Liputan6.com, Pekanbaru - Pengungsi Afghanistan gelar aksi unjuk rasa di depan kantor UNHCR Pekanbaru pada Rabu 3 Desember 2021, empat orang kembali menjahit mulutnya.
Aksi unjuk rasa terus dilakukan dengan harapan suara mereka dapat didengar, bahkan beberapa di antaranya melakukan aksi yang melukai diri sendiri, seperti Baman Ali dan Nauroz Ali Moehebbi yang datang ke Indonesia tahun 2013. Sementara Khudadad Gholami dan Abdul Latif Iklaqi pada 2015.
Advertisement
Baca Juga
Keberadaan mereka yang sudah cukup lama dan belum ada kepastian kapan mereka akan dipindahkan ke negara ketiga membuat frustasi. Mereka hanya sebagian puluhan pengungsi yang melakukan aksi nekat.
Dalam sebuah tayangan video, para pengungsi duduk dengan menyilangkan tangan di atas kepala dan membawa spanduk bertuliskan “Kami ingin resettlement. Keluarga kami dalam bahaya, tolong bertindak sekarang”.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ingin Segera Dipindahkan
Menanggapi aksi jahit mulut di Pekanbaru, UNHCR mengatakan sangat prihatin akan situasi di Pekanbaru.
“Kami memahami dan bersimpati terhadap rasa frustasi para pengungsi dan kami berulang kali menasihati mereka untuk tidak mengambil tindakan yang melukai diri sendiri,” ucap Mitra, staf UNHCR kepada Liputan6.com pada Sabtu (4/12/2021).
Menampik hal tersebut, Hasan Ratiq, salah satu pengungsi Afghanistan di Indonesia menyebutkan bahwa UNHCR menutup pintu kantornya sejak Januari 2020 dan tidak membalas lebih dari 95% pesan para pengungsi.
Lalu baru-baru ini, UNHCR “mengirim pemberitahuan bahwa mereka tidak akan memiliki kantor mulai 12 Desember tahun ini,” kata Ratiq.
Keinginan para pengungsi adalah segera dipindahkan. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian kapan mereka akan ditempatkan di negara ketiga.
Mitra mengatakan bahwa keputusan resettlement tidak berada di tangan UNHCR, “kemungkinan untuk memperoleh resettlement kecil sekali, bagi pengungsi di seluruh dunia, termasuk Indonesia”.
Reporter: Cindy Damara
Advertisement