Liputan6.com, Moskow - Harga minyak ikut bergejolak di tengah krisis Ukraina-Rusia. Gejolak ini diprediksi karena adanya kekhawatiran soal kebutuhan. Perlu diketahui, Rusia merupakan eksportir minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi.
Saat ini, posisi Rusia terancam dihantam sanksi akibat aksinya terhadap Ukraina.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan BBC, Selasa (22/2/2022), harga minyak Brent mencapai US$ 97,76 per barel. Harga itu adalah yang tertinggi selama tujuh tahun terakhir.
Pengamat dari Manulife Investment Management, Sue Trinh, menyebut bahwa krisis Ukraina dan Rusia dapat memicu "implikasi-implikasi yang substansial" terhadap harga minyak.
Selain itu, Trinh berkata sanksi terhadap Rusia yang berdampak pada minyak dan gas juga bisa memberikan "dampak penting kepada ekonomi global."
Direktur investasi Fidelity International, Maike Cury, menyebut harga bisa tembus US$ 100 per barel karena kombinasi krisis Ukraina, musim dingin di AS, dan kurangnya investasi di sektor migas di seluruh dunia.
"Rusia mencatat untuk satu dari setiap 10 barel minyak yang dikonsumsi secara global, jadi ia adalah pemain besar dalam hal harga minyak, dan tentunya ini bisa merugikan konsumen di pom bensin, jelas Currie.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
AS Sudah Jatuhkan Sanksi
Terkait sanksi, Presiden Joe Biden bersama Dr. Anthony Fauci di Ruang Roosevelt Gedung Putih, Senin, 29 November 2021, di Washington, saat Dr. Anthony Fauci. (Foto AP/Evan Vucci)Liputan6.com, Washington, DC.
Berdasarkan ketereangan dari situs The White House, segala barang impor maupun ekspor ke dua wilayah tersebut dilarang oleh AS.Â
"Perintah Eksekutif hari ini melarang ... importasi ke Amerika Serikat, secara langsung atau tidak langsung, berbagai barang, layanan, teknologi, kepada daerah yang disebut DNR dan LNR dari Ukraina," tulis perintah tersebut.Â
Segala bentuk penjualan maupun reeksportasi dari barang, layanan, dan teknologi juga dilarang dilakukan oleh orang Amerika Serikat.Â
Pada perintah Presiden Joe Biden, warga AS atau pihak yang berada di dalam AS juga dilarang melakukan berbagai transaksi keuangan terkait dua wilayah tersebut.
Â
Advertisement