkungan dengan ekonomi dan sosial harus dipadukan.

Hal ini disampaikan Jokowi saat menjadi salah satu pembicara dalam World Leaders Summit on Forest and Land Use di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11). Adapun Jokowi mendapat undangan khusus dari Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk menjadi pembicara.

 "Kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan harus memadukan pertimbangan lingkungan dengan ekonomi dan sosial. Kemitraan dengan masyarakat juga diutamakan," kata Jokowi dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Selasa.

Di hadapan para pemimpin dunia, dia menjelaskan bahwa program perhutanan sosial dibuat agar konservasi hutan disertai terciptanya penghidupan bagi masyarakat sekitar. Jokowi menyebut hal ini penting sebab 34 persen dari seluruh desa di Indonesia berada di perbatasan atau di dalam kawasan hutan.

"Jutaan masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor kehutanan. Menafikan hal ini bukan saja tidak realistis, namun juga tidak akan sustainable," tegasnya.

Menurut dia, 90 persen penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem bergantung pada hutan. Untuk itu, penyalahgunaan isu perubahan iklim sebagai hambatan perdagangan adalah kesalahan besar.

"Hal itu akan menggerus trust terhadap kerja sama internasional atasi climate change, dan malah menghalangi pembangunan berkelanjutan yang justru sangat dibutuhkan," ujar Jokowi.