Sukses

9 Desember 1992: Tentara AS Menyerbu Pemberontak di Somalia

Presiden George HW Bush memerintahkan tentara AS untuk datang ke Somalia.

Liputan6.com, Mogadishu - 1.800 tentara Amerika Serikat tiba di Mogadishu, Somalia, untuk menjadi ujung tombak pasukan multinasional yang bertujuan memulihkan ketertiban di negara yang dilanda konflik tersebut.

Setelah berabad-abad pemerintahan kolonial oleh negara-negara termasuk Portugal, Inggris dan Italia, Mogadishu menjadi ibu kota Somalia yang merdeka pada 1960.

Kurang dari 10 tahun kemudian, sebuah kelompok militer yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Muhammad Siad Barre merebut kekuasaan dan menyatakan Somalia sebagai negara sosialis. 

Dilansir dari History, Kamis (9/12/2021), kekeringan pada pertengahan 1970-an yang digabungkan dengan pemberontakan yang gagal oleh etnis Somalia di provinsi tetangga Ethiopia membuat banyak orang kehilangan makanan dan tempat tinggal. 

Lalu pada 1981, hampir 2 juta penduduk negara itu kehilangan tempat tinggal. Meskipun perjanjian damai ditandatangani dengan Ethiopia pada 1988, pertempuran meningkat antara klan saingan di Somalia, dan pada Januari 1991 Muhammad terpaksa meninggalkan ibukota. 

Selama 23 bulan berikutnya, perang saudara Somalia menewaskan sekitar 50 ribu orang, 300 ribu lainnya meninggal karena kelaparan ketika penjaga perdamaian PBB berjuang dengan sia-sia memulihkan ketertiban dan memberikan bantuan di tengah kekacauan perang.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Tentara AS Terpaksa Mundur

Pada awal Desember 1992, Presiden AS George HW Bush mengirim kontingen tentara ke Mogadishu sebagai bagian dari misi yang disebut Operasi Pemulihan Harapan. 

Didukung oleh pasukan AS, pekerja bantuan internasional segera dapat memulihkan distribusi makanan dan operasi bantuan kemanusiaan lainnya. 

Kekerasan sporadis berlanjut, termasuk pembunuhan 24 tentara PBB dari Pakistan pada 1993. Akibatnya, PBB mengizinkan penangkapan Jenderal Mohammed Farah Aidid, pemimpin salah satu klan pemberontak. 

Pada tanggal 3 Oktober 1993, dalam upaya untuk melakukan penangkapan, pemberontak menembak jatuh dua helikopter Black Hawk Angkatan Darat AS dan menewaskan 18 tentara Amerika.

TV menayangkan gambar pertumpahan darah, termasuk cuplikan pendukung Aidid yang menyeret tubuh seorang tentara yang tewas di jalan-jalan Mogadishu sambil bersorak.  Saat itu juga, Presiden Bill Clinton segera memerintahkan semua tentara Amerika untuk mundur dari Somalia pada 31 Maret 1994. Diikuti dengan negara-negara barat lainnya.

Ketika penjaga perdamaian PBB terakhir pergi pada tahun 1995, mengakhiri misi yang menelan biaya lebih dari $2 miliar kala itu, Mogadishu masih kekurangan pemerintahan yang berfungsi. 

Kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani di Kenya pada 2002 gagal menghentikan kekerasan, meskipun parlemen baru dibentuk pada 2004.

 

Reporter: Cindy Damara

3 dari 3 halaman

Infografis Alasan Pembatalan PPKM Level 3 Periode Nataru