Sukses

The Guardian: Arab Saudi Bujuk Indonesia dengan Haji untuk Tolak Investigasi PBB di Yaman

Surat kabar Inggris the Guardian melaporkan bahwa Arab Saudi telah menggunakan "insentif dan ancaman" dalam melobi beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk menutup penyelidikan PBB di Yaman.

Liputan6.com, Riyadh - Surat kabar Inggris the Guardian melaporkan bahwa Arab Saudi telah menggunakan "insentif dan ancaman" sebagai bagian dari kampanye lobi untuk menutup penyelidikan PBB atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh semua pihak dalam konflik Yaman.

The Guardian melaporkan pemberitaan mereka berdasarkan keterangan narasumber dengan pengetahuan yang dekat tentang masalah tersebut.

Dewan HAM PBB pada tahun 2017 sepakat mengirim kelompok “pakar terkemuka” ke Yaman untuk menyelidiki dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut hampir dua tahun setelah koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan ofensif militer untuk mendukung Presiden Abdul Rabbu Mansour Hadi yang diakui masyarakat internasional, namun digulingkan oleh kelompok Houthi.

Pasukan koalisi itu – dan juga kelompok Houthi – sama-sama dituding telah membom sekolah, rumah sakit dan berbagai target sipil lain.

Setahun setelah disetujuinya keputusan untuk mengirim tim penyelidik itu, Human Rights Watch pada September 2018 menuduh Arab Saudi melakukan “upaya terang-terangan untuk menghindari penyelidikan” tersebut.

Laporan The Guardian itu mengatakan “upaya Arab Saudi berhasil ketika pada bulan Oktober lalu Dewan HAM PBB memutuskan untuk tidak memperpanjang penyelidikan independen terhadap kejahatan perang di Yaman.” Penghentian penyelidikan itu menandai kekalahan pertama badan di Jenewa itu dalam 15 tahun untuk memperpanjang sebuah resolusi.

Pemungutan suara menandai kekalahan pertama dari resolusi dalam sejarah 15 tahun badan Jenewa itu.

Berbicara kepada Guardian, pejabat politik dan sumber diplomatik dan aktivis dengan pengetahuan orang dalam tentang upaya lobi menggambarkan kampanye siluman di mana Saudi tampaknya telah mempengaruhi para pejabat untuk menjamin kekalahan dari tindakan tersebut.

2 dari 3 halaman

Cara Saudi Pengaruhi Indonesia

Dalam satu kasus, Riyadh diduga telah memperingatkan Indonesia - negara Berpenduduk Muslim terbesar di dunia - bahwa mereka akan menciptakan hambatan bagi orang Indonesia untuk melakukan perjalanan ke Mekah jika para pejabat tidak memberikan suara menentang resolusi 7 Oktober, tulis the Guardian.

Dalam kasus lain, negara Afrika Togo mengumumkan pada saat pemungutan suara bahwa mereka akan membuka kedutaan baru di Riyadh, dan menerima dukungan keuangan dari kerajaan untuk mendukung kegiatan anti-terorisme.

Baik Indonesia dan Togo telah abstain dari resolusi Yaman pada tahun 2020. Tahun ini, keduanya menentang tindakan tersebut.

Dalam pemungutan suara pada Oktober 2021, 21 negara menolak perpanjangan resolusi, 18 menyetujui, tujuh abstain, sementara Ukraina sama sekali tidak mendaftar untuk memilih.

Mereka yang menentang antara lain Bangladesh, Tiongkok, Kuba, India, Indonesia, Libya, Pakistan, Filipina dan Libya.

Sementara yang menyetujui perpanjangan resolusi itu antara lain Argentina, Brazil, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Meksiko dan Korea Selatan. Jepang termasuk diantara tujuh negara yang abstain.

"Ayunan semacam itu – dari 12 ke 21 – tidak terjadi begitu saja," kata seorang pejabat.

Mengutip sumber-sumber pejabat politik, diplomat dan aktivis – yang tidak semua namanya diidentifikasi dalam laporan itu – The Guardian melaporkan bahwa Arab Saudi "secara sembunyi-sembunyi menggunakan kampanye untuk mempengaruhi pejabat-pejabat agar tidak mendukung perpanjangan resolusi PBB itu."

John Fisher, direktur Human Rights Watch di Jenewa, mengatakan: "Itu adalah pemungutan suara yang sangat ketat.

"Kami memahami bahwa Arab Saudi dan sekutu koalisi mereka dan Yaman bekerja pada tingkat tinggi untuk beberapa waktu untuk membujuk negara-negara di ibukota melalui campuran ancaman dan insentif, untuk mendukung upaya mereka untuk mengakhiri mandat mekanisme pemantauan internasional ini."

3 dari 3 halaman

Tanggapan Kemlu RI

Mengutip VOA Indonesia, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengatakan "sebuah draft (rancangan.red) resolusi lazimnya dikonsultasikan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemungutan suara, untuk mendengar pandangan atau concern (keprihatinan.red) negara terkait. Dan ini tidak dilakukan oleh negara-negara yang mensponsori rancangan resolusi tersebut."

Ia menyangkal jika sikap Indonesia menentang resolusi itu karena tekanan Arab Saudi. "Sekali lagi, sulit dipahami kenapa Indonesia saja yg disebut dalam artikel tersebut, karena banyak negara yang vote against (memilih menolak perpanjang resolusi PBB.red) itu," tegas Faizasyah.

"Lebih janggal lagi karena dikaitkan dengan isu umrah, sementara kita sama-sama mengetahui banyak negara melarang warga Indonesia masuk saat itu karena tingginya infeksi Covid-19. Akses untuk WNI umrah baru diberikan ketika Indonesia bisa menekan angka kasus Covid-19, dan ini diakui dunia. Aturan teknisnya baru saja diselesaikan dengan Arab Saudi," paparnya.