Liputan6.com, Rzeszow - Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan melakukan perjalanan ke sebuah kota dekat perbatasan Polandia-Ukraina pada Jumat (25/3).
Ia diyakini mencoba untuk memberi sinyal tekad pada Barat melawan invasi Rusia yang semakin berubah menjadi perang.
Air Force One akan terbang ke kota Rzeszow di Polandia timur, membawa presiden Joe Biden kurang dari 80 km dari negara yang dilanda perang tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Perjalanan itu dirancang untuk menggarisbawahi kesediaan Washington untuk membela sekutu soal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran meningkat bahwa perang yang telah berlangsung sebulan di Ukraina dapat meluas ke barat, memicu apa yang disebut presiden AS sebagai "Perang Dunia III".
Penolakan Kremlin untuk mengesampingkan penggunaan senjata nuklir, dan aliran disinformasi Rusia tentang senjata kimia dan biologi di Ukraina telah membuat Kiev dan sekutunya takut akan efek yang bahkan lebih serius.
Rusia dituduh menggunakan bom fosfor dan penembakan membabi buta di wilayah sipil -- sesuatu yang dicap Amerika Serikat sebagai kejahatan perang.
Dengan latar belakang itu, Biden akan bertemu dengan anggota Divisi Lintas Udara ke-82 AS, bagian dari pengerahan NATO yang semakin kuat ke sayap timurnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
NATO Kerahkan Pasukan
Pada pertemuan darurat di Brussels pada Kamis (24/3), NATO mengumumkan pengerahan pasukan lebih lanjut ke Rumania, Hongaria, Slovakia dan Bulgaria, serta memperkuat pertahanan kimia dan nuklir jika Rusia memperluas serangannya di luar Ukraina.
Di Polandia, Joe Biden juga akan menerima pengarahan tentang situasi kemanusiaan yang mengerikan di Ukraina, yang telah menyaksikan lebih dari 3,5 juta orang keluar dari negara itu, sebagian besar ke Polandia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa percaya bahwa lebih dari setengah anak-anak Ukraina telah mengungsi dari rumah mereka, "sebuah tonggak sejarah yang suram yang dapat memiliki konsekuensi abadi untuk generasi yang akan datang", menurut kepala UNICEF Catherine Russell.
Advertisement