Sukses

HEADLINE: Perang Rusia Vs Ukraina Masih Berkobar, Negosiasi Damai Sulit Tercapai?

Meski berkali-kali upaya pasukan Rusia merebut kota Mykolayiv digagalkan tentara Ukraina, prajurit Moskow belum menyerah.

Liputan6.com, Kiev - Invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari ke-14. PBB mencatat, 1.335 warga sipil telah menjadi korban perang Rusia dan Ukraina. Sebanyak 474 di antaranya tewas dan 861 terluka, tapi angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.

Meski berkali-kali upaya pasukan Rusia merebut kota Mykolayiv digagalkan tentara Ukraina, prajurit Moskow belum menyerah. Pasukan Rusia juga terus berusaha memasuki kota Kharkiv meski mendapat perlawan sengit dari tentara Ukraina.

Ukraina mengklaim, pasukannya telah menewaskan lebih dari 11.000 tentara Rusia. Sementara Rusia hanya mengonfirmasi sekitar 500 tentaranya tewas. Jumlah pengungsi dari Ukraina kini telah menembus angka 2 juta orang.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, Rusia hanya akan menghentikan operasi militernya jika Ukraina berhenti berperang dan tuntutan Moskow dipenuhi. Dilaporkan The Telegraph, Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengungkap ada empat tuntuan yang harus disetujui Ukraina. Yakni:

  1. Menghentikan aksi militer (demiliterisasi) dan denazifikasi,
  2. Mengubah konstitusi Ukraina menjadi negara netral (tidak bergabung dengan blok atau aliansi militer manapun seperti NATO),
  3. Mengakui Krimea sebagai wilayah Rusia,
  4. Mengakui republik pemberontak Ukraina di Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menolak tegas tuntutan itu. Baginya, bila menyetujui sama saja Ukraina menyerah.

"Pertanyaan kita sekarang adalah 'to be or not to be' (hidup atau mati)? Saya bisa memberikan jawaban pasti: jelas 'to be'," kata Zelenskiy kepada Dewan Perwakilan Inggris lewat tautan video, mengutip ungkapan William Shakespeare yang terkenal.

Negosiasi yang telah dilakukan sebanyak 3 kali masih saja menemui jalan buntu. Negosiator Rusia mengatakan, mereka tidak memiliki perkembangan positif untuk dilaporkan setelah pembicaraan dengan Ukraina berlangsung alot. Bahkan, Rusia pesimistis negosiasi selanjutnya dapat membawa hasil akhir.

"Pembicaraan (ketiga antara Rusia Ukraina) itu tidak mudah," kata Ajudan Presiden Rusia, Vladimir Medinsky yang memimpin delegasi Moskow saat dialog dengan Ukraina.

Para menteri luar negeri Rusia dan Ukraina dikabarkan akan melakukan pembicaraan keempat di Turki pada Kamis 10 Maret 2022.

Pengamat pun meragukan gencatan senjata dapat segera tercapai di tengah invasi Rusia ke Ukraina. Penyebabnya adalah tuntutan dari Rusia terlalu banyak kepada kedaulatan Ukraina.

Hal itu dijelaskan pakar keamanan internasional Stefan Wolff (Universitas Birmingham) dan pakar hubungan internasional Tatyana Malyarenko (Akademi Hukum Universitas Nasional Odesa) dalam artikel The Conversation.

"Prospek-prospek suksesnya negosiasi-negosiasi langsung antara Rusia dan Ukraina terbilang tipis," tulis mereka.

"Vladimir Putin menuntut demiliterisasi, 'denazifikasi' dan netralitas yang ditorehkan secara konstitusional pada Ukraina, serta penerimaan aneksasi Rusia pada Krimea dan pengakuan daerah-daerah yang diakui Rusia di Donbas sebagai negara-negara merdeka. Itu sama saja dengan menyerah secara penuh," lanjutnya.

Salah satu faktor yang bisa menyukseskan gencatan senjata adalah menyorot siapa pihak yang bisa mempertemukan kedua pihak, mengingat sejauh ini diplomasi belum berhasil. Ada empat pihak yang potensial: China, Turki, India, dan Uni Emirat Arab. 

"Turki telah dapat menyiapkan pertemuan antara menteri-menteri luar negeri Rusia dan Ukrania di Antalya pada 10 Maret, yang mengindikasikan sejumlah potensi dari jalur politik untuk negosiasi-negosiasi," ungkap Wolff dan Malyarenko.

Mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal menilai peluang gencatan senjata dapat terjadi sangat kecil. "Pertama kemungkinan gencatan senjata kecil dan kalaupun terjadi tidak akan lama. Karena kedua belah pihak masih memiliki kepentingan militer yang masih bertolak belakang," kata Dino kepada Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (9/3/2022).

