Sukses

Ada 4.000 Orang di Stasiun Ukraina yang Diserang Roket, 52 Tewas

Serangan roket di stasiun Ukraina menewaskan puluhan orang. Banyak orang kehilangan tangan dan kakinya.

Liputan6.com, Kramatorsk - Sebuah roket menghantam stasiun kereta di Kramatorsk, Ukraina. Serangan itu menewaskan setidaknya 52 orang dan puluhan lainnya terluka. Pejabat daerah setempat berkata ada lima anak-anak Ukraina yang jadi korban. Tak sedikit korban yang kehilangan tangan dan kakinya.

Dilaporkan AP News, Sabtu (9/4/2022), beredar foto-foto korban di area stasiun kereta. Pada roket itu juga tertulis "untuk anak-anak" dalam bahasa Rusia. Ada sekitar empat ribu orang yang berada di stasiun untuk ketika roket menghantam. 

Pihak Rusia membantah melakukan penyerangan. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkata melancarkan investigasi untuk mengetahui siapa yang memberikan perintah dan dari mana misilnya berasal, serta bagaimana serangan tersebut bisa disetujui.

Wali Kota Kramatorsk, Oleksandr Goncharenko, berkata rumah sakit lokal kesulitan untuk merawat para korban.

"Banyak orang yang berada dalam kondisi serius, tanpa tangan atau kaki," ujar Goncharenko.

Menteri Pertahanan Inggris Ben Walla berkata serangan tersebut adalah kejahatan perang, sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut serangan tersebut tidak diterima.

Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen juga mengaku tak bisa menggambarkan serangan tersebut dengan kata-kata. Ia menyebut aksi sinis Rusia sulit untuk diukur.

Menurut laporan BBC, Presiden Zelensky berkata serangan di stasiun kereta ini akan ia bawa ke pengadilan internasional sebagai tindak kejahatan perang.

"Pertanggungjawaban tidak bisa dihindari," ucapnya.

Presiden Volodymyr Zelensky turut berterima kasih atas peran Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen yang secara pribadi terlibat untuk menyiapkan tim investigasi gabungan atas tindakan-tindakan Rusia dan memberikan keadilan kepada para pelaku.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Rusia di Dewan HAM PBB, Indonesia Pilih Abstain

Resolusi ketiga dari PBB telah diputuskan: Rusia ditangguhkan dari Dewan HAM organisasi tersebut.

Keputusan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kota New York, Amerika Serikat, pada Kamis 7 April 2022 waktu Jakarta itu dihasilkan lewat pemungutan suara dengan rincian 93 negara mendukung, 24 negara menolak dan 58 negara abstain termasuk Indonesia.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (9/4/2022), sikap Indonesia memilih abstain dalam Sidang Majelis Umum PBB terkait penangguhan keanggotaan Rusia di Dewan HAM PBB, tidak bisa diartikan bahwa Indonesia tidak memiliki keprihatinan yang mendalam atas apa yang terjadi di Bucha, Ukraina.

Faizasyah menambahkan, keputusan abstain itu diambil karena sebelumnya sudah ada gagasan yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk membentuk tim investigasi independen yang akan menyelidiki dugaan kejahatan perang yang terjadi di Ukraina.

"Jadi akan lebih baik bila komisi tersebut diberi kesempatan untuk melakukan investigasi. Barulah kita memberikan satu sikap di forum-forum internasional. Karena kita tidak ingin ada satu preseden yang kemudian seakan-akan kita menghakimi sebelum investigasi dilakukan," kata Faizasyah.

Faizasyah mengungkapkan, Indonesia sangat mendukung pembentukan tim penyelidik independen untuk mencari fakta-fakta tentang dugaan kejahatan perang di Ukraina.

Menurutnya, sikap Indonesia yang menunggu hasil inevstigasi tim independen PBB tersebut sejalan dengan pandangan negara-negara lainnya. Menurutnya, menuding secara semena-mena tanpa melalui proses penyelidikan yang baik merupakan preseden buruk.

Faizasyah menegaskan sikap Indonesia tidak bisa diartikan sebagai sikap lemah dalam penegakan HAM. Ia mengatakan, Dewan HAM memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi negara-negara anggota untuk memberikan perpespektif terhadap sebuah isu. Indonesia tidak ingin Dewan HAM hanya menyuarakan pandangan satu pihak saja.

3 dari 4 halaman

Akankah AS Boikot G20 di Indonesia?

