Sukses

Krisis Ekonomi Sri Lanka Berisiko Picu Ribuan Anak Meninggal Kekurangan Gizi

PBB memperkirakan hampir 5,7 juta warga Sri Lanka terdampak krisis ekonomi, setengah dari mereka anak-anak yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Liputan6.com, Kolombo - Sri Lanka tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak memperoleh kemerdekaan tahun 1948. PBB memperkirakan hampir 5,7 juta warga Sri Lanka, setengah dari mereka anak-anak, membutuhkan bantuan kemanusiaan.

UNICEF mengatakan, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (12/6/2022), hampir satu dari dua anak di Sri Lanka membutuhkan beberapa bentuk bantuan darurat, termasuk gizi, perawatan kesehatan, air minum bersih, pendidikan, dan layanan kesehatan mental.

Dana anak-anak PBB atau UNICEF meminta $25 juta bantuan kemanusiaan bagi sekitar 1,7 juta anak di Sri Lanka, banyak di antaranya berisiko meninggal akibat kekurangan gizi.

Berbicara dari ibu kota, Kolombo, perwakilan UNICEF di Sri Lanka, Christian Skoog mengatakan, Sri Lanka memiliki tingkat kekurangan gizi akut kedua tertinggi di antara anak-anak balita di Asia Selatan.

"Target kami adalah merawat 56.000 anak-anak dengan gizi buruk yang akut, selama enam hingga tujuh bulan dalam rencana UNICEF. Secara potensial mereka semua bisa berisiko mati," ungkap Skoog.

"Ada beberapa bantuan. Jadi dengan dana tersebut, kami harus bisa menyalurkan bantuan dan mencegah terjadinya kematian itu."

UNICEF melaporkan, pendidikan bagi 4,8 juta anak tidak menentu. Laporan itu menyebut, anak laki-laki dan perempuan kemungkinan besar putus sekolah karena banyak program pemberian makanan di sekolah dihentikan.

Dikatakan pula dalam laporan, 25 jenis obat utama untuk anak-anak dan wanita hamil yang digunakan dalam pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, diperkirakan akan habis dalam dua bulan ke depan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Sri Lanka Terancam Kelaparan, Krisis Ekonomi Diprediksi Picu Inflasi Mencuat

Sri Lanka terancam kelaparan di tengah krisis ekonomi yang belum juga ada pertanda berakhir, meski sudah dipilih perdana menteri pengganti.

Keputusan Presiden Gotabaya Rajapaksa melarang impor pupuk kimia pada April 2021 lalu. Hal itu berdampak memangkas hasil panen secara drastis di Sri Lanka.

Kini, di tengah bencana ekonomi, pemerintah mencabut kembali larangan tersebut dan berjanji akan menjamin ketersediaan pupuk pada musim tanam September-Maret depan.

"Walaupun kita tidak lagi punya waktu untuk mengimpor pupuk pada musim tanam ini (Mei s/d Agustus), langkah-langkah sudah diambil untuk menjamin ketersediaan cadangan yang cukup untuk musim tanam selanjutnya,” kata Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe via akun Twitternya, Kamis 19 Mei 2022 malam seperti dikutip dari DW Indonesia, Minggu (22/5/2022).

"Saya memohon kepada semua warga untuk memahami situasinya."

Sembilan Menteri Baru hingga Picu Inflasi

Presiden Rajapaksa menunjuk sembilan menteri baru pada Jumat 20 Mei, antara lain untuk jabatan di Kementerian Kesehatan, Perdagangan dan Pariwisata. Adapun fungsi menteri keuangan diyakini masih akan diemban Wickremesinghe.

Kamis kemarin, Bank Sentral Sri Lanka mengumumkan sudah mengamankan jumlah mata uang asing yang cukup untuk membayar impor bahan bakar. Uang didapat dari pinjaman Bank Dunia. Namun begitu, suplai gas dan minyak belum sepenuhnya pulih.

Krisis ekonomi di Sri Lanka diprediksi akan mencuatkan angka inflasi ke kisaran 40% dalam beberapa bulan ke depan. Bank Sentral mengatakan, kenaikan inflasi digerakkan oleh gangguan pada rantai suplai. 

