Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Biden pada Rabu (12/1) memberlakukan sanksi pertamanya atas program senjata Korea Utara menyusul serangkaian peluncuran rudal Korea Utara, termasuk dua lainnya sejak pekan lalu.
Sanksi tersebut menargetkan enam warga Korea Utara, satu orang Rusia dan satu perusahaan Rusia yang menurut Washington bertanggung jawab atas pengadaan barang untuk program tersebut dari Rusia dan China. Demikian seperti dilansir dari laman Channel News Asia, Kamis (13/1/2022).
Baca Juga
Departemen Keuangan AS mengatakan langkah-langkah tersebut bertujuan untuk mencegah kemajuan program Korea Utara dan untuk menghambat upayanya untuk mengembangkan teknologi senjata.
Advertisement
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden tidak berhasil melibatkan Pyongyang dalam dialog untuk membujuknya agar menyerahkan bom nuklir dan misilnya sejak menjabat pada Januari tahun lalu.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kim Jong-un meninjau pameran senjata dan alat militer Korea Utara. Namun warganet gagal fokus pada sosok pria berbaju biru ketat di dekatnya dan menduga itu adalah sosok 'Kapten Korea Utara' ala Marvel.
Ingin Buat Kemajuan
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Washington tetap berkomitmen untuk melakukan diplomasi dengan Korea Utara.
"Apa yang telah kami lihat dalam beberapa hari terakhir ... hanya menggarisbawahi keyakinan kami bahwa jika kami ingin membuat kemajuan, kami perlu terlibat dalam dialog itu," katanya dalam jumpa pers reguler.
Departemen Keuangan mengatakan sanksi itu mengikuti enam peluncuran rudal balistik Korea Utara sejak September, yang masing-masing melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan Brian Nelson mengatakan langkah itu menargetkan "penggunaan terus menerus perwakilan luar negeri Korea Utara untuk mendapatkan barang secara ilegal untuk senjata".
Peluncuran terbaru Korea Utara adalah "bukti lebih lanjut bahwa mereka terus memajukan program-program terlarang meskipun ada seruan masyarakat internasional untuk diplomasi dan denuklirisasi", kata Nelson dalam sebuah pernyataan.
Advertisement