Sukses

Sri Lanka Terancam Kelaparan, Krisis Ekonomi Diprediksi Picu Inflasi Mencuat

Sri Lanka terancam kelaparan di tengah krisis ekonomi yang belum juga ada pertanda berakhir, meski sudah dipilih perdana menteri pengganti.

, Kolombo - Sri Lanka terancam kelaparan di tengah krisis ekonomi yang belum juga ada pertanda berakhir, meski sudah dipilih perdana menteri pengganti.

Keputusan Presiden Gotabaya Rajapaksa melarang impor pupuk kimia pada April 2021 lalu. Hal itu berdampak memangkas hasil panen secara drastis di Sri Lanka.

Kini, di tengah bencana ekonomi, pemerintah mencabut kembali larangan tersebut dan berjanji akan menjamin ketersediaan pupuk pada musim tanam September-Maret depan.

"Walaupun kita tidak lagi punya waktu untuk mengimpor pupuk pada musim tanam ini (Mei s/d Agustus), langkah-langkah sudah diambil untuk menjamin ketersediaan cadangan yang cukup untuk musim tanam selanjutnya,” kata Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe via akun Twitternya, Kamis 19 Mei 2022 malam seperti dikutip dari DW Indonesia, Minggu (22/5/2022).

"Saya memohon kepada semua warga untuk memahami situasinya."

Sembilan Menteri Baru hingga Picu Inflasi

Presiden Rajapaksa menunjuk sembilan menteri baru pada Jumat 20 Mei, antara lain untuk jabatan di Kementerian Kesehatan, Perdagangan dan Pariwisata. Adapun fungsi menteri keuangan diyakini masih akan diemban Wickremesinghe.

Kamis kemarin, Bank Sentral Sri Lanka mengumumkan sudah mengamankan jumlah mata uang asing yang cukup untuk membayar impor bahan bakar. Uang didapat dari pinjaman Bank Dunia. Namun begitu, suplai gas dan minyak belum sepenuhnya pulih.

Krisis ekonomi di Sri Lanka diprediksi akan mencuatkan angka inflasi ke kisaran 40% dalam beberapa bulan ke depan. Bank Sentral mengatakan, kenaikan inflasi digerakkan oleh gangguan pada rantai suplai. 

Angka inflasi menyentuh 29,8 persen pada April silam, dengan harga bahan pokok melonjak sebanyak 46,6 persen dari tahun lalu.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Negosiasi Utang

Sri lanka tahun ini diwajibkan membayar cicilan utang senilai USD 7 miliar atau sekitar Rp. 100 triliun kepada debitur luar negeri. Namun pembayaran dibekukan secara sepihak sementara pemerintah di Kolombo bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Separuh utang Sri Lanka senilai USD 25 miliar didapat dari sektor swasta. Sementara sisanya merupakan pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Jepang. Adapun China merupakan debitur terbesar ketiga bagi Sri Lanka.

Meski begitu, pemerintah di Beijing memiliki kekuatan hukum untuk memperlambat negosiasi restrukturisasi utang.

China sejauh ini berjanji akan "memainkan peranan positif” dalam perundingan dengan IMF terkait pinjaman darurat. Beijing menawarkan utang tambahan kepada Sri Lanka, tapi menolak terlibat dalam negosiasi restrukturisasi utang. 

Komplikasi dari Beijing

"Pemerintah China diyakini enggan memutihkan utang Sri Lanka lantaran mengkhawatirkan permintaan serupa dari negara-negara lain yang meminjam duit dari skema Belt and Road Initiative miliknya, kata ekonom Sri Lanka, W.A. Wijewardena.

"Jika China memberikan konsesi bagi Sri Lanka, ia juga harus memberikan konsesi serupa kepada kreditur lain,” ujarnya. "Mereka tidak ingin mengambil risiko tersebut.”

Keengganan China memutihkan utang negerinya berpotensi menghambat perundingan dengan IMF yang antara lain mengutamakan restrukturisasi utang. Sektor swasta juga akan terdorong untuk menolak penghapusan utang Sri Lanka.

"Minimnya sikap kooperatif oleh Beijing bisa membuat pemulihan utang Sri Lanka menjadi lebih rumit,” kata Aditi Mittal dari lembaga konsultasi Verisk Maplecroft. 

Bank Sentral Sri Lanka sendiri bersikeras menyiapkan proposal restrukturisasi utang sebagai jalan keluar krisis. "Kami saati ini berada dalam status kebangkrutan,” kata Gubernur Bank Sentral, P. Nandalal Weerasinghe. 

"Posisi kami sudah sangat jepas, sampai adanya restrukturisasi utang, kami tidak bisa membayar cicilan”, pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Kehabisan Bensin

Sebelumnya, Perdana Menteri baru Sri Lanka mengatakan negara itu kehabisan bensin, di tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam lebih dari 70 tahun.

