Liputan6.com, Pahang - Seorang mantan diplomat Malaysia dan putranya ditangkap setelah ditemukan perkebunan ganja dengan lebih dari 100 pohon ditemukan di kompleks rumahnya, di desa Bentong, Pahang.
Kapolsek Pahang Ramli Mohamed Yoosuf mengatakan, kasus tersebut dianggap sebagai penyitaan tanaman ganja terbesar di Malaysia, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (25/5/2022).
Nilai 102 pohon ganja yang disita adalah RM 61.200 atau setara Rp 203 juta, katanya saat konferensi pers pada Rabu (25/5).
Advertisement
Baca Juga
Mantan diplomat berusia 78 tahun itu ditangkap di rumahnya di Janda Baik pada Sabtu kemarin. Putranya (53) ditangkap di sebuah rumah di Shah Alam, Selangor.
Dalam penggerebekan di Janda Baik, polisi juga menemukan tanaman kering diduga ganja, dua botol kaca diduga berisi minyak ganja, minyak kelapa, dan batang bambu modifikasi yang diyakini digunakan untuk konsumsi ganja.
"Cairan ganja yang dicurigai berharga sekitar RM 250 per botol berdasarkan nilai pasar. Diyakini diproses di rumah untuk dijual ke pelanggan mereka," kata Ramli.
Menurut Ramli, mantan diplomat itu mengakui selama penyelidikan bahwa ia telah menggunakan beberapa tetes cairan yang diyakini sebagai minyak ganja yang dicampur dalam minuman selama tiga tahun terakhir.
Penyelidikan awal juga menunjukkan bahwa putranya, yang dinyatakan positif menggunakan narkoba, telah terlibat dalam aktivitas narkoba sejak 2013 dan telah menanam pohon ganja sejak 2015, katanya.
Investigasi sedang dilakukan untuk menentukan kepada siapa zat itu dijual dan bagaimana cara memasarkannya.
Mantan diplomat itu telah ditahan selama tujuh hari sejak 22 Mei, sementara permohonan penahanan terhadap putranya akan dilakukan pada hari Rabu untuk membantu penyelidikan di bawah Undang-Undang Bahaya Narkoba.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Thailand Beri Lampu Hijau untuk Izin Tanam Ganja di Rumah
Sementara itu, Dewan Narkotika Thailand pada Selasa (25/1) mengatakan akan menghapus ganja dari daftar obatnya, sehingga membuka jalan bagi rumah tangga untuk menanam tanaman itu.
Dilansir dari Channel News Asia, Thailand menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan ganja pada 2018 untuk penggunaan medis dan penelitian.
Di bawah aturan baru, orang dapat menanam tanaman ganja di rumah setelah memberi tahu pemerintah daerah mereka, tetapi ganja tidak dapat digunakan untuk tujuan komersial tanpa izin lebih lanjut, kata Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul kepada wartawan.
Aturan tersebut harus dipublikasikan di Royal Gazette resmi dan 120 hari harus berlalu sebelum tanaman ganja rumahan menjadi legal.
Advertisement
Izin Legalitas Ganja
Sementara itu, kementerian kesehatan minggu ini akan mengajukan kepada parlemen rancangan RUU terpisah yang memberikan perincian tentang penggunaan legal ganja, termasuk produksi dan penggunaan komersialnya, termasuk pedoman penggunaan rekreasional.
Ganja yang ditanam di rumah harus digunakan untuk tujuan medis seperti obat tradisional, kepala regulator makanan dan obat-obatan, Paisal Dankhum mengatakan sebelumnya dan akan ada inspeksi acak.
Rancangan RUU menghukum pertumbuhan ganja tanpa memberi tahu pemerintah dengan denda hingga 20.000 baht (Rp 8,6 juta) dan menetapkan denda hingga 300.000 baht atau tiga tahun penjara, atau keduanya, karena menjualnya tanpa izin.
Awal Mula Munculnya Tanaman Ganja Berasal dari Dataran Tinggi Tibet?
Ganja, yang idjadikan sebagai tanaman obat dan psikotropika ini, sejak lama diperkirakan pertama kali berevolusi di Asia Tengah, tepatnya di Dataran Tinggi Tibet. Anggapan ini merupakan hasil dari analisis para ilmuwan terhadap fosil serbuk sari.
Meski demikian, para peneliti belum bisa mengungkapkan lokasi persisnya, sebab tidak ada banyak bukti yang korelasi dengan ganja kuno dalam rekam jejak fosil -- bekas yang ditinggalkan oleh mariyuana di batu.
Tetapi mereka mengaku menemukan banyak fosil serbuk sari yang mewakili genus Cannabis. Evaluasi terhadap fosil serbuk sari di Asia disatukan bersama serbuk sari Cannabis dengan tanaman yang terkait dalam genus Humulus.
Untuk penelitian baru ini, para peneliti memisahkan serbuk sari Cannabis dan Humulus dari 155 studi dan memetakannya ke wilayah di seluruh Asia, agar bisa memperjelas di mana dan kapan ganja muncul.
"Meskipun banyak literatur yang muncul dalam tiga dekade terakhir, klasifikasi ganja dan pusat asalnya masih dalam perdebatan," kata tim yang dipimpin oleh penulis pertama dan peneliti medis John McPartland dari University of Vermont.
Mereka menemukan bahwa fosil serbuk sari Cannabis awal menempatkan genus ini di barat laut China, dan berasal dari sekitar 19,6 juta tahun yang lalu.
Tetapi Cannabis menyimpang dari Humulus sekitar 28 juta tahun yang lalu, yang menunjukkan bahwa ganja mungkin berasal dari tempat lain, demikian seperti dikutip dari Live Science, Rabu (22/5/2019).
Meski para peneliti tidak menemukan serbuk sari Cannabis yang berasal dari 28 juta tahun yang lalu, mereka mendapati serbuk sari berumur 28 juta tahun dari Artemisia -- genus lain dari tanaman gulma yang tumbuh melimpah di samping Cannabis pada jutaan tahun kemudian.
"Ganja tumbuh subur di padang rumput - habitat terbuka tanpa pohon," tulis para peneliti.
Bukti awal Artemisia ini muncul di Dataran Tinggi Tibet, dekat Danau Qinghai, sebuah lokasi sekitar 10.700 kaki (3.260 meter) di atas permukaan laut.
Dengan menggunakan model statistik, penulis studi memperkirakan bahwa sejak tumbuhnya tanaman di lokasi itu, ada kemungkinan Cannabis juga hadir di ekosistem tersebut.
Dari Dataran Tinggi Tibet, ganja mencapai Eropa sekitar 6 juta tahun yang lalu, dan menyebar sejauh China timur pada 1,2 juta tahun yang lalu, para ilmuwan melaporkan.
Temuan ini telah dipublikasikan secara daring pada 14 Mei di jurnal Vegetation History and Archaeobotany.
Advertisement