Sukses

Rusia Tuduh Inggris Provokasi Ukraina Agar Menyerang Balik

Rusia berkata siap menyerang ibu kota Ukraina jika wilayah sendiri diserang.

Liputan6.com, Moskow - Pihak pemerintah Rusia menuduh bahwa Britania Raya sedang berusaha memprovokasi Ukraina agar menyerang wilayah Rusia. Rusia berkata siap melakukan retaliasi bila itu terjadi.

Dilaporkan BBC, Selasa (27/4/2022), Kementerian Pertahanan Rusia berkata siap menyerang lokasi-lokasi "pembuat keputusan" di Kyiv jika wilayah Rusia diserang. Kehadiran penasihat-penasihat Barat di lokasi tersebut juga disebut tidak akan mempengaruhi keputusan Rusia untuk menyerang balik.

Rusia bereaksi seperti itu ketika pejabat kementerian pertahanan Inggris, James Heappey, menilai tidak masalah apabila Ukraina memakai senjata-senjata yang disediakan Inggris untuk menarget target-target militer di Rusia.

"Kami ingin menekankan bahwa provokasi langsung dari London kepada rezim Kyiv terhadap aktivitas-aktivitas demikian, apabila ada upaya untuk mewujudkannya, akan mengakibatkan respons proposional kami," ujar pihak Rusia, dikutip Interfax.

Negara-negara Barat dan para tetangga Ukraina telah mengirim banyak bantuan militer untuk melawan agresi Rusia.

James Heapley berkata serangan militer Rusia untuk mengganggu jalur suplai musuh adalah bagian yang "sah" dari perang. Namun, Heapley berkata klaim NATO sedang ikut konflik dengan Rusia merupakan klaim omong kosong.

Heapley adalah anggota parlemen yang menjabat sebagai Under-Secretary of State for the Armed Forces di Inggris.

Sebelumnya, Rusia mengklaim Ukraina telah menyerang wilayah Rusia di tengah perang, termasuk depot minyak di Belgorod. BBC menyebut pihak Ukraina belum mengkonfirmasi serangan-serangan tersebut.

Invasi Rusia berlangsung sejak akhir Februari 2022. Jutaan orang mengungsi akibat serangan tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Ukraina Minta Rp 28,8 Triliun per Bulan ke Joe Biden untuk Pemulihan Ekonomi

Pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta anggaran sebesar US$ 2 miliar (Rp 28,8 triliun) per bulan kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk membantu pemulihan ekonomi. Dana itu diminta meski kondisi ekonomi AS sedang inflasi. 

Angka US$ 2 miliar itu hanya angka minimal. Pihak Ukraina berkata kondisi kemanusiaan di negaranya bisa makin parah jika dana itu tidak cair. 

Hal itu berdasarkan laporan The Washington Post terkait pertemuan antara Menteri Keuangan Ukraina Serhii Marchenko. Total yang dibutuhkan Ukraina disebut US$ 5 miliar (Rp 72 triliun) per bulan dengan dana US$ 2 miliar berasal dari AS.

Dana itu rencananya akan digunakan untuk bulan April, Mei, dan Juni. Ada pula kebutuhan jangka panjang untuk pulih dari perang akibat invasi Rusia.

Media pemerintah Ukraina, Ukrinform, melaporkan bahwa Ukraina hanya bisa mendapatkan 54 persen anggaran yang dibutuhkan jika dari pajak saja. Angka itu belum menghitung biaya militer.

Marchenko berkata Ukraina mencari bantuan ekonomi untuk lanjut membayar pensiun, gaji pegawai kesehatan dan pendidikan, serta kebutuhan kemanusiaan lain.

Di lain pihak, Senat AS telah meloloskan RUU untuk mengalokasikan US$ 14 miliar ke Ukraina. Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yallen berkata pemerintahan Biden ingin menambah bantuan untuk Ukraina.

"Kami terinspirasi oleh keberanian mereka, dan berdiri bersama mereka, dan akan melakukan segala yang kami bisa untuk menggunakan sumber-sumber daya kami untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi," jelas Janet Yellen.

 (US$ 1: Rp 14.406)

3 dari 5 halaman

Bank Dunia Ungkap Dampak Ekonomi dari Invasi Ukraina

Sementara, Bank Dunia juga baru mengeluarkan laporan mengenai dampak perang di Ukraina. Efek dari invasi merambat ke pasar komoditas, aliran finansial, hingga kepercayaan pasar.