Menurut mantan wakil menteri luar negeri Indonesia itu, Rusia masih ingin secara militer menaklukkan Ukraina. Sementara Ukraina baik pemerintah, militer maupun rakyatnya masih sangat aktif untuk melawan militer Rusia dan mendepak mereka keluar dari negaranya.

Dino menuturkan, keberadaan pasukan Rusia di Ukraina bakal terus menjadi momok serangan. Sehingga bakal terus ada perlawanan.

"Menurut saya yang paling penting adalah bagi Rusia untuk segera meninggalkan Ukraina tanpa syarat dan secara total, sesuai dengan tuntutan atau seruan dari resolusi sidang majelis umum PBB di mana Indonesia menjadi salah satu co-sponsor," tegasnya.

Kuncinya, sambung pendiri organisai Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), karena selama masih ada tentara Rusia melakukan operasi militer di wilayah Ukraina, maka selama itu pula rakyat Ukraina pasti akan terus melawan kehadiran militer Rusia tersebut.

"Mereka (Ukraina) tidak akan mungkin menerima begitu saja kekalahan," jelasnya.

Jadi menurutnya, selama masih ada militer Rusia di Ukraina tak bakal tercipta perdamaian seutuhnya. "Sepanjang itu pula kita bisa memprediksi akan terus ada perlawanan dan akan terus ada perang di sana (Ukraina). Apalagi perang ini juga menaapat bantuan dari pihak di luar Ukraina," paparnya. 

"Kuncinya gencatan senjata itu kemungkinannya kecil, kalaupun terjadi tidak akan langgeng, kuncinya lebih pada Rusia keluar dari Ukraina tanpa syarat, secepatnya dan secara menyeluruh. Itu menurut saya kunci terciptanya perdamaian dan stabilitas lagi di Ukraina," pungkas Dino.

Sementara itu, menurut Pengamat Hubungan Internasional Suzie Sudarman, Ukraina harus memahami bahwa dunia internasional memiliki security stucture yang menyebabkan adanya kestabilan. Security structure tersebut membuat Rusia memiliki netralitas. 

"Kalau saya mendengarkan jenderal Amerika, mereka menyebut bahwa pemimpin Ukraina ini agak konyol karena tahu bahwa AS dan NATO tidak akan membantu, namun memiliki pandangan tersendiri tentang apa yang ia lihat. Jadi dia lupa sejarah bahwa negara adidaya membutuhkan sphere of influence," ujar Suzie.

Suzie menambahkan, Ukraina sebaiknya lebih tahu ketika posisinya sudah terpojok dan tidak ada negara yang menolong maka semakin kecil harapannya untuk menjadi sebuah negara Eropasentris hingga jadi anggota NATO. 

"Kalau posisinya seperti itu pasti kan semakin kecil kemungkinan permohonan masuk Uni Eropa akan terkabul," ujar Suzie lagi. 

Presiden Voldymyr Zelensky, menurutnya, kemungkinan terpengaruhi oleh latar belakang ras, seperti Israel dan Yahudi. "Jadi dia menghadapi Rusia itu seperti orang Israel menghadapi orang Arab, karena lupa sejarah hubungan internasional," tambah Suzie lagi. 

Ia juga mengatakan, Zelensky banyak terpengaruh ajaran Zionis, sehingga caranya dalam menanggapi Rusia akan terpengaruh. 

Terkait kemungkinan perundingan antara kedua negara berselisih tersebut, Suzie menjelaskan bahwa opsi bagi Ukraina hanyalah tidak membuat Rusia semakin geram. "Kalau Zelensky mau negaranya diselamatkan oleh Putin, ia harus membiarkan negaranya netral dan tidak mungkin menjadi merdeka seperti yang diinginkan di awal," Suzie memungkasi. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Resolusi PBB

Resolusi PBB agar Rusia mengakhiri operasi militer di Ukraina sudah diadopsi, tapi hingga hari ke-14 invasi Moskow belum ada tanda agresi Negeri Beruang Merah ke negara yang dipimpin Volodymyr Zelenskyy bakal berakhir.

Upaya gencatan senjata sempat mengemuka dari pihak Rusia, dengan alasan kemanusiaan memberikan jalan untuk warga di daerah konflik untuk keluar karena kondisi serba kekurangan makanan, air, medis hingga listrik. Kendati demikian proses evakuasi gagal dilakukan, gempuran demi gempuran masih dilancarkan oleh pasukan Vladimir Putin.

Terbaru, Rusia menawarkan gencatan senjata baru dan menunjukkan bahwa mereka siap untuk membuka koridor evakuasi dari Kiev, Chernihiv, Sumy, Kharkiv dan Mariupol. Hasilnya masih dalam proses, suara tembakan masih terdengar di daerah yang disebutkan bakal dibuka koridor kemanusiaan.

