Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, berkata kombinasi varian Delta dan Omicron memicu gelombang besar COVID-19. Hal ini terlihat dari lonjakan virus corona di Eropa dan Amerika di musim dingin 2021.
Varian Omicron tidak seberbahaya varian Delta, tetapi penularannya lebih cepat.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan laporan BBC, Kamis (30/12/2021), Prancis melaporkan kasus hingga 208 ribu kasus dalam sehari. Kasus-kasus tinggi juga dilaporkan di Amerika Serikat, Denmark, dan Inggris.
Dr. Tedros menyorot "ancaman kembar" dari dua varian tersebut terhadap lonjakan kasus.
"Saat ini dan akan terus menambah tekanan berat kepada tenaga-tenaga kesehatan, dan sistem kesehatan berada di ambang kolaps," ujar Dr. Tedros.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, ada nyaris 20 juta kasus COVID-19 dalam 28 hari terakhir. Kasus positif mingguan tercatat meroket di dunia, meski angka kematian tidak ikut melonjak.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kritik Booster
Menurut data Johns Hopkins University, 10 negara dengan kasus baru tertinggi adalah negara-negara maju, seperti Jerman, Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis.
Akan tetapi, Dr. Tedros justru mengkritik pemberian vaksin booster COVID-19 di negara-negara yang lebih kaya.Â
Dr. Tedros menilai jatah booster itu seharusnya dialokasi ke negara-negara yang lebih miskin dan vaksinasinya rendah. Kurangnya vaksinasi di negara-negara tersebut membuat varian bisa terjadi.Â
Ia lantas mengingatkan ke negara-negara agar bisa memenuhi resolusi 70 persen vaksinasi bisa tercepat.Â
Advertisement