Angka inflasi menyentuh 29,8 persen pada April silam, dengan harga bahan pokok melonjak sebanyak 46,6 persen dari tahun lalu.

3 dari 4 halaman

Negosiasi Utang

Sri lanka tahun ini diwajibkan membayar cicilan utang senilai USD 7 miliar atau sekitar Rp. 100 triliun kepada debitur luar negeri. Namun pembayaran dibekukan secara sepihak sementara pemerintah di Kolombo bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Separuh utang Sri Lanka senilai USD 25 miliar didapat dari sektor swasta. Sementara sisanya merupakan pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Jepang. Adapun China merupakan debitur terbesar ketiga bagi Sri Lanka.

Meski begitu, pemerintah di Beijing memiliki kekuatan hukum untuk memperlambat negosiasi restrukturisasi utang.

China sejauh ini berjanji akan "memainkan peranan positif” dalam perundingan dengan IMF terkait pinjaman darurat. Beijing menawarkan utang tambahan kepada Sri Lanka, tapi menolak terlibat dalam negosiasi restrukturisasi utang.

Komplikasi dari Beijing

"Pemerintah China diyakini enggan memutihkan utang Sri Lanka lantaran mengkhawatirkan permintaan serupa dari negara-negara lain yang meminjam duit dari skema Belt and Road Initiative miliknya, kata ekonom Sri Lanka, W.A. Wijewardena.

"Jika China memberikan konsesi bagi Sri Lanka, ia juga harus memberikan konsesi serupa kepada kreditur lain,” ujarnya. "Mereka tidak ingin mengambil risiko tersebut.”

Keengganan China memutihkan utang negerinya berpotensi menghambat perundingan dengan IMF yang antara lain mengutamakan restrukturisasi utang. Sektor swasta juga akan terdorong untuk menolak penghapusan utang Sri Lanka.

"Minimnya sikap kooperatif oleh Beijing bisa membuat pemulihan utang Sri Lanka menjadi lebih rumit,” kata Aditi Mittal dari lembaga konsultasi Verisk Maplecroft. 

Bank Sentral Sri Lanka sendiri bersikeras menyiapkan proposal restrukturisasi utang sebagai jalan keluar krisis. "Kami saati ini berada dalam status kebangkrutan,” kata Gubernur Bank Sentral, P. Nandalal Weerasinghe. 

"Posisi kami sudah sangat jepas, sampai adanya restrukturisasi utang, kami tidak bisa membayar cicilan”, pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Perbaiki Keuangan Negara, Sri Lanka Naikkan Harga BBM hingga 24 %

Sri Lanka menaikkan harga bahan bakar pada Selasa (24/5), sebuah langkah yang telah lama ditandai untuk memperbaiki keuangan publik.

Selain itu juga untuk memerangi krisis ekonomi yang melemahkan, tetapi kenaikan itu pasti akan menambah laju inflasi setidaknya dalam jangka pendek, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (24/5/2022).

Menteri Tenaga dan Energi Kanchana Wijesekera mengatakan dalam sebuah pesan di Twitter bahwa harga bensin akan naik 20 hingga 24 persen.

Sementara harga solar akan naik 35 hingga 38 persen dengan segera. Batas harian tentang berapa banyak yang dapat dibeli setiap konsumen juga akan berlanjut.

"Pemerintah akan mengadakan pembicaraan dengan pemangku kepentingan sektor transportasi untuk meningkatkan biaya paralel dengan kenaikan terakhir," katanya kemudian dalam briefing kabinet online.

Kenaikan harga bahan bakar dan transportasi pasti akan mengalir ke makanan dan barang-barang lainnya, kata para ekonom.

Inflasi tahunan di negara kepulauan itu naik ke rekor 33,8 persen pada April dibandingkan dengan 21,5 persen pada Maret, menurut data pemerintah yang dirilis pada Senin.

Sri Lanka berada dalam pergolakan krisis ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan pada tahun 1948, karena kekurangan devisa yang parah telah menghentikan impor dan membuat negara itu kekurangan bahan bakar dan obat-obatan, dan berjuang dengan pemadaman listrik bergilir.