Sukses

Dubes China Beri Penghargaan Persahabatan ke BRIN

Dubes China untuk Indonesia, Lu Kang, memberikan Penghargaan Persahabatan kepada pimpinan BRIN.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Kang, memberikan Penghargaan Persahabatan (Friendship Award) kepada Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. Friendship Award adalah penghargaan internasional yang diberikan China kepada pihak yang memberikan sumbangsih kepada modernisasi China.

"Penghargaan ini adalah pengakuan yang tinggi dari pemerintah China," ujar Dubes Lu Kang di kantor BRIN, Selasa (26/4/2022). 

Beberapa pakar yang pernah mendapatkan penghargaan tersebut adalah Colin Blakemore (ahli neuroscience di Universitas Oxford), Yevgeny Kaspersky (pendiri Kaspersky Lab), dan Kisho Kurokawa (arsitek Nakagin Capsule Tower).

<p>Dubes China Lu Kang (kanan) memberikan penghargaan Persahabatan kepada Kepala BRIN Laksana Tri Handoko yang diwakili pejabat Bappenas. Dok:BRIN</p>

Sebelum pemberian penghargaan, Laksana sempat berbincang secara ekstensif kepada Lu Kang mengenai peran BRIN di Indonesia yang menjadi induk dari berbagai lembaga sains.

Dubes Lu Kang berharap ada terus kerja sama dengan Indonesia terkait bidang teknologi, serta agar persahabatan kedua negara semakin erat. Sentimen serupa diungkap oleh Laksana yang menyebut penghargaan ini adalah kehormatan besar bagi dirinya pribadi dan BRIN. 

"Kami harap kita bisa melanjutkan. Ini hanya awalnya. Setelah berdirinya BRIN, saya percaya BRIN bisa mendukung lebih banyak kolaborasi, kerja sama, untuk memperkuat persahabatan antara rakyat kedua negara," ujar Laksana Tri Handoko.

"Jadi kami menantikan agar memiliki kolaborasi erat dalam masa depan yang akan datang," pungkasnya.

Laksana menempuh pendidikan S1 hingga S3 di Jepang. Ia lulus S3 di bidang Fisika Partikel Elementer Teoritik di Universitas Hiroshima. Sebelumnya, ia adalah Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Dubes China Bahas G20

Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Kang, angkat suara terkait wacana yang menekan supaya Rusia diboikot di G20. Sejumlah negara Barat telah memberikan sinyal agar delegasi Rusia tak diundang karena menginvasi Ukraina.

Pertama, Dubes China menyatakan dukungannya kepada Indonesia terkait betapa pentingnya acara G20 Indonesia mengingat keduanya adalah sama-sama negara Asia. 

"Ini sangat penting. Saya sudah memberitahu kolega-kolega dan sahabat-sahabat saya di sini bahwa G20 sangatlah penting, tak hanya untuk ekonomi, tetapi terutama untuk Indonesia dan China karena kita adalah negara-negara Asia. Kita adalah emerging markets," ujar Duta Besar China Lu Kang kepada Liputan6.com di Universitas Al-Azhar Indonesia, Rabu (20/4).

"Secara publik, kami berdiri tegak dengan sahabat-sahabat Indonesia kami untuk membuat acaranya sukses," ucapnya.

Ketika ditanya tentang ancaman boikot dari negara-negara lain terkait Rusia, Dubes China menyatakan bahwa hal itu bisa mengganggu mekanisme multilateral yang ada. Upaya boikot atau pengeluaran anggota dianggap bukan ide yang bagus, serta bisa berdampak negatif pada G20. 

Sebelumnya, muncul sinyal-sinyal dari negara Barat agar Rusia tidak disertakan ke G20. Polandia bahkan dilaporkan ingin mengeluarkan Rusia dari G20. 

Saat ditanya soal intervensi ke Indonesia agar salah satu negara dikeluarkan dari G20, China percaya bahwa mayoritas tidak ingin agar ada anggota yang diboikot dari G20. 

"Pada isu ini, kamu bisa melihat opini publik, mayoritas massa dari komunitas internasional. Saya tidak berpikir mayoritas komunitas internasional mendukung pengeluaran anggota ini atau anggota itu dari mekanisme internasional yang ada. Jadi kami percaya akan hal ini," ujar Dubes China.

3 dari 4 halaman

Optimalkan Sains dan Riset Buka Peluang Investasi Sekaligus Ekonomi Baru

Indonesia didorong untuk segera meningkatkan penerapan formulasi penyusunan kebijakan berbasis riset dan sains (science). Upaya ini diyakini akan menarik investasi jangka panjang dan berkelanjutan, serta perlu menjadi perhatian besar bertepatan dengan momen presidensi G20 dan B20 pada tahun 2022.