Indonesia merupakan salah satu dari 141 negara yang mendukung resolusi PBB terkait akhir agresi Rusia di Ukraina. Pada teks resolusi tersebut, negara-negara yang bersepakat tegas mengecam operasi militer Rusia terhadap Ukraina. Agresi Rusia dinilai melanggar pasal 2 dari Piagam PBB terkait integritas wilayah.

Resolusi PBB itu memakai kata condemn dan deplore. "Mengecam (deplore) dengan istilah terkuat terhadap agresi dari Federasi Rusia melawan Ukraina," tulis resolusi itu, dikutip Jumat 4 Maret 2022.

"Mengutuk (condemn) deklarasi 24 Februari 2022 oleh Federasi Rusia terkait 'operasi militer khusus' di Ukraina."

Indonesia dan para anggota PBB sepakat bahwa wilayah yang direbut melalui kekuatan bersenjata tidak akan diakui. Perhatian juga diberikan kepada kondisi kemanusiaan yang semakin parah di Ukraina akibat invasi Rusia.

Terkait hal tersebut, FPCI yang merupakan komunitas hubungan internasional terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara menyatakan dukungannya atas langkah tepat Indonesia perihal resolusi PBB.

"Pada tanggal 2 Maret, Indonesia menjadi co-sponsor dan mendorong diadopsinya Resolusi PBB mengenai 'Aggression Against Ukraine' dengan total 141 negara mendukung, 35 negara tidak memberikan suara, dan 5 negara tidak mendukung," ungkap organisasi yang didirikan oleh Dino Patti Djalal tersebut melalui pesan tertulis yang dikutip Rabu (9/3/2022).

Langkah Indonesia mendukung resolusi PBB agar Rusia mengakhiri perang di Ukraina dinilai FPCI sebagai keputusan dan tindakan yang tepat dalam menyikapi invasi Rusia terhadap Ukraina.

"Diadopsinya resolusi di Majelis mum PBB menyimpulkan sikap komunitas global yang tegas menyatakan invasi Rusia adalah salah dan tidak sesuai dengan hukum internasional dan piagam PBB," jelas FPCI.

Pemungutan suara pada resolusi "Agresi Rusia terhadap Ukraina" yang menghasilkan 141-5, dengan 35 abstain, terjadi ketika Rusia membombardir kota terbesar kedua di Ukraina dan mengepung dua pelabuhan penting, dan konvoi besar kendaraan militer Rusia bersiap di luar ibu kota Ukraina, Kiev.

Hanya Belarusia, Suriah, Korea Utara, dan Eritrea yang bergabung dengan Rusia dalam menentang tindakan tersebut, sebuah indikasi kuat dari isolasi internasional yang dihadapi Presiden Rusia Vladimir Putin karena menyerang tetangganya yang lebih kecil—dan yang ingin ditekankan oleh para pendukung resolusi tersebut.

Negara yang abstain termasuk China dan India, seperti yang diharapkan, tetapi juga beberapa kejutan dari sekutu Rusia biasa Kuba dan Nikaragua. Dan Uni Emirat Arab, yang abstain pada resolusi Dewan Keamanan yang serupa pada hari Jumat, memilih "ya."

3 dari 5 halaman

Upaya Putin Bangun Keseimbangan Dunia Baru

Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan, Connie Rahakundini Bakrie menilai konflik Rusia-Ukraina merupakan upaya Vladimir Putin dalam membangun keseimbangan dunia Baru. Keseimbangan dunia Baru, menurut dia, agar satu kepentingan tidak mengganggu kepentingan lainnya.

Connie berharap, Indonesia bisa tampil tegas secara diplomatik juga secara militer dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia, seperti yang dilakukan Soekarno di masa lalu.

"Konflik Ukraina-Rusia, harus memberi pelajaran bagi Indonesia. Saatnya, Indonesia menyempurnakan konsep sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh rakyat dan semua sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, dan segenap wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan," kata Connie.

Sedangkan Pakar Teknologi Pertahanan Universitas Pertahanan, Romie Oktovianus Bura berpendapat, Ukraina bukanlah negara yang mudah ditaklukkan, karena di masa Uni Sovyet wilayah Ukraina adalah pusat pertahanan negara tersebut.

Invasi Rusia ke Ukraina, ujar Romie, berpotensi memicu krisis di kawasan Asia di sekitar Indonesia. Apalagi di sekitar wilayah Indonesia saat ini ada pangkalan militer sejumlah negara. "Apakah kita mampu, bila terjadi konflik di kawasan?" ujar Romie.

Dia menyarankan agar Indonesia membangun kemandirian industri pertahanan lewat upaya alih teknologi yang masif pada sektor industri pertahanan.

