Sukses

Pengamat: Tak Hadiri G20 Jika Ada Rusia, AS Perlakukan Indonesia Seperti Ukraina

Pengamat Hikmahanto Juwana menilai bahwa AS seperti meninggalkan Indonesia begitu saja.

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat telah berulang kali menyampaikan maksudnya untuk mengusir Rusia dari keanggotaan G20. Bahkan yang terbaru, AS menyatakan tidak akan menghadiri KTT G20 jika Rusia juga hadir.

"Jadi Presiden Biden menjelaskan, dan saya tentu setuju dengannya, bahwa itu tidak bisa menjadi persoalan biasa di mana pun —untuk Rusia— di lembaga keuangan mana pun," kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen selama dengar pendapat House Financial Services Committee seperti dikutip dari The Hill, Kamis (7/4/2022).

"Dia meminta Rusia dikeluarkan dari G20," kata Yellen menanggapi pertanyaan di persidangan, menambahkan, "Dan saya telah menjelaskan kepada rekan-rekan saya di Indonesia bahwa kami tidak akan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan jika Rusia ada di sana."

Yellen berbicara dengan House Financial Services Committee pada hari Rabu, ketika mengatakan AS akan menolak untuk berpartisipasi dalam "sejumlah" pertemuan G20 tahun ini jika "Rusia ada di sana," Bloomberg melaporkan.

Hal ini pun menimbulkan dilema baru bagi Indonesia sebagai Presidensi G20. 

Pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana menilai sikap Amerika Serikat yang seperti demikian bak meninggalkan Indonesia untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. 

"Sikap AS seolah memperlakukan Indonesia sama dengan Ukraina saat diserang oleh Rusia, ditinggalkan sendirian untuk memecahkan masalah," ujar Himahanto ketika dihubungi Liputan6.com, Jumat (8/4/2022). 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 
2 dari 4 halaman

Indonesia Menuruti Kemauan AS

Menurut Hikmahanto, Indonesia sebelumnya selalu menuruti kemauan Amerika Serikat. Padahal seperti Ukraina yang hendak bergabung dalam NATO, Indonesia sebelumnya telah menuruti kemauan AS dan sekutunya untuk berhadapan dengan Rusia

Indonesia telah menjadi co-sponsor di mana AS menjadi sponsor utama atas Resolusi Majelis Umum PBB untuk mengutuk serangan Rusia. Hikmahanto menambahkan, tentu Indonesia layak dihukum oleh AS dan sekutunya bila suara Indonesia abstain, bahkan menentang Resolusi PBB yang mengutuk Rusia.

"Lebih lanjut sikap AS seolah tidak berempati dengan posisi Indonesia sebagai Tuan Rumah G20," ungkapnya. 

Hal ini mengingat Indonesia telah melakukan berbagai persiapan, bahkan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan di tingkat teknis untuk membahas terobosan bagi tumbuhnya perekonomian dunia.

Semua ini dimatikan karena medan perang antara Rusia dengan AS dan sekutunya telah dipindahkan dari Ukraina ke Indonesia.

3 dari 4 halaman

Ego AS

Menurut Hikmahanto, tidak seharusnya ego AS dan sekutunya terhadap Rusia dilampiaskan ke Indonesia yang sudah berani mengutuk Rusia atas serangannya. Terlebih Indonesia berisiko untuk kehilangan sahabatnya dan dimasukkan dalam katagori negara-negara yang tidak bersahabat oleh Rusia.

"Indonesia masih memiliki ketergantungan dengan Rusia yang cukup signifikan mulai dari suku cadang pesawat tempur Shukoi hingga BBM yang telah disuling," jelasnya lagi.

"Bagi Indonesia harapan terhadap AS dan sekutunya sangat sederhana," tambah Hikmahanto. 

Menurutnya, pertama jangan pindahkan konflik dengan Rusia ke Forum G20.

"Tidak seharusnya pernyataan akan hadir atau tidak disampaikan pada saat ini dan digantungkan pada syarat hadir tidaknya Rusia. Biarkan semua mengalir pada saatnya," ujarnya. 

Kedua, Indonesia tidak ingin ditekan dalam mengundang Rusia sebagai anggota G20. 

"Bukannya tidak mungkin bila Indonesia mengikuti kehendak AS dan sekutunya maka Rusia akan mendapatkan dukungan dari China dan mungkin India. Dua negara ini akan bersikap untuk tidak hadir bila Rusia dihalangi untuk hadir," ungkapnya lagi. 

Padahal China dan India merupakan dua negara penting di G20 karena memiliki jumlah penduduk yang besar.

Ketiga, AS dan sekutunya terus mendukung Indonesia sebagai Presiden dan tuan rumah yang baik dalam pelaksanaan event G20 tahun ini.

"Indonesia tidak ingin masalah geopolitik di Eropa berimbas pada pembahasan perekonomian dunia di masa mendatang. Terlebih dijadikan medan untuk melanjutkan upaya menjatuhkan Putin sebagai Presiden Rusia," sambungnya. 

4 dari 4 halaman

Apa yang Harus Dilakukan Menlu RI?

"Pertama saya apresiasi apa yang akan dilakukan Menlu Retno Marsudi," ujar Hikmahanto. 

Menurutnya, karena kalau ujungnya nanti G20 gagal diselenggarakan bahkan bubar karena pertikaian AS dan sekutunya Vs Rusia, Indonesia sbg presiden sudah melakukan upaya dan ikhtiar.

"Ini jauh lebih baik ketimbang berharap waktu akan menyelesaikan pertikian dua kelompok," ungkapnya. 

Menurut Hikmahanto, sejumlah hal yang harus dilakukan Menlu Retno adalah sebagai berikut:

Pertama, memberi pemahaman kepada negara-negara pro AS bahwa yang diminta oleh Rusia adalah jaminan bahwa NATO tidak melakukan ekapansi terus ke Timur.

Kedua, meminta agar negara Eropa untuk membuat jaminan tertulis bahwa mereka tidak akan menerima Ukraina sebagai anggota NATO.

Ketiga, bertemu lagi dengan Rusia membawa bekal inj dan meminta agar Rusia lakukan gencatan senjata.

Selanjutnya ke Ukraina, Indonesia meminta agar Presiden Volodymyr Zelenskyy tidak melakukan provokasi ke Rusia dan lebih mengedepankan rakyatnya.

"Karena provokasi terhadap Rusia akan meningkatkan agresivitas Rusia dan itu dilampiaskan dengan membuat rakyat Ukraina dalam situasi yang sulit," tutup Hikmahanto.Â