Sukses

Ketika Menlu AS Antony Blinken Mencoba Ucapkan Bhinneka Tunggal Ika

Menlu AS Antony Blinken ingin memuji Indonesia, namun salah mengucapkan Bhinneka Tunggal Ika.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat, Antony Blinken, salah menyebut Bhinneka Tunggal Ika dalam pidatonya di Universitas Indonesia. 

Hal itu terjadi ketika Antony Blinken sedang memuji kecepatan pertumbuhan di Indo-Pasifik yang meliputi 60 persen ekonomi global, serta keberagaman kawasan. Menlu Blinken lantas ingin memuji Indonesia, tetapi salah menyebut Bhinneka Tunggal Ika.

"Dan model yang negara ini anut: Biniku Tunggal Iku. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua," ujar Menlu Blinken, Selasa (14/12/2021).

Kemudian, Menlu Blinken berkata bahwa AS juga mempunyai semboyan yang serupa.

"Bagi Amerika, kami mengucapkan E Pluribus Unum. Out of many, one."

Ini adalah kunjungan perdana Antony Blinken sebagai menlu ke Indonesia. Pada 2016, Blinken juga sempat berkunjung ke Indonesia sebagai Deputy Secretary of State.

Antony Blinken telah bertemu Presiden Jokowi pada Senin 13 Desember. Ia juga dijadwalkan bertemu Menlu Retno Marsudi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Sempat Temui Jokowi

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan komitmen kuat AS terhadap Indonesia dalam pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo, kata menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi, Senin (13/12).

Komitmen AS “terasa kuat” termasuk dalam bidang ekonomi dan infrastruktur, kata Menlu Retno Marsudi kepada wartawan, sewaktu menyimpulkan pertemuan pada hari Senin (13/12). Demikian seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (14/12/2021). 

Indonesia adalah negara pertama dari tiga negara di Asia Tenggara yang dikunjunginya.

Sementara itu Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Blinken dan Jokowi membahas cara-cara untuk meningkatkan hubungan AS-Indonesia, serta “mengatasi berbagai tantangan terhadap demokrasi dan hak asasi manusia, serta krisis iklim dan pandemi COVID-19.”