Liputan6.com, Jakarta - Selama perang Rusia dan Ukraina, banyak informasi yang beredar di media sosial, namun kebenarannya belum terjamin. Beberapa hari terakhir, muncul hoaks bahwa petani di Ukraina menjarah roket Rusia.Â
Kabar ini tersebar di Twitter, serta sempat muncul di 9gag. Akan tetapi, kabar tersebut merupakan lelucon dan misinformasi.Â
Advertisement
Baca Juga
Penelusuran Liputan6.com, foto roket yang tersebar adalah foto roket Soyuz. NASA pernah memposting foto itu sebelumnya pada 2018 melalui Flickr.Â
Lokasi roket itu juga bukan berada di wilayah Ukraina, melainkan di Kazakhstan pada Oktober 2018. Roket itu sedang diangkut menuju area peluncuran di Baikonur Cosmodrome.Â
Soyuz merupakan roket Rusia yang produksinya dibuat sejak zaman Uni Soviet. Roket seperti itu pun tidak digunakan di invasi ke Ukraina.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Miliarder Rusia Ketar-ketir Penyitaan Aset Milik Barat
Sebelumnya dilaporkan, miliarder sekaligus presiden perusahaan logam Norilsk Nickel, Vladimir Potanin mengatakan bahwa ekonomi Rusia berisiko kembali masa revolusi 1917.
Itu akan terjadi jika Kremlin memutuskan menyita aset perusahaan Barat yang meninggalkan negara itu. Potanin pun meminta pemerintah Rusia untuk bertindak dengan sangat hati-hati terkait penyitaan aset.
"Pertama, itu akan membawa kita kembali seratus tahun lalu, yaitu di tahun 1917, dan konsekuensi dari langkah seperti itu bisa menuai ketidakpercayaan global terhadap Rusia di pihak investor - akan kita alami setelah beberapa dekade," kata Potanin, dalam pesan yang diposting di Akun Telegram Norilsk Nickel, dikutip dari CNN Business, Senin (13/3/2022).
"Kedua, keputusan beberapa perusahaan menangguhkan operasi di Rusia, menurut saya, agak emosional dan mungkin diambil sebagai akibat dari tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada mereka dari opini publik di luar negeri. Jadi kemungkinan besar mereka bisa kembali (berbisnis di Rusia). Dan Secara pribadi, saya akan menjaga kesempatan itu untuk mereka," ujar pengusaha terkaya di Rusia itu.
Selain itu, Potanin juga meminta Rusia untuk melonggarkan pembatasan mata uang asing sehingga bunga dapat dibayarkan atas obligasi dan pinjaman asing.
Jika pelonggaran itu tidak dilakukan, Potanin khawatir, Rusia berisiko gagal membayar seluruh utang luar negerinya, yang diperkirakannya mencapai sekitar USD 480 miliar.
Diketahui bahwa sektor bisnis Rusia dengan perusahaan dan investor dari negara-negara Barat tengah terhenti, karena sanksi yang dihadapi negara itu atas aksi militernya di Ukraina.
Hal itu terlihat ketika puluhan perusahaan Amerika Serikat, Amerika, Eropa dan Jepang, menangguhkan operasional mereka di Rusia.
Goldman Sachs dan JPMorgan termasuk salah satu di antara bank/layanan keuangan yang menangguhkan operasinal mereka di negara tersebut.
Advertisement