Sukses

Terkuak, Ternyata Rusia Khawatir Serangan Nuklir Jika Ukraina Gabung NATO

Rusia terus-terusan menolak Ukraina jika bergabung NATO.

Liputan6.com, Jakarta - Pihak Rusia terus menolak Ukraina untuk bergabung ke NATO, meski itu merupakan hak Ukraina. Alasan Rusia pun terkuak: khawatir jika NATO bakal membawa perlengkapannya ke Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. 

Rusia bersikeras bergabungnya Ukraina ke NATO akan membawa risiko, bahkan risiko nuklir. 

"Bila Ukraina menjadi bagian dari NATO, maka misil nuklir bisa ditempatkan di perbatasan antara Rusia dan Ukraina, dan bisa mencapai Moskow dalam waktu 2-3 menit. Tidakkah kita terancam dengan hal itu? Tentunya kita merasa terancam," ujar Dubes Vorobieva, Kamis (17/2/2022).

Ukraina serius ingin masuk NATO sejak zaman Presiden Viktor Yuschenko yang diracuni di pemilu 2004 ketika melawan kandidat yang direstui Presiden Vladimir Putin. Niat Ukraina itu terus berlanjut sejak Rusia secara unilateral mencaplok Semenanjung Krimea dari Ukraina pada 2014. 

Hal lain yang disorot Dubes Rusia adalah konsep "indivisible of security" yang menyebut bahwa keamanan satu negara tak terlepas dari keamanan negara lain di wilayahnya. Ia pun menyebut bahwa NATO tidak berkepentingan untuk terus menambah anggota-anggotanya, termasuk dengan Ukraina.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

AS dan NATO Sebut Rusia Masih Perkuat Pasukan di Dekat Ukraina

Sebelumnya dilaporkan, Amerika Serikat dan NATO mengatakan Rusia masih membangun pasukan di sekitar Ukraina pada Rabu (16 Februari) meskipun Moskow bersikeras untuk mundur.

Hal ini pun mempertanyakan keinginan Presiden Vladimir Putin untuk merundingkan solusi krisis.

Di Ukraina, di mana orang-orang mengibarkan bendera dan memainkan lagu kebangsaan untuk menunjukkan persatuan melawan ketakutan akan invasi, pemerintah mengatakan serangan siber yang menghantam kementerian pertahanan adalah yang terburuk yang pernah terjadi di negara itu. Hal itu merujuk ke Rusia, yang terus membantah keterlibatannya. Demikian seperti dilansir dari laman Channel News Asia. 

Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan para pejabat AS belum dapat mengatakan siapa yang bertanggung jawab atas serangan siber tersebut.

Dia juga mengatakan pintu tetap terbuka untuk diplomasi dengan Rusia tetapi menegaskan kembali kekhawatiran bahwa serangan Rusia dapat didahului oleh operasi 'bendera palsu' dan informasi yang salah.

Kementerian pertahanan Rusia mengatakan pasukannya - bagian dari penumpukan besar yang disertai dengan tuntutan ke Barat untuk menyapu jaminan keamanan - ditarik kembali setelah latihan di distrik militer selatan dan barat dekat Ukraina.

Hal ini terbukti dari video yang katanya menunjukkan tank, kendaraan tempur infanteri, dan unit artileri self-propelled meninggalkan semenanjung Krimea, yang direbut Moskow dari Ukraina pada 2014.

3 dari 3 halaman

Infografis Gejala Covid-19 Omicron dan Cara Penanganan