Liputan6.com, Kuala Lumpur - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melarang ekspor sawit (Crude Palm Oil/CPO) dengan tujuan menjaga persediaan di dalam negeri. Kebijakan larangan ekspor CPO itu dianggap sebagai kesempatan bagi Malaysia untuk menarik para pelanggan Indonesia.
Kebijakan ini diambil Jokowi setelah munculnya berbagai pemberitaan soal kelangkaan minyak. Kasus ini turut disorot oleh The Economist mengingat Indonesia memiliki produksi CPO melimpah, tetapi minyak bisa langka.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan New Straits Times, Selasa (26/4/2022), negeri jiran Malaysia bisa menjadi pemenang dari kebijakan larangan ekspor ini. Grup perbankan investasi spesialis yang berbasis di Malaysia,Affin Hwang Capital menyebut Malaysia bisa mengambil benefit dari negara-negara yang biasa jadi tujuan ekspor minyak sawit Indonesia.
"Melihat berkurangnya ekspor produk minyak sawit Indonesia, kami melihat bahwa Malaysia bisa untung sebab sebagian pembeli akan perlu bergeser ke eksportir Malaysia," jelas Affin Hwang Capial.
Public Investment Bank Bhd juga menyatakan bahwa Malaysia bisa meraih benefit karena importir bisa beralih ke Malaysia. Sementara, analis dari RHB Research berkata para pemain dari Malaysia bisa menang berkat kebijakan Jokowi, begitu juga para pemain yang memiliki kapasitas hilir (downstream) di Indonesia, seperti Wilmar Group, KLK, Sarawak Oil Palms Bhs dan Ta Ann.
"Para eksporter CPO di Indonesia akibatnya akan terdampak, sementara pemain hilir dengan kapasitas refining akan untung, sebab akan ada pergeseran signifikan pada mekanika demand-supply di negara tersebut, sehingga persediaan domestik akan melimpath," ujar Hoe Lee Leng, analis RHB Research.
Namun, ia mengingatkan bahwa bisa saja refiner CPO akan menahan diri untuk menantikan pelarangan dari pemerintah Jokowi dicabut.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Reaksi Emiten Sawit
Sebelumnya dilaporkan bahwa pemerintah bakal setop ekspor minyak goreng beserta bahan baku minyak goreng mulai 28 April 2022. Kebijakan ini mendapat respons negatif dari berbagai pihak. Meski begitu, salah satu emiten produsen CPO, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) akan tetap mengikuti kebijakan tersebut.
Communication and Investor Relations Manager Astra Agro Lestari Fenny Sofyan menilai, larangan ekspor tersebut dalam rangka untuk menjaga pasokan dalam negeri. Dengan demikian, pasokan di dalam negeri jadi melimpah dan harganya bisa tetap murah.
"Oleh sebab itu, Astra Agro menyatakan patuh terhadap kebijakan tersebut,” kata Fenny kepada Liputan6.com, Senin (25/4/2022).
Fenny menambahkan, selama ini strategi penjualan Astra Agro grup melihat penawaran atau harga terbaik antara ekspor dan domestik.
"Dengan kebijakan larangan ekspor maka kami akan mengoptimalkan strategi penjualan di pasar domestik,” imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa mengatakan kinerja perseroan tahun ini benar-benar dibayangi ketidakpastian lebih tinggi dari sebelumnya. Sehingga perseroan juga tidak bisa memberikan pandangan yang pasti mengenai target kinerja sampai akhir tahun.
“Kalau melihat kondisi produksi, mudah-mudahan tahun ini bisa lebih baik daripada tahun lalu, karena tahun lalu kita mengalami penurunan terutama di kebun inti,” kata Santoso.
Sementara untuk keseluruhan CPO masih tumbuh, tetapi lebih banyak dikontribusikan oleh pihak luar. Sehingga harapannya untuk tahun ini paling tidak secara produksi bisa seimbang dengan tahun lalu. Dari sisi keuangan, Santoso mengatakan kendati ada peningkatan pendapatan tetapi diikuti dengan beban yang turut tumbuh.
