Sukses

Laporan HAM AS Sorot Penembakan 6 Anggota FPI di Tol Cikampek

Laporan HAM AS membahas penembakan 6 anggota Laskar FPI di Tol Cikampek. Unlawful killing juga jadi sorotan.

Liputan6.com, Jakarta - Laporan Hak Asasi Manusia (HAM) 2021 dari pemerintah Amerika Serikat menyorot penembakan enam anggota Laskar FPI di Tol Cikampek, Jawa Barat. Kasus itu masuk dalam bagian "Penghilangan Nyawa Sewenang-Wenang dan Pembunuhan Tidak Sah (Unlawful Killing) atau Bermotivasi Politik."

Pada laporan itu, Kementerian Luar Negeri AS merujuk pada laporan Komnas HAM terkait penembakan enam anggota FPI pada Desember 2020. 

"Komisi tersebut menemukan bahwa polisi tanpa hukum membunuh empat anggota front yang sudah diahan polisi dan melabel pembunuhan itu sebagai sebuah pelanggaran HAM," tulis laporan HAM AS, dikutip Jumat (15/4/2022). 

Salah satu dari tiga petugas itu telah meninggal pada kecelakaan pada Januari 2021.

Kasus-kasus lain yang disorot laporan HAM AS berada dari berbagai daerah, mulai dari kota Baubau ketika polisi menangkap Samsul Egar atas dugaan kasus narkoba, namun meninggal di rumah sakit. Ada juga kasus kematian Herman Alfred pada 2020. 

Herman Alfred dituduh mencuri ponsel dan dibawa ke kantor aparat di Balikpapan. Diduga ada enam petugas yang menganiaya Herman secara fisik sehingga membuatnya meninggal. Pada September 2021, kasus masih berjalan. 

Selain itu, laporan HAM AS turut menyorot masalah kebebasan berpendapat. Hukuman di ranah digital dinilai disalahgunakan. 

"Para NGO melaporkan bahwa hukum-hukum tersebut sering digunakan untuk menjerat kritikus pemerintah," tulis laporan HAM AS.

Hingga kini, UU ITE memang sering dikritik karena pasal karet, seperti Pasal 27 ayat 3.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Anggota Polisi Terdakwa Kasus Unlawful Killing Laskar FPI Divonis Bebas

Sebelumnya dilaporkan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas dua personel polisi, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin, yang menjadi terdakwa kasus unlawful killing laskar FPI pada Jumat (18/3).

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, Briptu Fikri terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama, sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer. Kendati demikian, keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan dan pemaaf merujuk pledoi kuasa hukum.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin sebagai dakawan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melapaui batas, tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf," kata Ketua Hakim Muhammad Arif Nuryanta, Jumat (18/3).

Atas hal itulah, majelis hakim memerintahkan untuk melepaskan kedua terdakwa dari segala tuntutannya. Selain itu, ia juga memerintahkan barang bukti dikembalikan penuntut umum.

"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, memulihkan hak-hak terdakwa. Menetapkan barang bukti seluruhnya dikembalikan ke penuntut umum," ujarnya.

Mendengar putusan itu, Henry Yosodiningrat selaku kuasa hukum menyatakan menerima atas putusan yang diberikan oleh majelis hakim kepada kliennya.

"Alhamdulilah kami menerima putusan itu," ujar Henry.

3 dari 4 halaman

Pertimbangan Hakim

Terdakwa kasus pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing atas enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek yaitu Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan lolos dari jeratan hukum. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyampaikan, tindakan terdakwa tidak bisa diganjar pidana.

Putusan itu dibacakan saat sidang vonis kasus unlawful killing terhadap enam Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Jumat (18/3/2022).

Dalam menyusun amar putusan, hakim mempertimbangkan berbagai fakta. Diuraikan, tembakan dari Ipda Elwira Priadi (almarhum) dan terdakwa ke anggota FPI bertujuan untuk mempertahankan serta membela diri.

Hakim menyebut, kedua terdakwa diserang oleh Laskar FPI di dalam mobil. Mereka mencekik dan merebut senjata serta menjambak rambut terdakwa.

"Pengadilan berpendapat Ipda Elwira alhamarhum, Ipda M Yusmin Ohorella, Bripka Faisal, dan terdakwa dalam tugas khusus mengamankan dan membela diri karena anggota FPI yang telah menyerang dan menembak mobil yang ditumpangi Ipda Elwira, Yusmin Faisal, dan terdakwa," kata Hakim membacakan amar putusan.

Hakim menyampaikan, terdakwa terpaksa melakukan pembelaan diri atas serangan tersebut dengan melakukan tindakan tegas terukur. Apabila hal tersebut tidak dilakukan dan senjata milik terdakwa berhasil direbut oleh anggota FPI bukan tidak mungkin Ipda Elwira Priadi (almarhum), dan terdakwa menjadi korban sendiri.

"Serangan itu merupakan serangan yang sangat dekat cepat dan. Senjata yang digunakan adalah senjata semi otomatis yang dalam keadaan sudah terkokang sehingga hal tersebut sangat mungkin terjadi penembakan yang berturut-turut," ujar dia.

Hakim menyampaikan, tindakan dikualifikasikan sebagai pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Maka dari itu, Majelis Hakim berpendapat, sifat melawan hukum terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa terhapuskan.

Selain itu, alasan pemaaf yang menghapus kesalahan terdakwa sehingga terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dengan dijatuhi pidana. Hakim memutuskan agar terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum.

4 dari 4 halaman

Jaksa Ajukan Kasasi

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) melakukan kasasi atas putusan lepas dua terdakwa kasus Unlawful Killing penembakan Laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek, Ipda Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan.

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, mengonfirmasi langsung kepada awak media terkait kasasi tersebut. Tim jaksa juga memiliki alasan sendiri mengenai kasasi itu.

"JPU pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Ketut Sumedana, Kamis (24/3/2022) malam.

Ketut menjelaskan, tim jaksa menganggap hakim tidak cermat dalam menerapkan hukum pembuktian pada kasus penembakan Laskar FPI. Sehingga terdapat kekeliruan dalam menyimpulkan dan mempertimbangkan fakta hukum dari alat bukti keterangan saksi-saksi, ahli, surat yang telah dibuktikan dan dihadirkan penuntut umum di persidangan.

"Sehingga membuat kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primair tersebut dikarenakan pembelaan terpaksa (Noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Excess)," urai Ketut.Â