Bank Dunia menegaskan bahwa ekonomi Ukraina sedang hancur. Perang mengakibatkan dampak berupa kematian, disabilitas,  kehancuran infrastruktur, jutaan masyarakat yang harus mengungsi, serta hilangnya pekerjaan dalam skala besar.

Bank Dunia juga mengingatkan bahwa dunia, termasuk negara-negara berkembang, ikut terdampak akibat perang ini.

"Konflik ini mengikis kepercayaan global, melemahkan pertumbuhan, menambah stres fiskal dan finansial, dan memperburuk masalah kekurangan makanan dan nutrisi," tulis Bank Dunia dalam laporan yang rilis pada 12 April 2022.

Selain itu, efek gabungan pandemi COVID-19, perubahan iklim, dan perang dikhawatirkan bisa menambah kelaparan, malnutrisi, dan kurangnya makanan bagi jutaan orang di seluruh dunia.

Para pembuat kebijakan pun akan kesulitan sebab ruang fiskal semakin terbatas, sehingga dikhawatirkan akan mengambil kebijakan-kebijakan yang sulit. Alhasil, agenda iklim akan terabaikan.

Rencananya, Bank Dunia sedang mendiskusikan untuk penggunaan dana US$ 170 miliar untuk periode April 2022 hingga Juni 2023 untuk membantu berbagai negara agar kuat dari krisis yang ada.

4 dari 5 halaman

IMF: Ekonomi Asia Bakal Hadapi Stagflasi Imbas Perang Rusia Ukraina

Kawasan Asia diperkirakan menghadapi prospek "stagflasi" dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, dan inflasi yang lebih tinggi imbas dampak konflik Rusia Ukraina.

Hal itu diungkapkan oleh Acting Director IMF (Dana Moneter Internasional) Asia and Pacific Department, Anne-Marie Gulde-Wolf dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (26/4/2022).

"Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara, dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal," kata Anne-Marie, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (26/4).

Prospek regional, yang mengikuti Outlook Ekonomi Dunia yang dirilis pekan lalu, menunjukkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia dipotong menjadi 4,9 persen, dipengaruhi oleh perlambatan pelonggaran lockdown di China, yang memiliki efek besar pada ekonomi lainnya.

Inflasi Asia sekarang diperkirakan akan naik hingga 3,2 persen tahun ini, satu poin penuh lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Januari 2022, menurut Anne-Marie.

Tetapi Anne-Marie juga menyampaikan, bahwa "Meskipun terjadi penurunan peringkat, Asia tetap menjadi kawasan paling dinamis di dunia, dan sumber penting pertumbuhan global".

Namun konflik Rusia-Ukraina dan sanksi ekonomi dari negara Barat terhadap Moskow telah menaikkan harga pangan dan bahan bakar di seluruh dunia, sementara bank sentral utama menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi, yang akan menekan negara-negara dengan beban utang yang tinggi.

Anne-Marie menambahkan, lockdown Covid-19 yang berkepanjangan di China, dan kemerosotan yang lebih lama dari perkiraan di pasar properti juga menghadirkan "risiko signifikan bagi kawasan (Asia)".

"Ini adalah waktu yang menantang bagi pembuat kebijakan ketika mereka mencoba untuk mengatasi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kenaikan inflasi," kata pejabat IMF itu.

5 dari 5 halaman

AS Langsungkan Perundingan Militer Terkait Isu Ukraina di Jerman

Amerika Serikat akan menjadi tuan rumah bagi puluhan negara dalam pertemuan di Jerman pada Selasa (26/4).

Pertemuan ini akan memusatkan pembicaraan pada upaya mempersenjatai Ukraina setelah diplomat tertinggi dan pejabat pertahanan Amerika melakukan perjalanan ke Kiev untuk menjanjikan lebih banyak bantuan militer bagi negara itu.

Menteri Pertahanan Llyod Austin pada Selasa (26/4) melangsungkan pembicaraan di Pangkalan Udara Ramstein di Jerman untuk mengkoordinasikan peningkatan bantuan keamanan Barat bagi Ukraina, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.

Ketua Kepala Staf Gabungan, Jendral Mark Milley, mengatakan kepada wartawan yang bepergian bersamanya ke Jerman, bahwa Ukraina membutuhkan “dukungan berkelanjutan agar berhasil di medan perang.

Inilah tujuan pertemuan ini,” tegasnya.

Sekjen NATO Jens Stoltenberg dan Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov diperkirakan akan hadir dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan itu berlangsung hanya beberapa hari setelah perjalanan Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken ke Kyiv di mana mereka menjanjikan lebih banyak bantun militer untuk Ukraina dan untuk terus menggalang kontribusi dari negara-negara lain.