Liputan6.com, Kiev - Laporan PBB terbaru yang dirilis pada Selasa 12 April 2022 menyebut pandemi COVID-19 menjerumuskan 77 juta orang lebih banyak ke dalam jurang kemiskinan ekstrem tahun lalu. Banyak negara berkembang yang tidak bisa pulih karena ongkos pelunasan utang yang melumpuhkan – dan itu belum ditambah dampak perang Rusia Ukraina.
Laporan itu menyatakan negara-negara kaya dapat menyokong pemulihan diri dari kemerosotan pandemi COVID-19 dengan jumlah pinjaman mencapai rekor dan suku bunga amat rendah.
Baca Juga
Di sisi lain, negara-negara paling miskin menghabiskan miliaran dolar untuk melunasi utang mereka dengan menghadapi ongkos pinjaman yang jauh lebih tinggi, mencegah mereka menganggarkan perbaikan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan, perlindungan lingkungan dan upaya mengurangi ketidaksetaraan.
Advertisement
Menurut PBB, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (13/4/2022), 812 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrem – dengan penghasilan $1,9 per hari atau kurang – pada tahun 2019, dan pada 2021 di tengah pandemi angka itu meningkat hingga 889 juta orang.
Laporan PBB itu mengulas pembiayaan untuk mencapai tujuan pembangunan PBB tahun 2030, termasuk mengakhiri kemiskinan, memastikan pendidikan berkualitas bagi semua generasi muda, serta mencapai kesetaraan gender.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mengatakan pada konferensi pers bahwa upaya itu “dilakukan pada saat-saat kritis bagi umat manusia. Sehingg menambah krisis yang semakin parah akibat serangan iklim terhadap sistem alam kita dan pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.”
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Global Perang Rusia Ukraina
Selain itu, kata Amina Mohammed, adalah akibat dampak global perang di Ukraina.
Analisis PBB mengindikasikan “1,7 miliar orang menghadapi lonjakan biaya pangan, energi dan pupuk sebagai akibat dari perang di Ukraina,” ungkap Mohammed.
Laporan itu memperkirakan PDB per kapita di 20 persen negara berkembang tidak akan kembali ke tingkat pra-2019 pada akhir 2023 mendatang, bahkan sebelum mereka terdampak perang Rusia di Ukraina.
Laporan itu menyebut negara-negara berkembang paling miskin, rata-rata membayarkan 14 persen pendapatan mereka untuk melunasi bunga utang, dengan banyak yang terpaksa memotong anggaran pendidikan, infrastruktur, dan belanja modal sebagai akibat dari pandemi. Di sisi lain, negara-negara maju hanya membayar 3,5%.
Perang di Ukraina akan memperburuk tantangan itu, menurut laporan tersebut. selain itu, perang juga akan menyebabkan harga energi dan komoditas yang semakin tinggi, gangguan rantai pasokan baru, inflasi yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih rendah, dan peningkatan volatilitas di pasar keuangan.
Advertisement
PBB: Perang Ukraina-Rusia Sebabkan Kenaikan Tinggi Harga Makanan Dunia
Perang Ukraina menyebabkan "lompatan raksasa" dalam harga pangan bulan lalu ke rekor tertinggi lainnya, kata PBB.
Perang telah memotong pasokan dari eksportir minyak bunga matahari terbesar di dunia yang berarti biaya alternatif juga meningkat.
Ukraina juga merupakan produsen utama sereal seperti jagung dan gandum yang telah memicu peningkatan harga untuk produk-produk itu.
PBB mengatakan "perang di wilayah Laut Hitam menyebarkan guncangan melalui pasar untuk biji-bijian pokok dan minyak nabati" demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (9/4/2022).
Indeks Harga Pangan PBB melacak komoditas makanan yang paling banyak diperdagangkan di dunia yang mengukur harga rata-rata sereal, minyak sayur, susu, daging, dan gula.
Harga makanan berada pada level tertinggi sejak pencatatan dimulai 60 tahun lalu menurut indeks, yang melonjak hampir 13% pada Maret, menyusul rekor tertinggi Februari.
Di Level Tertinggi Sejak 10 Tahun Sebelum Perang Rusia Ukraina
Harga komoditas makanan sudah berada di level tertinggi 10 tahun sebelum perang di Ukraina menurut indeks karena masalah panen global.
Itu telah memicu krisis biaya hidup yang mengkhawatirkan politisi dan telah memicu peringatan kerusuhan sosial di seluruh dunia.
Di Inggris, para pakar industri telah memperingatkan bahwa biaya makanan bisa naik hingga 15% tahun ini.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB memperingatkan bulan lalu bahwa harga pangan bisa naik hingga 20% sebagai akibat dari konflik di Ukraina, meningkatkan risiko peningkatan kekurangan gizi di seluruh dunia.
Ini telah memotong proyeksi gandum dunia untuk tahun 2022 dari 790 juta ton menjadi 784 juta, karena kemungkinan bahwa setidaknya 20% dari tanaman musim dingin Ukraina tidak akan dipanen karena "kehancuran langsung".
Tetapi dikatakan stok sereal global dapat mengakhiri tahun 2,4% lebih tinggi dari awal karena stok menumpuk di Rusia dan Ukraina karena ekspor kedua negara akan menyusut.
Advertisement