Sukses

AS Tegur Kepulauan Solomon Gara-Gara Ada Militer China

Amerika Serikat (AS) tidak menyambut baik kehadiran militer China di Kepulauan Solomon.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat (AS) langsung bergerak untuk membahas kehadiran militer China di Kepulauan Solomon. Pihak China berdalih militer mereka hadir untuk menjaga kepentingan pembangunan di negara tersebut. AS lantas memberi teguran kepada pemerintah Solomon. 

Pihak AS bertemu Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare ketika sedang melakukan berbagai kunjungan ke kawasan Oseania, termasuka Papua Nugini dan Fiji.

"Di Kepulauan Solomon, kami bertemu Perdana Menteri Sogavare dan hampir dua lusin anggota kabinetnya dan staf senior selama total hampir 90 menit," ujar Daniel Kritenbrink, Sekretaris Menteri Luar Negeri untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, dalam konferensi pers, dikutip Rabu (27/4/2022).

"Ketika berada di sana, kami juga mendiskusi perjanjian yang ditandatangani baru-baru ini antara Kepulauan Solomon dan Republik Rakyat China, mencatat potensi implikasinya terhadap keamanan regional, termasuk Amerika Serikat dan sekutu dan mitra kami," lanjut Kritenbrink.

Ia menegaskan bahwa meski AS berminat memperluas kerja sama dengan Kepulauan Solomon, termasuk di bidang diplomasi dan kesahatan, Kritenbrink mengingatkan bahwa AS akan mengambil langkah jika militer China hadir secara permanen di Kepulauan Solomon.

"Kami memberitahu pimpinan Kepulauan Solomon bahwa Amerika Serikat akan merespons jika ada langkah-langkah yang diambil untuk mendirikan secara de facto kehadiran militer permanan, kapabilitas proyeksi kekuatan, atau instalasi militer di Kepulauan Solomon," jelas Kritenbrink.

Kritenbrink lalu berkata bahwa PM Kepulauan Solomon berjanji kepada AS bahwa tidak akan ada basis militer maupun kehadiran jangka panjang. AS juga mengajak Kepulauan Solomon untuk meningkatkan komunikasi.

"Kami berekspektasi bahwa dialog ini akan membahas isu-isu keamanan bersama dengan detail yang lebih besar, pembangunan ekonomi dan sosial, kesehatan masyarakat, dan keuangan dan utang," ujar pihak Amerika Serikat.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Spekulasi China

Dilaporkan VOA Indonesia, Kritenbrink mengatakan bahwa tujuan AS adalah untuk berkomunikasi dengan "cara yang sangat jujur" mengenai keprihatinan terkait perjanjian keamanan antara Kepulauan Solomon dan China. Tindakan bermasalah dari pihak China, termasuk illegal fishing, juga disorot.

Hari Senin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan "spekulasi bahwa China akan membangun pangkalan militer di Kepulauan Solomon adalah benar-benar disinformasi." Wang menegaskan bahwa perjanjian keamanan antara China dan Kepulauan Solomon "terbuka, transparan, sah, sesuai hukum dan tidak tercela."

Para pakar kawasan, termasuk Richard Herr, profesor hukum di University of Tasmania, mengatakan, ada alasan mengenai kekhawatiran terkait perjanjian keamanan mengingat isi rancangannya.

"Ini memberi China mungkin hak untuk mendukung setiap intervensi" jika terjadi gejolak di dalam negeri, kata Herr kepada VOA.

"Jadi jika Sogavare mengetahui ia kalah dalam pemilu, mungkin ia menginginkan kudeta atau seperti yang ia sarankan, tunda pemilu agar tetap berkuasa. Dan itu sebabnya perjanjian dalam banyak hal penuh dengan bahaya bagi China, serta bagi Australia, dan teman-teman Kepulauan Solomon di Pasifik," kata Herr yang menjadi penasihat beberapa negara di Pasifik, termasuk mengenai demokrasi dan tata kelola pemerintahan.

3 dari 4 halaman

Reaksi Australia dan Selandia Baru

Sebelumnya dilaporkan, Perdana Menteri Australia dan Selandia Baru menyuarakan keprihatinan tentang potensi kehadiran militer China di Kepulauan Solomon. Sebuah dokumen yang bocor pekan lalu menunjukkan bahwa China dapat meningkatkan kehadiran militernya di negara kepulauan Pasifik Selatan, termasuk dengan kunjungan kapal.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, dia telah berbicara dengan PM Selandia Baru Jacinda Ardern selama akhir pekan tentang perkembangan tersebut, seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (28/3).

Ia juga berencana untuk berbicara dengan rekan-rekannya di Papua Nugini dan Fiji pada hari ini. "Laporan yang kami lihat tidak mengejutkan dan merupakan pengingat akan tekanan dan ancaman terus-menerus yang hadir di kawasan terhadap keamanan nasional kami sendiri," kata Morrison.

"Ini adalah masalah yang menjadi perhatian kawasan tetapi tidak mengejutkan. Kami telah lama menyadari tekanan ini," tambahnya.

Ardern menggambarkan kemungkinan pasukan militer China yang ditempatkan di Kepulauan Solomon sebagai keadaan yang sangat memprihatinkan.

"Kami melihat tindakan seperti itu sebagai potensi militerisasi kawasan," katanya kepada Radio NZ.

"Kami melihat sangat sedikit alasan dalam hal keamanan Pasifik untuk kebutuhan dan kehadiran seperti itu," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Permintaan PM Selandia Baru

PM Ardern mendesak para pemimpin Solomon "untuk tidak melihat melampaui keluarga Pasifik kita sendiri" ketika mempertimbangkan hubungan keamanan negara.

Kepulauan Solomon mengungkapkan bahwa pihaknya telah menandatangani perjanjian kerja sama kepolisian dengan China.

Tetapi yang lebih mengkhawatirkan tetangga Solomon adalah draf teks pengaturan keamanan yang lebih luas yang bocor secara online.

Di bawah ketentuan rancangan perjanjian, China dapat mengirim polisi, personel militer, dan angkatan bersenjata lainnya ke Kepulauan Solomon “untuk membantu menjaga ketertiban sosial” dan untuk berbagai alasan lainnya.

Itu juga bisa mengirim kapal ke pulau-pulau untuk persinggahan dan untuk mengisi kembali persediaan.

Rancangan perjanjian menetapkan bahwa China perlu menandatangani informasi apa pun yang dirilis tentang pengaturan keamanan bersama, termasuk pada briefing media.

Ditanya tentang perjanjian itu pekan lalu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan Beijing dan Kepulauan Solomon “melakukan penegakan hukum dan kerja sama keamanan yang normal atas dasar perlakuan yang sama dan kerja sama yang saling menguntungkan.”

Tidak segera jelas kapan perjanjian keamanan itu akan diselesaikan, ditandatangani atau mulai berlaku.

Kepulauan Solomon, rumah bagi sekitar 700.000 orang, pada 2019 mengalihkan kesetiaan diplomatiknya dari Taiwan ke Beijing.