Sukses

19 Juni 2022: Kasus COVID-19 Fluktuatif, Vaksin Dosis 5 Jadi Solusi?

Kasus COVID-19 di dunia terlihat fluktuatif berdasarkan data terkini.

Liputan6.com, Washington, DC - Kasus COVID-19 di dunia masih fluktuatif, meski kasus kematian mingguan masih menunjukkan tren stabil dan tak separah seperti dua tahun sebelumnya. Namun, kehadiran sub-varian Omicron, yakni BA.4 dan BA.5 membawa risiko baru kenaikan kasus. 

Berdasarkan data Johns Hopkins University, Minggu (19/6/2022), ada total 538 juta kasus COVID-19 yang tercatat selama pandemi. Dalam 28 hari, ada 13,8 juta kasus baru, serta 40 ribu kematian.

Berikut 10 negara dan kawasan dengan kasus tertinggi COVID-19 dalam 28 hari terakhir: 

1. Amerika Serikat: 2,9 juta kasus baru

2. Taiwan: 2 juta kasus

3. Jerman: 1,1 juta kasus

4. Australia: 852 ribu kasus

5. Brasil: 849 ribu kasus

6. Prancis: 715 ribu kasus

7. Italia: 615 ribu kasus

8. Portugal: 583 ribu kasus

9. Jepang: 541 ribu kasus

10. Spanyol: 328 ribu kasus

Korea Selatan ada di peringkat 11 dengan 318 ribu kasus. Menurut data Kementerian Kesehatan Korsel, kasus harian sedang menurun di bawah 10 ribu. 

Vaksin Dosis 5

Terkait suntikan empat dosis, CDC di Amerika Serikat telah memberikan rekomendasi tersebut bagi anak-anak usia 5-11 tahun yang memiliki masalah imun. Bahkan, remaja dan orang dewasa disarankan mendapatkan lima dosis. 

"Orang-orang berusia 12 tahun dan lebih tua yang mengalami immunocompromised secara moderat atau parah mesti mendapat total 5 dosis vaksin COVID-19 mRNA sesuai perkembangan terkini. Lima dosis itu termasuk 3 dosis Pfizer-BioNTech atau vaksin COVID-19 Moderna, ditambah 2 booster Pfizer-BioNTech atau vaksin COVID-19 Moderna," tulis CDC dalam situsnya.

Orang-orang yang terkena masalah imun yang lemah contohnya yakni pasien pengidap kanker, orang yang mendapatkan transplansi organ (sehingga meminum obat untuk menekan sistem imun), mendapatkan terapi kanker CAR T-cell atau transplansi stem cell selama 2 tahun terakhir, pengidap defisiensi imun seperti DiGeorge Syndrome atau Wiskott-Aldrich Syndrome.

Pengidap HIV jangka panjang juga masuk kategori ini, serta orang yang meminum obat dengan dosis tinggi corticosteroid atau obat-obatan lain yang dapat menekan respons imun. CDC juga menyarankan orang-orang dalam kategori-kategori tersebut berkonsultasi dengan dokter terkait vaksinasi COVID-19.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Satgas COVID-19 Ungkap Biang Kerok Naiknya Kasus

Indonesia tengah dilanda kenaikan kasus COVID-19 beberapa pekan terakhir yang diakibatkan kemunculan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. Varian baru ini menjadi penyebab terjadi lonjakan kasus COVID-19 di sejumlah negara lain.

Kasubbid Dukungan Kesehatan Satgas COVID-19 Alexander Ginting mengakui, kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi disebabkan oleh munculnya varian Omicron BA.4 dan BA.5.

"Jadi, memang benar bahwa setiap ada perubahaan varian, itu menyebabkan terjadi kenaikan kasus," ujar Alex saat diskusi Awas, Omicron Kembali Mengintai Indonesia, ditulis Minggu (19/6/2022).

Walau begitu, kenaikan kasus yang terjadi tak hanya disebabkan munculnya varian baru, melainkan ada faktor lainnya. Pertama, longgarnya penerapan protokol kesehatan masyarakat.

