Sukses

Intelijen AS: Rusia Siap Klaim Wilayah Timur Ukraina

Pemerintah AS menyebut Rusia siap merebut daerah timur di Ukraina, seperti Donetsk.

Liputan6.com, Washington, DC - Intelijen Amerika Serikat (AS) menyebut Rusia siap untuk mengklaim sebagian besar wilayah timur Ukraina dalam beberapa hari ke depan. Daerah-daerah yang disasar adalah Donetsk dan Luhansk, serta kota Kherson.

Dilaporkan The Washington Post, Rabu (4/5/2022), seorang pejabat resmi AS berkata pihak intelijen mendapat informasi bahwa Rusia akan menggelar referenum tipu-tipu. Taktik tersebut juga digunakan Rusia ketika melakukan aneksasi kepada Semenanjung Krimea pada 2014.

Setelah referendum di Donetsk, Luhansk, atau Kherson, maka Rusia akan mengangkat pejabat yang loyal kepada pimpinan di Moskow.

Duta Besar Amerika Serikat untuk Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE), Michael Carpenter, menyebut rencana aneksasi-aneksasi tersebut upaya untuk menutupi demokrasi atau legitimasi elektoral.

Carpenter juga meyakini laporan intelijen AS mengingat rekam jejak mereka dalam membaca langkah Rusia.

"Sayangnya, kita seringkali lebh banyak benar ketimbang salah dalam mengekspos apa yang kita yakini dapat terjadi selanjutnya," ujar Carpenter.

Donetsk dan Luhansk juga basis dari grup separatis di Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kedaulatan dua daerah separatis tersebut. Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sempat menegaskan tak ingin menukar daerah-daerah timur demi perdamaian.

Sebelumnya, Rusia juga sudah mengklaim telah berhasil menguasai kota Mariupol di timur Ukraina. Kota itu menjadi sasaran serangan Rusia karena lokasinya yang strategis. 

Rakyat Mariupol ikut menderita karena serangan Rusia berdampak kepada akses listrik dan air di kota tersebut. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Ukrana Tolak Lepas Wilayah Timur

Sebelumnya pada interview bersama CNN, Presiden Zelensky berkata dirinya tidak percaya dengan militer dan kepemimpinan Rusia. Ia bertekad untuk berdiri tegak di Donbass, sebab jika dibiarkan maka tak tertutup kemungkinan Rusia kembali menyerang ibu kota Kyiv.

"Inilah mengapa sangat penting bagi kami untuk tidak membiarkan mereka, untuk berdiri tegak di posisi kami, sebab pertempuran ini dapat mempengaruhi jalannya perang ini," ujar Presiden Zelensky, dikutip situs pemerintah Ukraina, Ukrinform, Senin (18/4).

"Saya tidak percaya dengan militer Rusia dan kepemimpinan Rusia," ujar aktor yang menjadi politikus itu.

Lebih lanjut, Presiden Zelensky berkata sulit percaya dengan negara-negara tetangganya setelah ada konfik dengan Rusia. Ia menyebut hanya percaya pada rakyat Ukraina, serta negara-negara yang mendukung lewat aksi nyata.

Terkait diplomasi, Presiden Ukraina menyebut siap melakukan itu demi mengakhiri perang, tetapi serang-serangan Rusia membuat Ukraina sulit melakukan hal tersebut. Zelensky menolak bicara hanya karena ultimatum Rusia.

"Apa harga dari semua ini? Rakyat. Rakyat yang sudah banyak terbunuh. Dan siapa yang harus membayar semua ini? Ukraina. Hanya kami," ujar Presiden Volodymyr Zelensky.

3 dari 4 halaman

Ukraina Lanjutkan Proses Evakuasi di Mariupol

Ukraina melanjutkan evakuasi dari kota Mariupol yang terkepung pada Minggu sore waktu setempat, kata Kepala Kantor Kepresidenan Andriy Yermak.

Pada tahap pertama, warga Ukraina yang dievakuasi dari Mariupol adalah 100 wanita, anak-anak dan orang tua, demikian dikutip dari laman Xinhua, Senin (2/5).

Mereka diprediksi akan tiba di kota selatan Ukraina Zaporizhzhia, Yermak mengatakan di Facebook.

Dia berterima kasih kepada PBB dan Komite Internasional Palang Merah atas dukungan mereka untuk upaya evakuasi.

Menurut Petro Andryushchenko, penasihat walikota Mariupol, evakuasi dimulai pukul 4 sore waktu setempat pada hari Minggu (1/5).

Evakuasi dari Mariupol adalah inti pembicaraan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada Kamis sebelumnya.

Mariupol, kota pelabuhan utama Laut Azov di Ukraina timur, menyaksikan salah satu serangan kekerasan terburuk dalam konflik Rusia-Ukraina.

4 dari 4 halaman

Rusia Akan Kumpulkan Pasukan yang Tercerai Berai di Ukraina untuk Serang Donbas

Ketika Vladimir Putin mengalihkan fokusnya ke wilayah Donbas Ukraina, Rusia telah "dipaksa untuk bergabung dan memindahkan unit-unit yang habis dan berbeda" yang sudah lelah dari serangan Moskow yang gagal di dekat Kyiv, pemerintah Inggris telah mengklaim.

Dalam pembaruan intelijen pada Sabtu pagi, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menyarankan agar Kremlin berusaha "memperbaiki" masalah taktis dan logistik yang telah menghambat invasinya ke Ukraina hingga saat ini.

Moskow berharap untuk mencapai ini dengan "secara geografis memusatkan kekuatan tempur, memperpendek jalur pasokan dan menyederhanakan komando dan kontrol", kata Kementerian Pertahanan Rusia sebagaimana dikutip dari MSN News, Senin (2/5).

Tetapi kementerian itu mengklaim bahwa pasukan Putin "masih menghadapi tantangan yang cukup besar" dan bahwa "kekurangan dalam koordinasi taktis Rusia tetap ada".

Banyak unit yang dikerahkan kembali dalam serangan timur Moskow "kemungkinan menderita moral yang melemah", sementara "kurangnya keterampilan tingkat unit dan dukungan udara yang tidak konsisten telah membuat Rusia tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan massa tempurnya, bahkan meskipun ada perbaikan lokal", menurut Kementerian Pertahanan.

Penilaian Inggris tampaknya menggemakan keyakinan di Washington bahwa pasukan Putin hanya membuat keuntungan kecil di Donbas pada bulan itu sejak Rusia mengumumkan akan memfokuskan kekuatan militernya di wilayah timur, menyusul mundur dari utara Ukraina.