Sukses

Perangi COVID-19, Korea Utara Tingkatkan Produksi Obat-obatan dan Pasokan Medis

Gelombang COVID-19 yang pertama kali dikonfirmasi Korea Utara pekan lalu, telah mengipasi kekhawatiran atas kurangnya sumber daya medis dan vaksin di negara tersebut.

Liputan6.com, Seoul - Korea Utara meningkatkan produksi obat-obatan dan pasokan medis termasuk alat sterilisasi dan termometer saat memerangi wabah Virus Corona COVID-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya, kata media pemerintah KCNA, Kamis (19 Mei).

Korea Utara, negara yang terisolasi itu, yang telah memberlakukan lockdown secara nasional, juga meningkatkan produksi obat-obatan tradisional Korea yang digunakan untuk mengurangi demam dan rasa sakit, kata KCNA, menyebutnya "efektif dalam pencegahan dan penyembuhan penyakit berbahaya."

Gelombang COVID-19 yang melanda, yang pertama kali dikonfirmasi Korea Utara pekan lalu, telah mengipasi kekhawatiran atas kurangnya sumber daya medis dan vaksin, dengan badan hak asasi manusia PBB memperingatkan konsekuensi "menghancurkan" bagi 25 juta penduduknya.

Setidaknya 262.270 orang lagi melaporkan gejala demam, dan satu orang tambahan meninggal pada Rabu malam, kata KCNA, mengutip data dari markas besar pencegahan epidemi darurat negara. Kedati demikian tak ada data berapa banyak orang yang dites positif COVID-19.

Korea Utara sejauh ini melaporkan 1.978.230 orang dengan gejala demam dan 63 kematian, dan memberlakukan tindakan anti-virus yang ketat.

Pabrik-pabrik memproduksi lebih banyak suntikan, obat-obatan, termometer, dan pasokan medis lainnya di ibu kota Pyongyang dan daerah-daerah sekitarnya "dengan cara yang sangat cepat," sementara lebih banyak bangsal isolasi dipasang dan pekerjaan disinfeksi diintensifkan di seluruh negeri, kata KCNA.

"Ribuan ton garam segera diangkut ke Kota Pyongyang untuk menghasilkan larutan antiseptik," kata KCNA.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Dikritik Kim Jong-un

Laporan itu muncul setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengkritik distribusi obat-obatan yang tidak efektif dan mengecam para pejabat atas tanggapan "tidak dewasa" mereka terhadap epidemi tersebut.

Tanpa kampanye vaksinasi nasional dan pengobatan COVID-19, media pemerintah telah mendorong pasien untuk menggunakan obat penghilang rasa sakit dan antibiotik serta pengobatan rumahan yang belum diverifikasi, seperti berkumur dengan air garam, atau minum teh lonicera japonica atau teh daun willow.

Korea Selatan dan Amerika Serikat masing-masing telah menawarkan untuk membantu Korea Utara memerangi wabah tersebut, termasuk mengirim bantuan, tetapi belum menerima tanggapan, kata wakil penasihat keamanan nasional Seoul, hari Rabu.

Namun, tiga pesawat dari Air Koryo Korea Utara tiba di China dan kembali ke Pyongyang pada Senin dengan membawa pasokan medis, kata sumber diplomatik tanpa menyebut nama.

3 dari 4 halaman

PBB Khawatir dengan Dampak COVID-19 di Korea Utara

Juru bicara Komisaris Tinggi PBB Untuk Hak Asasi Manusia Liz Throssell, pada Selasa (17/5), mengatakan pihaknya "sangat khawatir" dengan dampak hak asasi manusia dari wabah Corona COVID-19 yang melanda Korea Utara.

Tak hanya itu, juga termasuk kebijakan lockdown atau penghentian kegiatan dan penutupan sebagian wilayah, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (19/5/2022).

Berbicara di Jenewa, Throssell mengatakan bahwa wabah di Korea Utara "mungkin berdampak buruk pada situasi hak asasi manusia di negara itu."

Throssell mengatakan hal ini karena Korea Utara tidak memiliki "program vaksinasi apapun" dan "memiliki infrastruktur layanan kesehatan yang sangat terbatas untuk menghadapi krisis semacam ini."

Ia menambahkan bahwa langkah-langkah terbaru Korea Utara, termasuk isolasi dan pembatasan perjalanan "akan memiliki konsekuensi yang mengerikan bagi mereka yang bahkan sudah berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka."

"Kami mendesak pihak berwenang DPRK untuk memastikan bahwa semua tindakan yang diambil guna mengatasi pandemi ini merupakan hal yang perlu, proporsional, tidak diskriminatif, terikat waktu dan berjalan sesuai hukum hak asasi manusia internasional," tegas Throssell.

Lebih jauh ia menekankan perlunya komunikasi dan solidaritas antara Korea Utara dan masyarakat internasional, serta pelonggaran sanksi-sanksi, dalam penanganan COVID-19 di negara tersebut.

 

4 dari 4 halaman

Kim Jong-un Nilai Pejabat Korea Utara Tak Sigap Tangani COVID-19

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengecam tanggapan negaranya terhadap wabah COVID-19 pertama yang dikonfirmasi sebagai tidak matang, menuduh pejabat pemerintah tidak memadai dan kelembaman ketika kasus demam melanda negara itu, media pemerintah melaporkan pada Rabu (18 Mei).

Dilansir dari laman Channel News Asia, Rabu (18/5/2022), Korea Utara melaporkan 232.880 lebih banyak orang dengan gejala demam, dan enam kematian lagi setelah negara itu mengungkapkan wabah COVID-19 pekan lalu. Tidak disebutkan berapa banyak orang yang dites positif terkena virus corona.

Memimpin pertemuan politbiro Partai Buruh yang berkuasa pada hari Selasa, Kim mengatakan "ketidakmatangan dalam kapasitas negara untuk mengatasi krisis" meningkatkan "kompleksitas dan kesulitan" dalam memerangi pandemi, menurut KCNA.

Sejak pengakuan pertama wabah Virus Corona COVID-19, Korea Utara telah melaporkan 1,72 juta pasien dengan gejala demam, termasuk 62 kematian pada Selasa malam.

Namun Korea Utara juga mengatakan situasi virus negara itu mengambil "belok yang menguntungkan," menambahkan pertemuan partai membahas "mempertahankan peluang bagus di bidang pencegahan epidemi secara keseluruhan".

Laporan itu tidak merinci atas dasar apa Korea Utara sampai pada penilaian positif seperti itu. Padahal negara itu belum memulai vaksinasi massal dan memiliki kemampuan pengujian yang terbatas, membuat banyak ahli khawatir mungkin sulit untuk menilai seberapa luas dan cepat penyakit ini menyebar.