Liputan6.com, Riyadh - Warga asing di Arab Saudi mengaku terkejut melihat perayaan hari Natal di kerajaan tersebut makin semarak. Bila dulu harus diam-diam, kini perayaan Natal semakin terbuka.
Menurut laporan Arab News, Jumat (24/12/2021), nuansa Hari Natal, seperti hadiah dan dekorasi, sudah semakin mainstream.
Advertisement
Baca Juga
"Terutama tahun ini mungkin tampilan Natal yang paling publik," ujar Sydney Turnbull, warga Amerika Serikat yang telah tinggal di Saudi selama tujuh tahun.
"Dari melihat kafe-kafe dan restoran-restoran bertransformasi menjadi winter wonderland, manusia salju yang dihiasi permata, dekorasi, dan ornamen yang dijual, dan Starbucks menawarkan minuman liburan di gelas bertema liburan, yang serupa seperti dimiliki para sahabat dan keluarga saya di rumah," ujarnya.
Ia juga terkejut saat melihat restoran top di Riyadh menawarkan perayaan Tahun Baru. Menurut Sydney, hal itu tak mungkin terjadi lima tahun lalu.
"Kolega-kolega saya di Saudi bahkan memberikan saya hadiah-hadiah, sebuah tindakan yang luar biasa baik dan perhatian, dan merupakan contoh lain dari betapa hangat dan ramahnya orang-orang di sini," ujarnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pemahaman Budaya
Cerita serupa datang dari Enrico Catania (35) yang tinggal di Jeddah. Pria dari Italia itu berkata suasana Natal semakin terasa sejak 2015.
"Saya bisa katakan secara umum, belakangan ini, kesadaran dan penerimaan adat-adat budaya itu semakin bertambah meski ada perubahan-perubahan budaya," ujarnya.
Meski demikian, Enrico menyebut ada pembatasan di Arab Saudi karena COVID-19, sehingga tak mungkin ada perjalanan jauh.
Seorang ibu rumah tangga dari Jeddah, Ashwag Bamhafooz, menyebut telah diundang untuk merayakan Natal bersama sahabat-sahabat suaminya dari Filipina.
Ia mengaku terbiasa merayakan Natal karena keluarga ibunya selalu natalan, meski menganut Islam Sunni. Menurutnya tak apa-apa merayakan Natal dan Tahun baru seperti merayakan Tahun Hijriah.
"Keluarga ibu saya, meski mereka orang Lebanon Sunni, merayakan Natal dan memberikan hadiah ke satu sama lain," jelasnya.
Advertisement
Jangan Ada Paksaan
Muneera Al-Nujaiman, pengajar Bahasa Inggris di Princess Nourah University, tidak setuju jika warga juga merayakan Natal. Menurutnya, toleransi tak berarti ikut merayakan.
"Saya sangat percaya dengan toleransi budaya, artinya kita mengizinkan orang-orang Kristen untuk merayakan agama mereka di Arab Saudi. Namun, saya tidak merayakannya karena hal itu tidak mencerminkan identitas agama atau budaya saya," ujarnya.
Lebih lanjut, Al-Nujaiman menolak jika ada pihak-pihak yang menjegal orang-orang merayakan Natal. Ia menyebut saat di negara mayoritas non-Muslim, ia juga mendapat kebebasan.
"Ketika saya ada di negara mereka, mereka memberikan kita kebebasan untuk berdoa dan beribadah, tetapi menerima bukan berarti merayakan," ujarnya.
Ia pun menegaskan agar orang-orang juga dibebaskan jika tidak ingin merayakan Natal, menurutnya tidak boleh ada tekanan.