Pihak Amerika Serikat memberikan klarifikasi atas potensi boikot G20 di Indonesia. Hingga kini bisa dipastikan belum ada rencana pasti untuk melakukan boikot. Wacana itu awalnya beredar karena ucapan Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen.

"Ia (Presiden Joe Biden) meminta agar Rusia dicopot dari G20 dan saya telah memperjelas kepada kolega-kolega saya di Indonesia bahkan kami tidak akan berpartisipasi di sejumlah pertemuan jika orang-orang Rusia ada di sana," ujar Janet Yellen.

Menurut laporan The Week, Jumat (8/4), Janet Yellen ternyata tidak membahas seluruh rangkaian G20, melainkan hanya acara terkait kementerian keuangan. Klarifikasi pun telah diberikan oleh pihak Kementerian Keuangan AS. 

Seorang juru bicara kemudian mengklarifikasi bahwa Yellen mengacu pada pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral yang ditetapkan pada 20 April di Washington.

Menteri keuangan G20 dan gubernur bank sentral bertemu beberapa kali dalam setahun, biasanya di negara tuan rumah yang bergiliran setiap tahun. Sesi April direncanakan berlangsung di sela-sela pertemuan musim semi IMF-Bank Dunia di Washington.

Yellen diperkirakan akan menghadiri pertemuan menteri keuangan G-20 pada April di Bali.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, mengaku telah mendengar klarifikasi tersebut. 

Pertemuan puncak G20 Indonesia akan digelar pada pertengahan November 2022. Saat ini, ada sejumlah diskusi dan forum yang digelar dalam Engagement Groups dan Working Groups.

Isu-isu yang dibahas ada yang fokus di ekonomi, seperti infrastruktur, perdagangan, dan energi, namun ada juga isu seperti forum kepemudaan, sains, parlemen, kelompok sipil, dan perkotaan.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, menyatakan Presiden Rusia Vladimir Putin berminat untuk datang ke Indonesia demi menghadiri G20 di Bali. Namun, Dubes Rusia belum bisa memberikan komitmen penuh karena masih banyak faktor-faktor yang harus dipertimbangkan. 

Invasi Rusia di Ukraina juga masih berlanjut saat ini. Pasukan Rusia belakangan ini mulai mundur dari ibu kota Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky masih terus meminta agar pemerintah-pemerintah dunia mengerahkan sanksi kepada Rusia.

4 dari 4 halaman

Tentara Ukraina Eksekusi Prajurit Rusia di Pinggir Jalan Terekam Kamera

Sebuah video beredar di Telegram yang menampilkan eksekusi beberapa tentara Rusia yang ditangkap. Lokasi berada di desa dekat ibu kota Kyiv. Tentara Rusia sedang mundur dari Kyiv yang hingga kini berhasil dikendalikan pemerintahan Volodymyr Zelensky. 

Pada video viral itu, tampak juga dua tentara Rusia yang terbaring di pinggir jalanan, di atas genangan darah segar. Tentara Ukraina yang menangkap mereka menembak mereka beberapa kali, lalu ternyata prajurit Rusia itu masih bergerak, kemudian ditembak lagi. 

Ada pula setidaknya tiga tentara Rusia lain yang terlihat tewas. Salah satunya dengan posisi kedua tangan terikat di punggung.

Keaslian video itu telah diverifikasi oleh The New York Times. Video itu difilmkan di Dmytrivka yang berjarak sekitar 11 kilometer dari Bucha yang menjadi lokasi pembantaian warga sipil Ukraina oleh pihak Rusia. Para tentara Rusia itu dapat teridentifikasi dari arm band mereka. Kendaraan mereka yang hancur juga terlihat di kamera. 

Menurut The New York Times, Jumat (8/4/2022), tentara Rusia itu kemungkinan disergap pada sekitar akhir Maret lalu. Kota-kota kecil di sekitar barat Kyiv dilaporkan menjadi lokasi pertempuran ganas dalam beberapa pekan terakhir.

Duta Besar Ukraina di Indonesia, Vasyl Hamianin, sempat menuduh tentara Rusia mencuri dari kota-kota kecil di Ukraina, seperti makanan dan perhiasan. Sebuah tweet viral bahkan menyebut tentara Rusia mencuri PlayStation.

Kementerian Pertahanan Ukraina turut menyorot banyaknya kendaraan-kendaraan militer Rusia yang hancur. Legion internasional juga turut membantu mengusir tentara Rusia dari Ukraina, di antaranya yakni legion dari Georgia. Pada 2008, Rusia juga pernah menyerang Georgia.Â