Sukses

Rusia Dihujani Sanksi Internasional, Akankah Ekonomi Moskow Runtuh?

Eropa dan Amerika Serikat menghujani Rusia dengan sanksi setelah Presiden Vladimir Putin mengirim tank ke Ukraina.

Liputan6.com, Kiev - Rusia telah menghabiskan waktu selama tujuh tahun untuk membangun pertahanan keuangannya yang tangguh. Namun dalam jangka panjang, perekonomian negara tersebut diperkirakan akan sulit bertahan dalam menghadapi serangan sanksi terkoordinasi bertubi-tubi dari Barat.

Eropa dan Amerika Serikat menghujani Rusia dengan sanksi setelah Presiden Vladimir Putin mengirim tank ke Ukraina. Kedua kekuatan besar dunia itu menambah sanksi yang sudah dijanjikan sebagai tanggapan atas keputusan Putin untuk mengakui kemerdekaan dua provinsi Ukraina yang memisahkan diri.

“Pandangan bahwa Rusia tidak akan terpengaruh adalah salah. Efek negatifnya mungkin tidak terasa di depan, tetapi sanksi akan melumpuhkan potensi Rusia dalam jangka panjang,” kata Christopher Granville, direktur pelaksana konsultan TS Lombard dan pengamat veteran Rusia, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (26/2/2022).

Reuters melaporkan langkah-langkah yang dilakukan Barat sangat beragam, di antaranya pembekuan aset pada banyak bank dan pengusaha Rusia, penghentian penggalangan dana di luar negeri, pembekuan proyek pipa gas senilai $11 miliar ke Jerman dan membatasi akses ke barang-barang berteknologi tinggi seperti semikonduktor.

Rusia menolak penerapan sanksi tersebut, sementara negara-negara pemberi sanksi juga tidak dapat segera merusak perekonomian Rusia yang memiliki cadangan mata uang $643 miliar dan pendapatan minyak dan gas yang meningkat pesat.

Matrik tersebut membuat Rusia mendapatkan julukan negara berekonomi "benteng", di samping surplus transaksi berjalan sebesar 5 persen dari PDB tahunan dan rasio utang terhadap PDB 20 persen, termasuk yang terendah di dunia. Hanya setengah dari kewajiban Rusia dalam dolar, turun dari 80 persen dua dekade lalu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Tanda-tanda Kerentanan Ekonomi Terlihat?

Statistik tersebut dihasilkan dari penghematan selama bertahun-tahun sejak sanksi diberlakukan setelah pencaplokan Krimea pada 2014 oleh Putin.

Menurut Granville, lonjakan harga minyak akan membuat Rusia mendapatkan tambahan 1,5 triliun rubel ($ 17,2 miliar) dari windfall tahun ini dari pajak atas keuntungan perusahaan energi.

"Rusia pada dasarnya akan diperlakukan sebagai negara berseteru yang terputus dari arus global, investasi, dan interaksi ekonomi normal lainnya yang membangun standar hidup, pendapatan, produktivitas, dan profitabilitas perusahaan."

Tanda-tanda kerentanan ekonomi sudah terlihat. Pendapatan Rusia saat ini masih di bawah level 2014 dan pada 2019, sebelum pandemi COVID-19 melanda. Pendapatan tahunan bernilai $1,66 triliun, menurut Bank Dunia, jauh di bawah $2,2 triliun pada 2013.

Sergei Guriev, profesor ekonomi di Sciences Po Prancis dan mantan kepala ekonom Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, menunjukkan bahwa PDB nominal per kapita Rusia, dua kali lipat China pada 2013. Namun kini Moskow tertinggal dari Beijing.

"Pada tahun 2013 Rusia adalah negara berpenghasilan tinggi dan secara aktif merundingkan aksesi OECD. Rusia kini kembali ke status berpenghasilan menengah," katanya.

 

3 dari 3 halaman

Mengurangi Kekuatan

Investor asing di Rusia juga semakin berkurang.

Sebuah survei klien JPMorgan menunjukkan kepemilikan asing atas obligasi rubel pada level terendah dalam dua dekade; investasi ekuitas tidak pernah kembali ke tingkat sebelum Krimea secara absolut, Copley Fund Research memperkirakan.

"Sanksi akan memaksa Rusia untuk membiayai sendiri lebih banyak aktivitasnya, membatasi investasi di industri dan militer," kata Jeffrey Schott, pakar perdagangan dan sanksi di Peterson Institute for International Economics.

Sanksi yang lebih kuat dapat mencakup penghentian akses Rusia ke sistem pembayaran internasional SWIFT dan pelarangan langsung investasi di Rusia.

Kehilangan akses SWIFT akan mempersulit Rusia dalam melakukan pembayaran ekspor dan impor, dan bahkan dapat mencegah pembayaran kupon obligasi, yang memicu kegagalan teknis. JPMorgan memproyeksikan sanksi akan memotong hingga 3,5 poin persentase dari pertumbuhan PDB pada semester kedua 2022.

Bank mengatakan akses terbatas ke modal asing membuat perusahaan minyak bergantung pada kesepakatan pembayaran di muka dan menghadapi kebutuhan biaya modal yang jauh lebih tinggi.

Erosi lambat dalam standar hidup juga berisiko meningkatkan rasa ketidakpuasan rakyat, mengancam pemerintahan yang telah menghadapi protes secara sporadis.

""Autarky (independensi ekonomi) bukanlah resep untuk kemajuan," tulis analis di bank investasi Berenberg. “Mengatasi Rusia bersenjata lengkap yang terperosok dalam penurunan ekonomi relatif akan tetap menjadi tantangan utama bagi Eropa dan Amerika Serikat di masa mendatang.”