"Tapi kenaikan kasus ini juga dibarengi oleh faktor-faktor lain. Salah satunya adalah terjadinya pelonggaran protokol kesehatan di masyarakat, individu, keluarga ataupun komunitas," terang Alex.

Faktor kedua, seiring dengan semangat perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional yang menyebabkan terjadinya peningkatan mobilitas. 

Mobilitas ini tertuang dalam surat edaran Satgas COVID-19 tentang Protokol Kesehatan bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri No. 18 dan Surat Edaran No. 19 tentang Protokol Kesehatan bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri.

"Ini juga memengaruhi terjadinya mobilitas yang tinggi. Artinya, banyak orang Indonesia ke luar dan banyak orang luar masuk Indonesia," ungkap Alex.

3 dari 5 halaman

Tes PCR

Faktor ketiga, menurut Alexander Ginting, adalah pelonggaran peraturan yang tidak mewajibkan pelaku perjalanan melakukan tes PCR dan lain-lain. Hal ini seiring dengan vaksinasi yang memadai. Sehingga pelonggaran persyaratan dialihkan ke persyaratan vaksinasi COVID-19.

Dalam upaya menekan penyebaran varian Corona, Pemerintah akan melanjutkan penerapan strategi pengendalian COVID-19 berlapis yang selama ini diterapkan. Apalagi pandemi COVID-19 belum berakhir dan corona virus ini akan terus bermutasi dan menular. 

"Sekarang kita masuk dalam penerapan protokol kesehatan di tingkat desa dan kelurahan yang disebut skala micro. Ini yang tidak boleh kemah. Sebab, ini bagian dari sistem ketahanan negara," beber Alex melalui pernyataannya.

Terkait varian baru Omicron BA. 4 dan BA.5, Alexander Ginting melanjutkan, muncul dengan karakter unik yakni mampu menghindari antibodi sistem kekebalan tubuh atau yang disebut escape immunity.

"Memang jelas bahwa varian BA.4 dan BA.5 ini dilaporkan juga memiliki kemampuan penurunan kemampuan terhadap Antibodi monoklonal jadi dia memiliki kemampuan escape," terangnya.

Alex menambahkan, dua varian di atas memiliki sifat yang mudah menular dari satu orang ke orang lainnya. Termasuk orang-orang yang sudah mendapat vaksinasi lengkap dan booster COVID-19.

Meski demikian, varian omicron BA.4 dan BA.5 tidak memiliki tingkat infeksi separah varian Delta atau Omicron.

“Sehingga dengan adanya subvarian BA.4 dan BA.5 ini hanya menimbulkan gejala ringan, tidak sama dengan waktu Delta," jelas Alex.

4 dari 5 halaman

Jokowi: Waspada BA.4 dan BA.5

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, meskipun positivity rate Indonesia masih di bawah standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) namun masyarakat harus tetap waspada menghadapi pandemi COVID-19.

“Sejak awal meskipun belum naik, dulu kan saya sudah ngomong, enggak sekali, dua kali, tiga kali, waspada, waspada, waspada, baik oleh yang Omicron maupun yang BA.4, BA.5,” tegas Presiden dalam keterangannya, dikutip dari Setkab, Sabtu (18/6).

Presiden pun berharap tidak ada kenaikan kasus COVID-19 dalam kurun waktu ke depan. Untuk itu, Presiden terus mendorong masyarakat untuk segera mendapatkan suntikan ketiga vaksin COVID-19 atau booster sebagai salah satu langkah antisipasi.

“Kita berharap tidak ada kenaikan, tapi saya kira antisipasi kita sudah saya sampaikan juga sebulan, dua bulan yang lalu booster semuanya booster,” ucap Presiden.

Presiden juga menjelaskan bahwa pemerintah telah menyediakan vaksin COVID-19 dalam jumlah yang banyak sehingga masyarakat bisa segera mendapatkan suntikan ketiga vaksin COVID-19 atau booster.

“Vaksinnya ada, masih ada puluhan juta. Itu segera, minta semuanya. Sekarang ini kita ingin melakukakan booster mencari pesertanya itu yang kesulitan,” tandasnya.

5 dari 5 halaman

Infografis COVID-19: