Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Jepang menyetujui pembatasan virus corona baru di sebagian besar negara itu, termasuk Tokyo, pada Rabu (19/1) saat negara itu memerangi rekor infeksi yang dipicu oleh varian Omicron.
Pembatasan di 13 wilayah Jepang, yang terutama menargetkan aktivitas di malam hari dan jauh lebih ketat daripada lockdown total, akan berlaku mulai Jumat hingga pertengahan Februari. Demikian seperti dilansir dari laman Channel News Asia, Kamis (20/1/2022).
Baca Juga
Langkah ini memungkinkan setiap wilayah untuk memutuskan tindakan spesifik apa yang akan diterapkan, dengan sebagian besar tempat mendesak bar dan restoran untuk mempersingkat jam buka atau menghentikan penjualan alkohol.
Advertisement
Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan pemerintah bertujuan untuk "sepenuhnya siap" dalam perang melawan gelombang terbaru COVID-19.
"Kami tidak akan memiliki ketakutan yang berlebihan, dan akan bekerja dalam koordinasi yang erat dengan pemerintah daerah," katanya saat mengumumkan langkah-langkah tersebut pada pertemuan gugus tugas COVID-19.
"Dengan penilaian ilmiah dari para ahli, kerja sama para pekerja medis dan di atas segalanya, kerja sama publik Jepang, kami akan mengatasi situasi ini."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Varian Omicron Meluas
Varian Omicron yang sangat menular mendorong kebangkitan kasus virus corona di Jepang, dengan infeksi nasional harian mencapai 30.000 untuk pertama kalinya minggu ini.
Tokyo juga melaporkan jumlah kasus baru tertinggi, lebih dari 7.000, pada hari Rabu.
Jepang masih tidak separah banyak negara lain, dengan sekitar 18.400 kematian dalam pandemi sambil menghindari lockdown yang ketat.
Tetapi pejabat dan pakar pemerintah khawatir bahwa peningkatan infeksi dapat memberi tekanan pada sistem medis negara itu.
Tiga wilayah Jepang sudah berada di bawah pembatasan virus, setelah lonjakan kasus yang terkait dengan pangkalan militer AS.
Lebih dari 78 persen penduduk Jepang telah divaksinasi lengkap, tetapi program ini dimulai lebih lambat daripada di beberapa negara maju lainnya.
Advertisement