Liputan6.com, Bangkok - Truk pop-up ganja dibuka di sepanjang Khaosan Road, Bangkok, Thailand untuk menjual barang tersebut secara terbuka.
Mengutip situs Mothership.sg, Kamis (16/6/2022), Thailand mendekriminalisasi ganja dan mengizinkan orang-orangnya menanam tanaman itu sebanyak yang mereka inginkan di rumah mereka sendiri sejak 9 Juni 2022. Para penjaja zat tersebut mengambil kesempatan untuk eksis di wilayah abu-abu secara hukum dan menjual ganja secara terbuka.
Baca Juga
Reuters melaporkan pada 14 Juni bahwa truk pop-up berwarna hijau dibuka di surga backpacker Khaosan Road, dan permintaan ganja sangat tinggi. Turis pun ikut antre.
Advertisement
Berbagai jenis ganja dijual di truk pop-up itu. Pengecer mendapatkan uang sesuai permintaan dan kebingungan saat ini tentang bagaimana ganja dapat digunakan secara legal.
Dari foto yang beredar, para staf terlihat menimbang dan mengemas daun yang dihancurkan di depan umum dengan penjualan yang dilakukan kepada penduduk lokal dan asing.
Terlihat pula kerumunan pembeli yang mengantre.
Orang asing yang diwawancarai oleh Reuters terdengar bersukacita dengan konsumsi ganja Thailand itu.
Zat tersebut dijual dengan harga 700 baht (S$27) atau sekitar Rp 295 ribu per gram, menurut Reuters.
Staf yang menjual mengklaim obat itu dapat memengaruhi pengguna dengan cara yang berbeda, seperti membantu mereka tidur lebih nyenyak atau mengurangi kecemasan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mengapa Ganja Ada di Wilayah Abu-Abu Secara Hukum?
Thailand menjadi negara Asia pertama yang melegalkan pertumbuhan ganja dan konsumsinya dalam makanan dan minuman pada awal Juni 2022, dengan menghapusnya dari daftar narkotika.
Meskipun ganja adalah zat yang baru didekriminalisasi, secara resmi, tanaman yang ditanam di rumah harus memiliki tingkat medis dan hanya digunakan untuk tujuan medis.
Artinya tidak boleh memiliki kandungan THC (senyawa psikoaktif yang membuat orang "tinggi") di atas batas maksimum yang diperbolehkan.
Selain itu, merokok ganja di tempat umum dapat melanggar undang-undang kesehatan.
Namun, parlemen Thailand masih memperdebatkan rancangan undang-undang regulasi ganja.
Pemerintah mengatakan pihaknya berharap langkah itu akan membantu sektor pertanian dan penelitian medis ekonomi.
Sejatinya penggunaan ganja di Thailand memiliki sejarah panjang.
Meskipun ganja untuk obat dilegalkan pada tahun 2018, negara Asia Tenggara secara tradisional menggunakan ganja untuk menghilangkan rasa sakit dan kelelahan.
Advertisement
Memakan Korban
Baru-baru ini, satu orang dilaporkan tewas karena overdosis ganja.
Di hari yang sama, Bangkok Post melaporkan bahwa empat pria dirawat di rumah sakit di Bangkok untuk perawatan setelah overdosis ganja. Salah satunya kemudian meninggal karena gagal jantung.
Kematian itu terjadi lima hari setelah dekriminalisasi ganja.
Thailand Legalkan Penanaman Ganja, Boleh Dikonsumsi Tapi Terlarang Diisap
Thailand menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan penanaman ganja dan mengonsumsinya dalam minuman dan makanan. Meski begitu, Negeri Gajah Putih itu masih tetap melarang siapapun yang mengisap ganja.
Thailand menerapkan kebijakan itu dengan tujuan untuk meningkatkan sektor pertanian dan pariwisata. Setelah dilegalkan, sejumlah orang terlihat antre di gerai-gerai penjualan minuman infus daun ganja, permen, dan produk lainnya.
Para pendukung tanaman itu menyambut baik reformasi di Thailand yang selama ini dikenal reputasinya sebagai negara yang memberlakukan undang-undang antinarkoba secara tegas. "Setelah COVID, ekonomi anjlok, kami betul-betul memerlukan hal ini," kata Chokwan Kitty Chopaka, pemilik toko permen karet ganja.
Thailand, yang memiliki tradisi memakai daun ganja untuk meredakan nyeri dan pegal-pegal, sebelumnya telah melegalkan ganja untuk pengobatan pada 2018. Pemerintah, yang mengandalkan ganja sebagai tanaman komersial, berencana memberikan satu juta bibit tanaman ganja agar petani terdorong untuk menanamnya.
Namun, pihak berwenang akan berupaya mencegah ledakan penggunaan ganja yang bersifat rekreatif dengan membatasi kadarnya dalam produk-produk legal. Kepemilikan dan penjualan ekstrak ganja yang mengandung lebih dari 0,2 persen tetrahidrokanabinol, bahan psikoaktif dalam ganja, tidak diperbolehkan.
Aturan itu juga melarang orang-orang mengisap ganja dan pelanggar dapat didenda dan dipenjara.
Dalam aturan tersebut, para penanam ganja harus mendaftar lewat aplikasi pemerintah PlookGanja (tanam ganja). Hampir 100.000 orang telah menggunakan aplikasi itu, kata pejabat Kementerian Kesehatan Thailand Paisan Dankhum.
Tanaman Penghasil Uang Bagi Petani
Thailand mempromosikan ganja sebagai tanaman penghasil uang bagi petani. Selain itu, menanam ganja juga bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan lain.
"Setiap orang berhak menanam mariyuana, bekerja sama dengan rumah sakit provinsi untuk keperluan medis," kata wakil juru bicara pemerintah Thailand Traisulee Traisoranakul.
Dikutip dari laman Free Malaysia Today, Traisoranakul juga melanjutkan bahwa, bagi mereka yang tertarik harus meminta persetujuan dari pihak berwenang.
"Sejauh ini, 2.500 rumah tangga dan 251 rumah sakit provinsi telah menanam 15.000 tanaman ganja," katanya.
"Kami berharap ganja dan rami akan menjadi tanaman komersial utama bagi petani."
Orang lain yang dapat meminta izin untuk menanam ganja termasuk universitas, perusahaan komunitas, profesional medis dan profesional pengobatan tradisional.
Pengumuman itu muncul setelah Thailand tahun lalu menghapus bagian ganja dan rami tertentu dari daftar narkotika.
Advertisement