Liputan6.com, Jakarta - Federasi Rusia masih terus menggempur Rusia pada Minggu (27/2/2022). Realita yang kini terjadi berbeda dari retorika pihak Rusia sebelumnya.Â
Pada 17 Februari 2022, Kedutaan Besar Rusia di Indonesia masih membantah akan melakukan invasi. Kedubes Rusia menyatakan berita-berita invasi hanya bagian dari perang informasi.
Advertisement
Baca Juga
Tepat satu minggu kemudian, Presiden Vladimir Putin mulai melancarkan invasi ke Ukraina. Tindakan tersebut telah melanggar Piagam PBB tentang integritas wilayah dan kedaulatan negara lain.Â
Berikut tiga kebohongan Rusia sebelum invasi ke Ukraina terjadi pada 24 Februari 2022.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Histeria Barat
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, sempat menegaskan bahwa negaranya tak berniat melancarkan invasi. Segala pemberitaan negatif yang terjadi disebut karena ulah media-media barat.Â
"Perang informasi dengan skala besar sedang dilancarkan melawan kami," ujar Dubes Rusia.
Ironisnya, ucapan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga digunakan oleh pihak Rusia. Sebab, mantan komedian itu meminta agar negara-negara barat tidak membuat kepanikan. Ucapan itu lantas dikutip oleh pihak Rusia sebagai bukti tak ada invasi.
Kini, Presiden Zelensky justru meminta bantuan barat untuk melawan Rusia.Â
Advertisement
2. Hanya Latihan
Sebelum invasi dilancarkan, Rusia sudah lebih dahulu membawa pasukan ke perbatasan Belarusia-Ukraina. Langkah itulah yang membuat curiga akan ada invasi.
Pihak Kedubes Rusia berkata negaranya punya hak untuk latihan di negara tertangga, serta pasukan akan pulang.Â
"Seperti yang kami ucapkan dari awal, para pasukan akan kembali ke markas-markas mereka. Ini sedang terjadi sekarang," ujar Dubes Rusia di Jakarta.
Apa yang kemudian terjadi adalah pasukan Rusia masuk Ukraina lewat Belarusia.
3. Tak Seperti Krimea
Seperti diketahui, Rusia mencaplok daerah Ukraina pada 2014. Daerah itu adalah Semenanjung Krimea.Â
Tindakan unilateral itu dilaksanakan Rusia ketika situasi di Ukraina sedang kacau akibat kontroversi Presiden Viktor Yanukovych yang kemudian dilengserkan parlemen.Â
Sebelum aneksasi Krimea terjadi, Rusia juga berbohong dengan menyatakan tidak mengirim pasukan. Namun, Rusia akhirnya mengakui mengirim pasukan dan menguasai Krimea.
Pihak Kedubes Rusia masih menyebut bahwa pasukan Rusia hanya masuk Krimea setelah referendum bulan Maret 2014. Padahal, pasukan Rusia dilaporkan sudah masuk Krimea pada Februari 2014.
Ketika ditanya apakah ketegangan di Ukraina akan sama dengan kasus Krimea, yaitu saat Rusia berdalih tidak akan menyerang kemudian malah menyerang, Dubes Rusia membantah hal tersebut.Â
Â
Advertisement