Sukses

Setelah Pfizer, Pil Obat COVID Merck Kantongi Izin Pakai FDA AS

Ini merupakan pil kedua yang disetujui untuk mengobati COVID-19 setelah pil buatan Pfizer.

Liputan6.com, New York - Akhirnya pada Kamis 23 Desember 2021 badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (AS), Food and Drug Administration (FDA), mengeluarkan otorisasi penggunaan obat oral antivirus perusahaan farmasi AS, Merck. Obat ini untuk pengobatan COVID-19 ringan hingga sedang.

Mengutip Xinhua, Jumat, obat COVID-19 yang dikonsumsi secara oral ini merupakan pil kedua yang disetujui untuk mengobati COVID-19 setelah pil buatan Pfizer.

Pil Merck tersebut, yang dikenal dengan nama Molnupiravir, diizinkan untuk digunakan pada orang dewasa dengan hasil positif tes SARS-CoV-2 langsung, dan yang berisiko tinggi untuk berkembang menjadi COVID-19 parah, termasuk rawat inap atau kematian, serta bagi yang opsi pengobatan alternatif COVID-19 mereka yang diizinkan FDA tidak dapat diakses atau tidak sesuai secara klinis, menurut FDA.

"Molnupiravir hanya tersedia dengan resep dokter dan harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis COVID-19 dan dalam waktu lima hari setelah timbulnya gejala,"kata FDA.

Pada Rabu (22/12), FDA mengeluarkan otorisasi untuk tablet oral antivirus Pfizer, Paxlovid, untuk pengobatan COVID-19 ringan hingga sedang, pil pertama yang disetujui untuk pengobatan COVID-19 di AS.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Tidak Direkomendasikan untuk Ibu Hamil

Sebelumnya, Merck mengatakan bahwa reaksi terhadap rangkaian pil, yang diminum selama lima hari, "secara umum dapat ditoleransi dengan baik."

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Infectious Disease pada bulan Agustus menemukan bahwa molnupiravir efektif dalam mengurangi COVID-19 pada tikus, tetapi produk sampingan dari obat tersebut menyebabkan beberapa mutasi yang dapat menyebabkan kanker.

"Ada risiko bagi ibu hamil karena aktivitas mutagenik yang sama yang berdampak pada replikasi virus memiliki potensi untuk penggabungan dan mutagenesis DNA ibu hamil," studi tersebut menjelaskan seperti dikutip dari UPI 1 Desember 2021.

Para ilmuwan dengan FDA mencatat dalam dokumen yang disiapkan untuk pertemuan Selasa bahwa penelitian tentang molnupiravir yang dilakukan pada tikus dan kelinci menunjukkan bahwa obat tersebut dapat memiliki risiko efek samping pada ibu hamil, termasuk kerusakan pada pembentukan tulang janin yang menyebabkan malformasi rangka.

"Berdasarkan temuan ini, molnupiravir tidak direkomendasikan untuk digunakan selama kehamilan," presentasi dari Merck mencatat.

3 dari 3 halaman

Infografis 5 Cara Lindungi Diri dan Cegah Penyebaran COVID-19 Varian Omicron