Liputan6.com, Jakarta - Dunia harus bekerjasama mendorong tercapainya penyelesaian politik atas perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina.
Penyelesaian politik ini diperlukan untuk mencegah jangan sampai penyelesaian militer yang saat ini diambil terus bereskalasi dan mengarah kepada dua bencana yang akan menghancurkan dunia, yaitu Perang Dunia III atau Perang Nuklir (nuclear war).
Baca Juga
Untuk mendorong penyelesaian politik di meja perundingan, Organisasi Parlemen Dunia (IPU, Inter Parliamentary Union) telah membentuk Satuan Tugas Organisasi Parlemen Dunia/ Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk mengatasi konflik Rusia-Ukraina.
Advertisement
Satgas ini dibentuk atas dorongan serta inisiatif BKSAP DPR RI dalam perhelatan Sidang Umum IPU ke-144 di Nusa Dua pada akhir Maret lalu.
BKSAP DPR RI yang menjadi delegasi parlemen RI mengusulkan resolusi damai atas konflik di Ukraina sehingga Sidang Majelis IPU setelah proses voting akhirnya menyepakati resolusi berjudul “Peaceful Resolution of the War in Ukraine, Respecting International Law, the Charter of the United Nations and Territorial Integrity”.
Resolusi ini penting sebagai bentuk komitmen parlemen dunia terlibat langsung dalam mendorong penyelesaian damai antara Rusia dengan Ukraina.
Indonesia menjadi satu-satunya negara dari kawasan Asia-Pasifik yang menjadi anggota Satgas IPU tersebut.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kembali lontarkan pernyataan keras pada Rusia bahwa mereka tidak akan memenangkan perang di negaranya.
Satgas IPU
Satgas IPU itu sendiri beranggotakan delapan orang yang mewakili enam Grup Geopolitik, yaitu Afrika Selatan dan Namibia sebagai wakil Grup Afrika, Uni Emirat Arab mewakili Grup Arab, Indonesia mewakili Grup Asia Pasifik, Kazakhstan mewakili Grup Eurasia, Uruguay sebagai wakil untuk Grup Amerika Latin dan Karibia, serta Belanda dan Israel sebagai wakil Grup Twelve Plus yang meliputi wilayah Eropa Barat.
Dalam pertemuan pertama IPU Task Force tanggal 25 April 2022 kemarin, saya mendesak agar perwakilan parlemen dunia segera melakukan langkah-langkah diplomasi konkret untuk mencegah peperangan mencapai eskalasi yang tidak diinginkan.
Fadli Zon mengatakan, hasil kerja Satgas IPU ini akan menjadi ujian bagi berfungsi atau tidaknya diplomasi parlemen sebagai bagian dari diplomasi total.
Agar berfungsi dengan baik, Satgas IPU harus bisa mendapatkan kepercayaan dari kedua belah pihak, yaitu Rusia dan Ukraina, sehingga pembicaraan tripartit antara Satgas IPU, Parlemen Rusia, dan Parlemen Ukraina bisa menghasilkan kesepakatan yang berarti.
Advertisement
Bertujuan Akhiri Perang
Sebagai pengusul terbentuknya Satgas, Fadli Zon juga menekankan pentingnya Satgas IPU bersifat imparsial dan netral supaya dapat bekerja secara objektif untuk mengakhiri perang, de-eskalasi konflik, membuka koridor kemanusiaan, serta tercapainya kesepakatan damai.
Pertemuan yang digelar secara virtual kemarin dibuka langsung oleh Presiden IPU Duarte Pacheco dan Sekretaris Jenderal IPU Martin Chungong.
Pertemuan tersebut juga memutuskan Wakil Presiden IPU Ali Rashid Al Nuaimi, Anggota Federal National Council Uni Arab Emirates, sebagai Ketua Satgas IPU; serta memilih Peter Katjavivi, Ketua Parlemen Namibia, sebagai Wakil Presiden Satgas.
Sesudah terbentuknya organisasi kerja dalam Satgas IPU, pertemuan kemudian membahas agenda-agenda yang akan dilakukan Satgas IPU, mulai dari rencana kunjungan, jadwal pertemuan, hingga aspek-aspek lain yang akan mendukung kerja Satgas.
Pertemuan kemarin juga mengundang Diplomat Senior Swiss, Walter Gyger dan Siobhan Martin, ahli studi keamanan global dari the Geneva Center for Security Policy (GCSP), yang dimintai masukannya mengenai strategi mendorong tercapainya penyelesaian politik atas perang Rusia-Ukraina.
Langkah Diplomasi
"Kita tentunya berharap agar langkah diplomasi Organisasi Parlemen Dunia ini bisa menjadi bagian signifikan dari upaya mencapai penyelesaian politik tersebut," ujar Fadli.
"Jangan sampai konflik tersebut menjerumuskan kita pada dua bencana yang sangat tidak diharapkan tadi, yaitu Perang Dunia III dan Perang Nuklir," sambungnya lagi.
Rusia telah memperingatkan ancaman "nyata" pecahnya Perang Dunia III, menjelang pertemuan pada Selasa (26 April) antara Amerika Serikat dan sekutunya mengenai pengiriman senjata lebih lanjut ke Ukraina yang dilanda perang.
Invasi Moskow ke tetangganya telah memicu ledakan dukungan dari negara-negara Barat yang telah melihat senjata dituangkan ke negara itu untuk membantunya berperang melawan pasukan Rusia.
Selama berbulan-bulan, Presiden Volodymyr Zelensky telah meminta sekutu Barat Ukraina untuk senjata berat - termasuk artileri dan jet tempur - bersumpah pasukannya dapat mengubah gelombang perang dengan lebih banyak daya tembak.
Advertisement