Liputan6.com, Jakarta - Dunia menghadapi kemungkinan 50 persen pemanasan 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, jika hanya sebentar, pada tahun 2026, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan pada Senin (9 Mei).
Itu tidak berarti dunia akan melewati ambang pemanasan jangka panjang 1,5 derajat Celcius, yang telah ditetapkan para ilmuwan sebagai batas tertinggi untuk menghindari bencana perubahan iklim. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (10/5/2022).
Baca Juga
Tetapi satu tahun pemanasan pada 1,5 derajat Celcius dapat menawarkan rasa seperti apa melintasi ambang batas jangka panjang itu.
Advertisement
“Kami semakin dekat untuk mencapai target yang lebih rendah dari Perjanjian Paris untuk sementara waktu,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas, mengacu pada kesepakatan iklim yang diadopsi pada tahun 2015.
Kemungkinan melebihi 1,5 derajat Celcius untuk waktu yang singkat telah meningkat sejak 2015, dengan para ilmuwan pada tahun 2020 memperkirakan peluang 20 persen dan merevisi tahun lalu hingga 40 persen. Bahkan satu tahun pada 1,5 derajat Celcius pemanasan dapat memiliki dampak yang mengerikan, seperti membunuh banyak terumbu karang dunia dan menyusutnya lapisan es laut Arktik.
Dalam hal rata-rata jangka panjang, rata-rata suhu global sekarang sekitar 1,1 derajat Celcius lebih hangat daripada rata-rata pra-industri.
"Kehilangan dan kerusakan yang terkait dengan, atau diperburuk oleh, perubahan iklim sudah terjadi, beberapa di antaranya kemungkinan tidak dapat diubah untuk masa mendatang," kata Maxx Dilley, wakil direktur iklim di WMO.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perjanjian Paris
Para pemimpin dunia berjanji di bawah Perjanjian Paris 2015 untuk mencegah melintasi ambang batas 1,5 derajat Celcius jangka panjang - diukur sebagai rata-rata multi-dekade - tetapi sejauh ini gagal dalam mengurangi emisi pemanasan iklim.
Kegiatan hari ini dan kebijakan saat ini membuat dunia berada di jalur yang tepat untuk menghangat sekitar 3,2 derajat Celcius pada akhir abad ini.
"Penting untuk diingat bahwa begitu kita mencapai 1,5 derajat Celcius, kurangnya kebijakan emisi berbasis sains berarti bahwa kita akan menderita dampak yang lebih buruk saat kita mendekati 1,6 derajat Celcius, 1,7 derajat Celcius, dan setiap kenaikan pemanasan setelahnya," kata Kim Cobb, seorang ilmuwan iklim di Institut Teknologi Georgia.
Advertisement
Wilayah Indonesia Terasa Panas
Masyarakat di beberapa wilayah Indonesia merasakan panas terik akhir-akhir ini. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap suhu maksimum selama periode 1-7 Mei 2022 berkisar antara 33 - 36.1 °C dengan suhu maksimum tertinggi hingga 36.1 °C terjadi di wilayah Tangerang-Banten dan Kalimarau-Kalimantan Utara.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menyebut, kondisi suhu terik di wilayah Indonesia harus diwaspadai hingga pertengahan Mei.
“Kewaspadaan kondisi suhu panas terik pada siang hari masih harus diwaspadai hingga pertengahan Mei,” kata Guswanto dalam keterangannya, Senin (9/5/2022).
Fenomena suhu udara terik yang terjadi pada siang hari, kata Guswanto, dipicu oleh beberapa hal. Pertama, posisi semu matahari saat ini sudah berada di wilayah utara ekuator yang mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau, di mana tingkat pertumbuhan awan dan fenomena hujannya akan sangat berkurang.
“Sehingga cuaca cerah pada pagi menjelang siang hari akan cukup mendominasi,” kata dia.
Kedua, dominasi cuaca yang cerah dan tingkat perawanan yang rendah tersebut dapat mengoptimumkan penerimaan sinar matahari di permukaan Bumi, sehingga menyebabkan kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi cukup terik pada siang hari.
Bukan Gelombang Panas
Ketiga, panas terik yang terjadi di wilayah Indonesia bukan fenomena Gelombang Panas.
“Menurut WMO (World Meteorological Organization), Gelombang Panas atau heatwave merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C atau lebih,” kata dia.
Fenomena gelombang panas, lanjut Guswanto, biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah. “Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas/terik dalam skala variabilitas harian,” imbuhnya.
Oleh karena itu BMKG menghimbau kepada masyarakat untuk menjaga kondisi stamina tubuh dan kecukupan cairan tubuh terutama bagi warga yang beraktifitas di luar ruangan pada siang hari.
“Juga kepada warga yang akan melaksanakan perjalanan mudik atau mudik balik supaya tidak terjadi dehidrasi, kelelahan dan dampak buruk lainnya,” pungkasnya.
Advertisement