Liputan6.com, New York City - Anggota Dewan Keamanan PBB, Rabu (11/5) bertemu untuk membahas ancaman rudal Korea Utara dan nonproliferasi nuklir, demikian dilaporkan kantor berita Associated Press.
Pada tahun 2022 saja, Korea Utara telah melakukan 17 kali uji coba rudal.
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan, "tindakan tersebut merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional."
Advertisement
Baca Juga
Invasi Rusia ke Ukraina, yang telah membuat Dewan Keamanan terpecah dan secara efektif lumpuh, juga telah menguntungkan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk terus mengembangkan persenjataannya.
Kim sedang mencoba memperkuat status Korea Utara sebagai kekuatan nuklir dan merundingkan penghapusan sanksi oleh pimpinan Amerika Serikat yang melumpuhkan negara itu.
Korea Selatan Kembali Pantau Aktivitas Uji
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan pada Sabtu (7/5) mengatakan, Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) menembakkan proyektil tak dikenal ke perairan timurnya.
Sebelumnya pada Rabu (4/5) Jepang juga menyebutkan hal yang sama. Dimana Korea Utara menembakkan rudal balistik ke arah perairan timurnya.
Beberapa waktu belakangan, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengkonfirmasi bahwa Korea Utara menembakkan proyektil tak dikenal dalam sebuah pernyataan singkat tanpa rincian lebih lanjut.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Uji Coba ICBM Korea Utara
Sebelumnya, Korea Utara telah mengumumkan bahwa mereka berhasil meluncurkan intercontinental ballistic missile (ICBM) atau rudal balistik antarbenua terbesarnya dalam sebuah uji coba pada Kamis 24 Maret 2022.
Hwasong-17 pertama kali diluncurkan pada tahun 2020 di sebuah parade di mana ukurannya yang sangat besar bahkan mengejutkan para analis berpengalaman. Peluncuran tersebut menandai pertama kalinya negara itu menguji ICBM sejak 2017. Demikian seperti dilansir BBC, Jumat (25/3/2022).
ICBM adalah rudal jarak jauh, yang mampu mencapai AS. Korea Utara dilarang mengujinya dan telah diberi sanksi berat karena melakukannya sebelumnya.
Media pemerintah mengatakan pemimpin Kim Jong-un secara langsung memandu uji coba hari Kamis dan senjata itu adalah kunci untuk mencegah perang nuklir.
Ankit Panda dari Carnegie Endowment for International Peace menyebut peluncuran itu sebagai "tonggak penting" bagi persenjataan nuklir Korea Utara.
"Tes ini telah lama dikirim melalui telegram dan melanjutkan upaya Korea Utara untuk meningkatkan penangkal nuklirnya," katanya kepada BBC.
Advertisement
Jatuh di Perairan Jepang
Peluncuran rudal pada hari Kamis dilacak oleh militer di Jepang dan Korea Selatan - pejabat Jepang mengatakan itu terbang ke ketinggian 6.000 km (3.728 mil) dan jatuh di perairan Jepang setelah terbang selama lebih dari satu jam.
Ketinggiannya melampaui rudal sebelumnya - Hwasong-15 - yang mencapai ketinggian 4.500 km (2.800 mil) dalam serangkaian tes yang dilakukan oleh Korea Utara pada tahun 2017.
Para ahli memperkirakan Hwasong-15, jika ditembakkan pada lintasan standar, bisa menempuh jarak lebih dari 13.000 km (8.080 mil), menempatkan bagian mana pun dari benua Amerika Serikat dalam jangkauan.
Rudal baru akan dapat melakukan perjalanan lebih tinggi dan lebih jauh dari ini.
Uji coba terbaru dilakukan setelah serangkaian uji coba rudal dalam beberapa pekan terakhir, beberapa di antaranya menurut AS dan Korea Selatan sebenarnya adalah bagian dari sistem ICBM.
Pyongyang mengklaim ini adalah peluncuran satelit pada saat itu.
Rudal Jenis Baru
ICBM yang diduga terbang ke ketinggian 6.000 kilometer (3.728 mil) dengan kemampuan jarak 1.080 kilometer (671 mil) dengan waktu 71 menit sebelum jatuh di perairan lepas pantai barat Jepang pada Kamis (24/3), menurut Kementerian Pertahanan Jepang.
Peluncuran pada Kamis adalah yang ke-11 tahun ini oleh Korea Utara, termasuk satu pada tanggal 16 Maret yang dianggap gagal, demikian dikutip dari laman CNN.
Analis mengatakan, uji coba itu bisa menjadi rudal jarak jauh yang pernah ditembakkan oleh Korea Utara, melebihi peluncuran ICBM terakhirnya pada November 2017.
Wakil Menteri Pertahanan Jepang Makoto Oniki mengatakan kepada wartawan bahwa ketinggian rudal menunjukkan bahwa itu adalah "jenis baru ICBM," tanda potensial Korea Utara lebih dekat untuk mengembangkan senjata yang mampu menargetkan Amerika Serikat.
Amerika Serikat bergabung dengan sekutu Korea Selatan dan Jepang dalam mengutuk keras peluncuran tersebut dan meminta Korea Utara untuk menahan diri dari tindakan destabilisasi lebih lanjut.
Advertisement