Adapun Dosen Hubungan International Universitas Diponegoro, Marten Hanura berpendapat berbagai sanksi dunia terhadap Rusia akan berdampak luas terhadap dunia. Karena itu, Pemerintah perlu melakukan multitrack diplomasi dalam menyerukan perdamaian dan menekan ketegangan dalam konflik tersebut.

Pendapat lain juga diutarakan Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan. Dia menilai bahwa pelajaran dari krisis Rusia-Ukraina bagi Indonesia adalah perlunya membangkitkan semangat patriotisme anak bangsa, agar mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

"Selama ini semangat patriotisme anak bangsa kalah dengan pemikiran-pemikiran pragmatis yang berkembang di masa kemerdekaan," tegas Farhan.

4 dari 5 halaman

Peristiwa Penting Hari Ke-13 Invasi Rusia

Berikut ini rangkuman peristiwa penting dari hari ke-13 invasi Rusia ke Ukraina, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (9/3/2022):

Koridor Kemanusiaan

Hari ketigabelas perang Rusia Ukraina jatuh pada Selasa 8 Maret. Hari itu tercatat Moskow membuka koridor kemanusian untuk memungkinkan orang meninggalkan lima kota Ukraina: Cherhihiv, Kharkiv, Mariupol dan ibu kota Kiev, serta Sumy. Kantor berita Interfax Rusia melaporkan.

Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan pada hari Selasa bahwa warga sipil akan mulai meninggalkan Sumy dan Irpin.

Sebelumnya, Rusia telah mengumumkan rencana untuk gencatan senjata lain dan pembukaan "koridor kemanusiaan" untuk membiarkan warga sipil di kota-kota Ukraina yang terkepung mengungsi ke arah pilihan mereka. Ini terjadi setelah Ukraina menolak rencana Rusia sebelumnya yang mengusulkan rute evakuasi sebagian besar ke Rusia dan sekutunya, Belarus.

Kota-Kota Besar Ukraina Jadi Target Rusia

Pasukan Rusia telah meluncurkan ratusan rudal dan serangan artileri, menjatuhkan bom kuat di daerah pemukiman Chernihiv, sebuah kota di utara Kiev, kata pejabat Ukraina. Mykolaiv di selatan dan Kharkiv, kota terbesar kedua di negara itu, juga diserang.

Pasukan Ukraina juga mempertahankan Odesa, kota pelabuhan terbesar di Ukraina, dari kapal-kapal Rusia. Tapi kolom unit lapis baja Rusia yang mengancam Kiev masih bersiaga.

Lebih Banyak Pembicaraan

Negosiator Rusia mengatakan mereka tidak memiliki perkembangan positif untuk dilaporkan setelah pembicaraan dengan Ukraina dan memperingatkan untuk tidak mengharapkan putaran berikutnya membawa hasil akhir.

Pembicaraan (ketiga antara Rusia Ukraina) itu "tidak mudah," kata Vladimir Medinsky.

Putaran keempat akan berlangsung segera, kata Rusia. Para menteri luar negeri Rusia dan Ukraina diperkirakan akan bertemu di Turki pada hari Kamis.

Korban Tewas

Intelijen militer Ukraina mengatakan bahwa pasukan Ukraina membunuh seorang jenderal Rusia di dekat kota Kharkiv yang terkepung – komandan senior Rusia kedua yang tewas dalam invasi tersebut.

Kementerian pertahanan Rusia tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.

Ukraina mengatakan pasukannya telah membunuh lebih dari 11.000 tentara Rusia. Rusia telah mengkonfirmasi sekitar 500 korban. Tidak ada pihak yang mengungkapkan korban Ukraina.

Sedikitnya sembilan orang, termasuk dua anak-anak, tewas dalam serangan udara "musuh" di kota Sumy, sekitar 350 kilometer (217 mil) timur Kiev, kata layanan penyelamatan Ukraina kepada AFP.

Krisis Minyak

Rusia memperingatkan bahwa harga minyak bisa melonjak menjadi $300 per barel dan mungkin menutup pipa gas utama ke Jerman jika Barat menghentikan impor minyak atas invasi ke Ukraina, karena pembicaraan damai membuat sedikit kemajuan.

Perusahaan gas alam Rusia Gazprom melanjutkan pengiriman gas melalui Ukraina dengan volume yang sama yaitu 109,5 juta meter kubik per hari, lapor kantor berita RIA Novosti.

Bantuan

Bank Dunia menyetujui pinjaman dan hibah senilai $723 juta untuk Ukraina yang akan ditransfer dalam beberapa hari ke depan. Negosiator kongres AS mendekati kesepakatan untuk memberi Ukraina miliaran dolar dalam bantuan darurat. Gedung Putih meminta $10 miliar.

5 dari 5 halaman

Infografis Syarat Putin Stop Serang Ukraina