"Kalau melihat tentang keuangan, walaupun tampak harganya meningkat cukup tajam, tapi cost kita juga meningkat sangat tajam. Dan apa yang akan terefleksi di kuartal I belum tentu merefleksikan apa yang terjadi di sepanjang tahun ini,” ujar Santosa.
Advertisement
Larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng Sesuai Arahan DPR
Menurut Pimpinan Komisi VI, Mohamad Hekal, selaku pemimpin rapat saat itu, Komisi VI sudah merekomendasikan Kementerian Perdagangan untuk menghentikan ekspor CPO apabila harga kewajaran tidak tercapai, seperti yang tercantum pada poin kedua kesimpulan rapat.
“Di dalam kesimpulan rapat poin kedua disebutkan, bahwa komisi VI DPR RI meminta Kementerian Perdagangan RI, ketika kewajaran harga tidak tercapai, maka pemerintah harus mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan ekspor minyak kelapa sawit,” katanya, Sabtu (23/4).
Menurut Hekal, Komisi VI sudah mewanti wanti Pemerintah apabila kebijakan di level para menteri tidak juga berhasil, kami meminta untuk diberlakukan pelarangan ekspor sebagai shock therapy. Dengan keluarnya kebijakan tegas presiden Jokowi melarang ekspor CPO dan minyak goreng, maka dianggap telah sejalan dengan usulan Komisi VI DPR RI.
“Kita bersyukur, dengan demikian kebijakan presiden itu sudah sejalan dengan aspirasi Komisi VI yang pernah mengusulkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng demi menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di dalam negeri," katanya.
Namun, politisi Partai Gerindra itu meminta kebijakan larangan ekspor minyak goreng itu jangan sampai malah merugikan pihak petani sawit, yang selama ini menggantungkan hidupnya dari komoditas itu.
“Untuk itulah kami meminta agar para petani sawit dilindungi. Mengingat hal ini juga menyangkut mata pencaharian petani sawit di Indonesia yang jumlahnya signifikan,” katanya.
DPR: Tindak Tegas Semua Pemainnya
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Yulian Gunhar mendukung kebijakan tegas yang diambil oleh Presiden Jokowi itu.
"Kebijakan tegas melarang ekspor CPO dan minyak goreng ini harus kita dukung demi menjamin ketersediaan minyak goreng di dalam negeri dengan harga terjangkau," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (23/4).
Menurut Gunhar selain mendukung langkah tegas pemerintah itu, DPR juga berencana menindaklanjuti kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng dengan membentuk Pansus Mafia Minyak Goreng.
"Senayan bersama pemerintah akan semakin kencang melawan mafia minyak goreng. Di mana DPR akan segera menindaklanjuti langkah tegas presiden itu dengan membentuk Pansus Mafia Migor," katanya.
Bahkan, Gunhar menambahkan dalam waktu dekat DPR juga akan membentuk Pansus untuk mengusut praktik mafia pangan terhadap sembilan bahan pokok, selain minyak goreng. Mengingat bahan-bahan kebutuhan pokok selain minyak goreng juga rawan menjadi ajang permainan para mafia.
"Bukan hanya Migor, DPR juga akan segera membentuk pansus pangan, termasuk sembilan bahan pokok (sembako)," pungkasnya.
Anggota DPR Dapil Sumsel II itu juga meminta kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng itu disertai dengan pengawasan ketat dari produsen sampai distributor akhir. Demi memastikan harga minyak goreng terjangkau ketika pasokan berlimpah.
"Kami meminta pemerintah tegas melakukan pengawasan tata niaga minyak goreng, serta menindak tegas seluruh pemain yang mencoba menahan stok atau mengambil margin terlalu tinggi," katanya.
Advertisement