Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Minggu 13 Juni 2022 menyatakan dukungan penuh untuk Presiden Rusia Vladimir Putin, media pemerintah negara itu melaporkan, meskipun ada kecaman internasional atas invasinya ke Ukraina.
"Rakyat Rusia telah mencapai keberhasilan besar dalam mencapai tujuan yang adil untuk membela martabat dan keamanan negara mereka ... sambil menghadapi segala macam tantangan dan kesulitan," kata Kim dalam sebuah pesan kepada Putin pada momen libut Russia Day, menurut kantor berita resmi Korea Utara, Korean Central News Agency seperti dikutip dari Yonhap News, Senin (13/6/2022).
Baca Juga
"Rakyat Korea memberikan dukungan dan dorongan penuh kepada mereka."
Advertisement
Rujukan nyata Kim terhadap serangan tak beralasan terhadap Ukraina sebagai "alasan yang adil" untuk membela keamanan Rusia, adalah tanda terbaru yang menggambarkan hubungan bilateral dekat yang telah berlangsung puluhan tahun antara kedua negara.
Pyongyang baru-baru ini menekankan hubungan dekatnya dengan Moskow, meskipun ada kritik dari komunitas internasional atas invasi Rusia ke Ukraina.
Kim juga menyatakan keyakinannya bahwa hubungan persahabatan dengan Rusia akan terus menguat di semua bidang dan dalam "perjalanan untuk membela keadilan internasional dan memastikan keamanan global."
Sebelumnya diketahui pada 2019, Kim mengadakan pertemuan puncak pertamanya dengan Putin di kota Vladivostok di timur jauh Rusia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rusia Klaim Hancurkan Gudang Sistem Rudal Pasokan AS di Ukraina
Sebelumnya, Kementerian pertahanan Rusia mengatakan pihaknya menghancurkan gudang yang penuh dengan sistem rudal anti-tank dan anti-pesawat yang disediakan ke Ukraina oleh AS dan UE, kantor berita negara TASS melaporkan pada Minggu 12 Juni 2022.
Angkatan udara Rusia menggunakan rudal jelajah Kalibr dalam serangan yang menghancurkan gudang senjata besar yang terletak di wilayah Ternopil, kata juru bicara kementerian pertahanan Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov.
"Rudal berbasis laut jarak jauh Kalibr presisi tinggi di daerah pemukiman Chortkiv, wilayah Ternopil, menghancurkan gudang besar sistem rudal anti-tank yang dipasok ke rezim Kiev dari AS dan negara-negara Eropa, sistem rudal anti-pesawat dan peluru artileri untuk sistem senjata,” tambah Konashenkov.
Sejak awal perang ketika Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, AS dan sekutu Eropanya telah memasok Kiev dengan sistem senjata dan peralatan militer senilai ratusan juta dolar termasuk drone, artileri berat, rudal anti-pesawat dan anti-tank.
Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan AS bahwa Moskow akan menyerang "target baru" jika Barat memasok rudal jarak jauh ke Ukraina untuk digunakan dalam Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi M142 (HIMARS).
Washington mengatakan pihaknya menerima jaminan dari Kiev bahwa rudal jarak jauh tidak akan digunakan untuk menyerang sasaran di Rusia.
Advertisement
Pasukan Rusia Menembaki Pabrik Kimia Sievierodonetsk di Ukraina Timur
Pada Minggu 12 Juni 2022, pasukan Rusia juga dilaporkan membombardir pabrik kimia yang melindungi ratusan tentara dan warga sipil di Kota Sievierodonetsk, Ukraina timur. Kendati demikian gubernur Provinsi Luhansk mengatakan pabrik tersebut masih di bawah kendali Ukraina.
Gubernur Serhii Haidai, dalam laporan yang dikutip dari VOA Indonesia, Senin (13/6/2022), menyebut separatis pro-Rusia berbohong bahwa 300 hingga 400 tentara dan beberapa ratus warga sipil Ukraina terperangkap di fasilitas Azot itu.
“Wilayah pabrik hanya ditembaki,” kata Haidai. "Pertempuran sedang berlangsung di pinggiran kota, di jalan-jalan dekat pabrik itu." Ia mengatakan kebakaran besar terjadi di pabrik itu, Sabtu (11/6) selama penembakan yang dilakukan oleh Rusia.
Rusia mengklaim telah menguasai 97% Provinsi Luhansk. Tetapi merebut kota industri Sievierodonetsk, yang sebelum perang berpenduduk 100.000 ini tetap penting bagi tujuan luas Moskow untuk mengendalikan wilayah Donbas timur, yang mencakup provinsi Luhansk dan Donetsk.
Rusia merebut Semenanjung Krimea Ukraina pada tahun 2014 dan sejak itu dan pasukan Kiev telah memerangi separatis pro-Rusia di wilayah Donbas.
Leonid Pasechnik, pimpinan Republik Rakyat Luhansk yang menyatakan memisahkan diri dari Ukraina, mengakui, "Sievierodonetsk belum 100% dibebaskan. Jadi, tidak mungkin untuk menyebut situasi di Sievierodonetsk tenang, bahwa kota itu sepenuhnya milik kami."
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dalam pidato video Sabtu malam mengatakan tidak ada yang tahu berapa lama perang dengan Rusia akan berlanjut. Meski demikian Zellenskyy mengatakan pasukan Ukraina telah menentang penilaian awal bahwa Rusia akan menyerbu Ukraina timur ketika mengalihkan perhatian ke sana setelah sebelumnya gagal menggulingkan Zelensky atau merebut ibu kota, Kiev, saat menyerbu Ukraina 24 Februari.
Imbas Perang Ukraina-Rusia Sejak 24 Februari 2022, 287 Anak Tewas
Korban terus berjatuhan akibat perang Rusia-Ukraina. Kantor Jaksa Agung Ukraina mengatakan pada Sabtu 11 Juni 2022 bahwa mereka mengetahui adanya kematian 24 anak lagi di Mariupol, pelabuhan tenggara yang dikepung selama berminggu-minggu sebelum pasukan Rusia berhasil merebutnya pada pertengahan Mei.
Secara total, kantor tersebut mengatakan, bahwa setidaknya 287 anak telah tewas sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022, sedangkan lebih dari 492 anak telah terluka.
"Selama pencatatan tindak pidana, diketahui bahwa 24 anak lagi tewas di Mariupol, wilayah Donetsk, akibat penembakan membabi buta oleh militer Rusia," kata kantor tersebut di aplikasi pesan Telegram seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (12/6/2022).
Wali kota Mariupol – kota yang hancur akibat pengepungan Moskow- mengatakan wabah kolera terjadi di kota itu karena sistem sanitasi rusak dan banyak jasad yang membusuk di jalan-jalan.
Rusia telah membantah pihaknya menargetkan warga sipil dan telah menolak tuduhan kejahatan perang dalam apa yang disebutnya sebagai "operasi militer khusus" yang ditujukan untuk demiliterisasi dan "denazifikasi" Ukraina. Kiev dan sekutunya mengatakan Ukraina diserbu tanpa adanya provokasi.
Awal Juni, PBB mengatakan bahwa lebih dari 250 anak Ukraina telah tewas sejak perang dimulai dan lima juta lainnya masih berisiko mengalami kekerasan dan pelecehan.
Advertisement