Sukses

Uni Eropa Bentuk Dewan Krisis Bahas Kebijakan Suaka

Empat negara non-Uni Eropa dan 22 dari 27 negara anggota Uni Eropa membentuk zona Schengen, wilayah Eropa yang biasanya bebas dari kontrol perbatasan stasioner.

, Brussel - Para menteri dalam negeri dari 26 negara yang membentuk zona Schengen bertemu di kota Lille, Prancis, Kamis (03/02), sebagai awal pertemuan dewan reguler yang akan membahas masalah perbatasan dan migrasi.

Empat negara non-Uni Eropa dan 22 dari 27 negara anggota Uni Eropa membentuk zona Schengen, wilayah Eropa yang biasanya bebas dari kontrol perbatasan stasioner.

Dewan Schengen direncanakan akan bertemu untuk pertama kalinya pada 3 Maret 2022, kata Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Sabtu (5/2/2022).

Prancis yang saat ini memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa bertujuan untuk merevitalisasi gerakan tanpa batas di dalam zona Schengen dan melakukan reformasi untuk merestrukturisasi bagaimana blok tersebut memproses migran.

Apa yang ingin dicapai Prancis dengan kepresidenannya di UE?

Presiden Prancis Emmanuel Macron sebelumnya telah menyatakan bahwa dia menginginkan reformasi cepat pada prinsip pergerakan bebas.

Komisi Eropa pada tahun lalu telah mengajukan proposal untuk melihat kembalinya pergerakan bebas dan kontrol perbatasan, yang hanyalah pengecualian. Prancis juga ingin memperkuat kontrol perbatasan eksternal UE, termasuk mendorong reformasi suaka yang sangat dibutuhkan.

Upaya sebelumya telah gagal di tengah ketidaksepakatan antara anggota UE, tetapi Prancis berharap untuk mendorong reformasi selangkah demi selangkah.

"Idenya adalah mengubah metode karena strategi ‘semua atau tidak sama sekali' selama ini sebagian besar tidak menghasilkan apa-apa,” kata Darmanin.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Apa saja usulan reformasi suaka?

Aturan suaka UE saat ini menyatakan bahwa pengungsi harus mengajukan suaka di negara anggota pertama yang mereka datangi. Namun, sistem ini runtuh pada 2015 setelah jutaan orang melarikan diri dari kekerasan dan konflik di Suriah dan wilayah lain di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia.

Banyak yang bermigrasi melalui Turki ke Yunani, di mana anggota blok lainnya enggan membantu.

Yunani -- bersama dengan Italia, Spanyol, dan Malta -- masih menjadi titik pendaratan utama bagi para imigran dan pencari suaka yang ingin mencapai Eropa.

Reformasi ini bertujuan untuk menetapkan prinsip "solidaritas” bagi negara-negara tempat sebagian besar imigran pertama kali tiba. Ini berarti bahwa negara-negara anggota lain harus menerima imigran atau memberikan dukungan keuangan. Menteri Dalam Negeri Prancis mengakui bahwa diskusi nantinya akan menantang.