Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Rusia dan Ukraina masih melakukan negosiasi damai untuk menghentikan invasi Moskow ke Kiev. Meski belum menemui titik temu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengaku pembicaraan damai kini terdengar lebih realistis, namun masih perlu waktu untuk mencapai kesepakatan yang diinginkan.
Para pejabat Ukraina sebelumnya berharap agresi militer Rusia di negara itu dapat berakhir lebih cepat dari perkiraan, kemungkinan pada Mei. Mereka mengatakan, Moskow mungkin akan menerima sejumlah syarat akibat kegagalannya memasang pemerintah boneka dan menghadapi kekurangan tentara.
Baca Juga
"Pertemuan terus berlangsung, dan saya diberi tahu, sikap dalam perundingan sudah terdengar lebih realistis. Tapi masih diperlukan waktu agar keputusannya sesuai kepentingan Ukraina," kata Zelenskyy lewat siaran video jelang putaran perundingan berikutnya.
Advertisement
Memberi petunjuk tentang kemungkinan kompromi, Zelenskyy mengatakan Ukraina semula dipersiapkan untuk menerima jaminan keamanan dari Barat, tapi Barat menolak keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perang masih berkecamuk di wilayah Ukraina dengan korban tewas dan terluka yang terus bertambah. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kembali bereaksi atas gempuran-gempuran militer Rusia.
Terlalu Dini
Moskow memandang keanggotaan Ukraina di aliansi pertahanan Barat itu sebagai ancaman dan telah meminta jaminan agar negara itu tidak akan pernah bergabung.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan terlalu dini untuk memprediksi kemajuan perundingan.
"Ini tugas yang sulit, dan dalam situasi saat ini, fakta bahwa (perundingan) terus berlangsung mungkin positif," katanya, seperti dilansir Antara, Rabu (16/3/2022).
Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk melucuti militer dan membersihkan negara itu dari pengaruh Nazi (denazifikasi). Namun, Ukraina dan Barat menganggap hal itu hanya dalih Rusia untuk memicu "perang yang tak perlu".
Advertisement