Dalam pidato yang disiarkan televisi, PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan negara itu sangat membutuhkan $75 juta (£60,8 juta) mata uang asing dalam beberapa hari ke depan untuk membayar impor penting.

Mengutip BBC, Selasa (17/5/2022), PM Wickremesinghe disebutkan juga mengatakan bank sentral harus mencetak uang untuk membayar gaji pemerintah.

Wickremesinghe juga mengatakan maskapai milik negara Sri Lanka Airlines mungkin akan diprivatisasi.

Perekonomian negara kepulauan itu telah terpukul keras oleh pandemi COVID-19, kenaikan harga energi, dan pemotongan pajak populis. Kekurangan kronis mata uang asing dan inflasi yang melonjak telah menyebabkan kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang parah.

Di ibu kota Kolombo, becak, alat transportasi paling populer di kota, dan kendaraan lain mengantre di pom bensin.

"Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari. Beberapa bulan ke depan akan menjadi yang paling sulit dalam hidup kami," kata Wickremesinghe, yang ditunjuk sebagai perdana menteri pada Kamis 12 Mei.

Namun, pengiriman bensin dan solar menggunakan jalur kredit dengan India dapat menyediakan pasokan bahan bakar dalam beberapa hari ke depan, tambahnya.

Wickremesinghe mengatakan bank sentral negara itu harus mencetak uang untuk membantu memenuhi tagihan upah pemerintah dan komitmen lainnya.

"Di luar keinginan saya sendiri, saya terpaksa mengizinkan pencetakan uang untuk membayar pegawai negeri dan membayar barang dan jasa penting. Namun, kita harus ingat bahwa mencetak uang menyebabkan Depresiasi rupee," katanya.

Dia juga mengusulkan penjualan Sri Lanka Airlines sebagai bagian dari upaya menstabilkan keuangan negara. Maskapai kehilangan 45 miliar rupee Sri Lanka ($ 129,5 juta; £ 105 juta) pada tahun yang berakhir Maret 2021.

4 dari 4 halaman

Demo Besar-Besaran

Dalam beberapa minggu terakhir, telah terjadi protes besar, terkadang disertai kekerasan, terhadap Presiden Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya.

Kakak laki-laki presiden Mahinda mengundurkan diri sebagai perdana menteri setelah pendukung pemerintah bentrok dengan pengunjuk rasa. Sembilan orang tewas dan lebih dari 300 terluka dalam kekerasan tersebut.

 PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada BBC, bahwa krisis ekonomi "akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik".

Dalam wawancara pertamanya sejak menjabat, dia juga berjanji untuk memastikan keluarga akan mendapatkan tiga kali makan sehari.

Menghimbau dunia untuk lebih banyak bantuan keuangan, dia berkata "tidak akan ada krisis kelaparan, kita akan menemukan makanan".

Sri Lanka Rusuh, Kemlu RI Pastikan 273 WNI dalam Kondisi Aman

Kementerian Luar Negeri RI lewat KBRI Kolombo telah memastikan bahwa seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Sri Lanka, aman dan tidak terdampak dari kerusuhan akibat krisis ekonomi.

"Saat ini, tercatat 273 WNI yang berada di Sri Lanka di mana 194 merupakan pemegang izin tinggal tetap dan 79 orang merupakan pemegang visa kunjungan bisnis," ujar Direktur PWNI Kemlu RI Judha Nugraha dalam press briefing, Kamis (12/5/2022).

Judha Nugraha menegaskan bahwa seluruh WNI tersebut bisa dipastikan aman.

"Kondisi saat ini, menurut KBRI Kolombo, tidak ada WNI yang terdampak situasi krisis Sri Lanka," kata Judha dalam konferensi pers di Kemlu RI, Kamis (12/5/2022).

Judha Nugraha menyebutkan, jika memang ada WNI yang membutuhkan bantuan, KBRI Kolombo selalu siap untuk membantu.

Sementara itu, lewat akun Instagram @indonesiaincolombo, KBRI mengimbau agar WNI tak keluar rumah selama jam malam diberlakukan hingga besok.

"Agar WNI mematuhi instruksi keamanan untuk tidak keluar rumah selama jam malam dan selalu waspada serta memantau perkembangan," tulis KBRI Kolombo.

KBRI juga mengimbau agar WNI sebisa mungkin menghindari kerumunan massa di Sri Lanka.

Sri Lanka dilanda krisis ekonomi dan kerusuhan Usai pengunduran diri Mahinda Rajapaksa dari kursi perdana menteri, kericuhan tetap terjadi di Sri Lanka. Massa juga menyerukan pengunduran diri dari Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Pemerintah sendiri mengerahkan puluhan ribu tentara, personel angkatan laut dan udara untuk berpatroli di jalan-jalan ibu kota Kolombo.

Lebih dari 50 rumah milik para pejabat telah dibakar, termasuk rumah keluarga Rajapaksa, beberapa menteri, serta anggota parlemen.