Liputan6.com, Texas - Seorang siswa Sekolah Dasar Robb di Uvade, Texas, yang selamat dari penembakan massal, mengatakan dia melumuri dirinya dengan darah seorang teman yang telah tewas dan berpura-pura mati supaya selamat sambil menunggu bantuan datang.
Peristiwa berdarah yang terjadi pada Selasa (24/5) itu menewaskan 19 siswa dan dua orang guru, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (29/5/2022).
Baca Juga
Miah Cerrillo, 11 tahun, mengatakan kepada CNN bahwa dia dan seorang teman menelepon 911 dari telepon gurunya yang sudah meninggal.
Advertisement
Mereka menunggu petugas tiba di sekolah tersebut untuk memberi bantuan.
Pelaku penembakan, seorang remaja berusia 18 tahun yang bernama Salvador Ramos, berada di dalam sekolah selama lebih dari satu jam sebelum dia akhirnya ditembak mati oleh petugas taktis Patroli Perbatasan.
Pengakuan tersebut dituturkan pejabat penegak hukum tinggi yang memberikan perincian terbaru tentang garis waktu pada Kamis (26/5) yang membingungkan dan terkadang kontradiktif.
Banyak orang tua dan warga yang mendesak polisi untuk masuk ke sekolah, marah dan frustrasi akibat hal itu.
Miah mengatakan bahwa setelah penembak pindah dari satu ruangan ke kelas yang berdekatan, dia bisa mendengar teriakan dan lebih banyak letusan tembakan, dan pria bersenjata itu kemudian mulai menyalakan musik.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Suasana Mencekam bak Teror
Anak-anak yang selamat dari serangan itu menggambarkan hari akhir tahun sekolah yang meriah tersebut dengan cepat berubah menjadi teror.
Samuel Salinas, 10 tahun, mengatakan kepada ABC "Good Morning America" bahwa dia dan teman sekelas lainnya berpura-pura mati setelah Ramos menembaki seisi kelas. Samuel terkena pecahan peluru di pahanya.
“Dia menembak gurunya lalu menembak anak-anak,” kata Samuel yang berada di kelas guru yang bernama Irma Garcia. Garcia meninggal dalam tragedi berdarah itu dan suaminya, Joe Garcia, menghembuskan nafas terakhir pada Kamis karena serangan jantung.
Gemma Lopez, 10 tahun, sedang berada di ruang kelas di ujung lorong ketika Ramos memasuki gedung. Dia mengatakan kepada "Good Morning America" bahwa sebuah peluru menembus dinding kelasnya sebelum sekolah ditutup.
Advertisement
Donald Trump: Warga AS Tetap Berhak Punya Senpi
Mantan presiden AS Donald Trump membela hak-hak pemilik senjata api (senpi). Akan tetapi, ia menyerukan "secara drastis" mengubah pendekatan bangsa terhadap kesehatan jiwa dan keamanan sekolah.
"Adanya kejahatan di dunia bukan alasan untuk melucuti senjata warga yang taat hukum. Adanya kejahatan adalah salah satu alasan terbaik untuk mempersenjatai warga yang taat hukum," kata Trump kepada massa yang bertepuk tangan dalam konvensi tahunan Asosiasi Pemilik Senapan Nasional (NRA) di Houston, Texas, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (29/5/2022).
Konvensi diadakan tiga hari setelah pembantaian oleh seorang pria bersenjata, menewaskan 19 siswa dan dua guru di sekolah dasar di Uvalde, sisi lain Texas.
Sementara fraksi Demokrat di Kongres memperbarui seruan untuk undang-undang yang memperketat kepemilikan senjata api, Trump menyatakan "berbagai kebijakan pengendalian senjata api yang dididesakkan oleh orang-orang berhaluan kiri, tidak akan mampu mencegah kengerian yang terjadi."
Trump mengatakan kepada kelompok itu bahwa setiap gedung sekolah harus memiliki satu titik masuk, pagar luar yang kuat, metal detektor, pintu kelas yang diperkuat, dan setiap sekolah harus memiliki petugas polisi atau penjaga bersenjata yang bertugas setiap saat. Ia juga kembali menyerukan agar guru yang terlatih boleh membawa senjata di dalam kelas.
Trump dan pembicara lain mengabaikan peningkatan keamanan yang sudah diterapkan di sekolah dasar yang tidak menghentikan pria bersenjata itu.