“Riset itu sangat penting sekali. Sebagai sebuah negara, indeks hasil riset Indonesia justru termasuk rendah. Produk-produk riset kita masih sangat rendah. Ini jadi tantangan kita semua,” ungkap Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sugeng Suparwoto, dikutip Minggu (24/4).

Data Kementerian Riset dan Teknologi mencatat pada tahun 2020, berdasarkan catatan empat tahun terakhir, total publikasi riset Indonesia sebanyak 161.928. Masih tertinggal dibandingkan Malaysia yang memeroduksi 173.471 publikasi riset pada kurun waktu yang sama.

Padahal, kata Sugeng, riset dibutuhkan dalam banyak hal termasuk salah satunya regulasi dan kebijakan. Tujuannya supaya bisa mendongkrak lebih banyak investasi yang mengandung pengetahuan baru dan penerapan teknologi.

“Jadi idealnya kita tawarkan kepada investor-investor internasional berdasarkan data hasil riset. Riset kan bukan hanya sekadar perpustakaan tapi bisa juga dalam bentuk eksplorasi, itu kan sama saja ekonomi berbasis riset, untuk mendapatkan kepastian, perihal cadangan, skala ekonominya,” ujar politisi asal Partai NasDem ini.

Indonesia berpotensi besar menerima banyak manfaat dari penerapan kebijakan berbasis riset dan sains, antara lain terwujudnya ekosistem ekonomi yang lebih bersifat jangka panjang.

Kementerian PPN/Bappenas pada tahun 2021 menekankan pentingnya hal tersebut, bahwa investasi saja tanpa adanya inovasi yang berbasis riset dan sains akan riskan. Akan ada persoalan kesinambungan dan bahkan yang lebih serius adalah masuk ke dalam perangkap pendapatan menengah.

Atas dasar itu, penting bagi Indonesia memperkuat kebijakan berbasis riset dan sains. Terlebih hasilnya sudah terlihat. Tercermin dari beberapa investasi baik yang sudah terealisasi maupun masih berupa komitmen yang sudah terjadi dimana keputusan investasinya berbasis riset dan sains.

4 dari 4 halaman

Mencari Produk Alternatif

Lebih lanjut, di industri tembakau, misalnya, lahir pengembangan inovasi dan teknologi berupa produk tembakau alternatif yang bisa membantu perokok beralih kepada produk yang lebih rendah risiko.

Berbasis riset dan sains, inovasi ini membuahkan investasi. Philip Morris International melalui afiliasinya yaitu PT HM Sampoerna Tbk pada akhir tahun 2021 mengumumkan investasi sebesar USD166,1 juta atau setara sekitar Rp 2,3 triliun untuk membangun fasilitas produksi untuk produk tembakau yang dipanaskan.

Hal serupa juga diumumkan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) bahwa JTA International Holding, perusahaan investasi berbasis di Qatar mengumumkan investasi di industri smelter nikel di Indonesia pada Rabu (20/4).

Landasannya adalah data riset US Geological Survey yang memproyeksikan cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta metrik ton, atau sekitar 40 persen nikel dunia ada di Indonesia.

Dengan hadirnya investasi tersebut dan didukung data riset yang relevan, kata Bamsoet yang juga ketua MPR ini mengatakan, sejalan dengan tekad Indonesia yang ingin menjadi pemain utama dalam ekosistem produsen baterai di dunia.

Negara ini sudah mendirikan Indonesia Battery Corporation (IBC), sebuah holding yang dibentuk oleh empat BUMN yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (Antam) PT Pertamina, dan PT PLN.

Pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya inovasi dan pengembangan teknologi berbasis riset untuk smelter nikel karena berkaitan dengan lingkungan dan kesinambungan bisnis. Atas dasar itu pada pertengahan 2021 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi melaporkan hasil audit teknologi yang dilakukan terhadap metode Step Temperature Acid Leach (STAL) untuk proses pelindian.

Hasilnya, metode ini ini mampu me-recovery nikel mulai 89 persen hingga 91 persen dan kobalt sebesar 90 persen hingga 94 persen. Metode tersebut dinyatakan mampu memberikan nilai tambah komoditas nikel ketika diterapkan dalam smelter skala kecil atau modular.

Dengan teknologi ini, smelter nikel dapat menghasilkan limbah yang lebih ramah lingkungan. Sebab, limbahnya bisa dikelola kembali menjadi produk yang bernilai.

Hanya saja, penerapannya membutuhkan biaya relatif tinggi. Satu smelter bisa memakan biaya Rp 25 Triliun. Atas dasar itu dibutuhkan investasi.

”Intinya policy based on research atau science dan inovasi teknologi itu adalah untuk menghindari sekecil mungkin akibat-akibat negatif yang ditimbulkan dari pembangunan investasi tersebut,” imbuhnya.