Beijing - Tahun 2021 ditandai dengan meningkatnya persaingan dan saling curiga antara dua adidaya dunia AS dan China, baik dalam bidang pertahanan, dipomasi maupun teknologi. Setelah Trump digantikan oleh Presiden Joe Biden, politik AS terhadap China memang banyak berubah, berbeda dengan pemerintahannya sebelumnya yang memang lantang tapi sering bersikap lunak.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip darii DW Indonesia, Selasa (4/1/2022), pemerintahan Joe Biden baru-baru ini menyerukan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin Beijing yang akan dimulai bulan Februari mendatang.
Washington mengumumkan tidak akan ada pejabat pemerintahan yang menghadiri upacara pembukaan Olimpiade itu. Langkah AS segera diikuti oleh beberapa negara sekutunya. Tentu saja China gusar dan berjanji bahwa langkah itu akan "dibayar mahal" oleh AS.
AS terutama memrotes tindakan keras China terhadap monoritas Muslim Uighur di wilayah Xinjinang dan pembungkaman pers dan gerakan demokrasi di Hong Kong. Tapi pemerintahan di Beijing tidak terlalu peduli dan justru meningkatkan represi terhadap para aktivis dan pengelola media independen di Hong Kong.
"Saya yakin ketegangan antara China dan AS akan berlanjut pada 2022, termasuk di bidang hak asasi manusia, geopolitik, dan keamanan," kata Wu Qiang, poengamat politik yang berbasis di Beijing.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Eskalasi Konflik di Taiwan
Tahun lalu, AS sempat membuat marah Beijing karena mengirimkan delegasi anggota parlemen ke Taiwan. Sekalipun kunjungan mereka bukan kunjungan resmi, namun para anggota delegasi secara demonstratif memberikan dukungan pada pemerintahan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Tapi pengamat politik dari Marshall Fund cabang Jerman Bonnie Glaser percaya, China tidak ingin ada eskalasi. Karena Beijing sedang mempersiapkan acara besar Kongres Partai Komunis yang ke-20 akhir 2022 nanti.
"Risiko serangan di Taiwan sebelum Kongres Partai ke-20 pada musim gugur 2022 sangat rendah," kata Bonnie Glaser kepada DW. "Xi Jinping tidak mungkin mengambil risiko seperti itu yang malah bisa membahayakan masa jabatan lima tahunnya yang ketiga," tambahnya.
Advertisement
Banyak Persaingan
Keamanan siber akan menjadi masalah besar tahun depan, dan turut memengaruhi kebijakan ekonomi dan strategis kedua negara. Tahun 2021, AS menuduh China mensponsori peretasan data besar-besaran. Washington juga menentang penyebaran teknologi komunikasi China, terutama 5G, di wilayahnya. "AS baru saja mulai menerapkan pembatasan yang lebih ketat pada transfer teknologi ke China, dan akan ada lebih banyak langkah lanjutan yang diambil pada 2022," kata Bonnie Glaser.
Namun perkembangan ekonomi China diperkirakan akan melambat pada 2022. Beberapa perkiraan hanya melihat pertumbuhan ekonomi sampai 5% , angka yang rendah untuk China-tahun depan. Beberapa analis mengatakan ini mungkin bisa menjadi alasan bagi pemerintah China untuk bersikap lebih lunak dan lebih banyak bekerjasama dengan rivalnya, AS.
"Saya pikir meredanya ketegangan ekonomi dan perdagangan antara China dan AS mungkin bersifat sementara, karena konfrontasi tetap akan menjadi tema utama," kata Shen Ling, seorang ekonom di East China University of Science and Technology.
"Kekuatan ekonomi antara kedua negara sudah makin seimbang. Karena itu, hubungan bilateral akan lebih banyak tentang persaingan daripada kerja sama."
"Politik dalam negeri akan sangat memengaruhi kebijakan AS dan China pada 2022 karena ada Kongres Partai Komunis ke-20 dan ada pemilihan paruh waktu AS. Oleh karena itu, saya tidak optimis bahwa kemajuan signifikan akan dibuat dalam masalah apa pun," kata Bonnie Glaser.
"Namun, jika kedua negara berkepentingan, tetap mungkin untuk membuat beberapa kesepakatan."
Infografis Olimpiade Musim Dingin 2022 Diboikot AS Cs, China Murka:
Advertisement