Sukses

Imbas Invasi Rusia ke Ukraina dan Peluang Indonesia di Pasar Batu Bara Korea Selatan

Invasi Rusia ke Ukraina telah berdampak ke banyak hal, salah satunya merubah peta kebutuhan energi pengguna batu bara. Korea Selatan merupakan segelintir negara yang terdampak.

Liputan6.com, Seoul - Invasi Rusia ke Ukraina telah berdampak ke banyak hal, salah satunya merubah peta kebutuhan energi pengguna batu bara.

Sanksi atas aksi militer Rusia di Ukraina telah membuat Korea Selatan menghentikan impor batu bara Rusia dalam beberapa bulan terakhir. Jika sanksi diperluas, bukan tak mungkin akan terjadi perebutan sumber baru untuk impor dalam hal tersebut.

Duta Besar RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistyanto mengatakan, Indonesia berpeluang mengisi celah pasar untuk menyuplai batu bara ke Korea Selatan.

"Usaha ke sana sudah ada," ujar Dubes yang karib disapa Sulis itu dalam pertemuan dengan sejumlah jurnalis dalam 'Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea' kerja sama Korea Foundation dan Forum Policy Community Indonesia (FPCI) akhir Mei 2022 lalu.

"Pada rapat dengan menteri perdagangan Korea, Indonesia siap mensubstitusi kekurangan pasokan batu bara yang ditinggalkan oleh negara yang sedang perang," jelasnya.

Dubes Sulis menceritakan bahwa dirinya pernah mendapat laporan dari seorang trader, yang menyuplai sekitar 29 juta ton batu bara per tahun ke Korea Selatan dan seluruh dunia. Meskipun dengan harga yang sedang tinggi.

Untuk diketahui, batu bara yang dibutuhkan oleh Korea Selatan adalah yang berkalori tinggi, sedangkan batu bara Indonesia banyak yang tidak setinggi itu kalorinya (seperti yang di minta Korea Selatan). Oleh sebab kategori itu, Korea Selatan banyak menglmpor batu bara dari Australia dan Rusia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peluang Indonesia di Batu Bara hingga CPO

Pada kesempatan itu, Dubes Sulis juga mengutarakan komitmen untuk meningkatkan nilai perdagangan Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) hingga dua kali lipat dibanding tahun lalu. Sebelumnya pada 2021, nilai perdagangan Indonesia – Korea Selatan sebesar USD 17 miliar, dan pada tahun ini targetnya bisa naik menjadi USD 30 miliar (sekitar Rp 436 miliar).

Beberapa upaya untuk meningkatkan nilai perdagangan tersebut adalah mengambil kesempatan komoditas yang bisa disubtitusi oleh Indonesia. Mengingat sejumlah negara terdampak perang antara Rusia dan Ukraina.

"Ini kesempatan komoditasnya, bisa kita subtitusi. Misalnya batu bara khususnya, kemudian nanti ada CPO (Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit) yang akan kita coba langsung masuk ke Korea Selatan karena masih sedikit volume yang masuk," kata Dubes Sulis.

Selain itu, Dubes Sulis mengungkap juga bisa memanfaatkan investasi pabrik dari Korea di Tanah Air.

"Banyaknya pabrik-pabrik dari Korea yang invest ke kita, barang jadinya bisa diekspor Indonesia ke Korea. Ini semua nanti akan menjadi kumulatif perdagangan ditambah setelah nanti Indonesia-Korea (IK) CEPA diratifikasi."

Ia mengatakan bahwa perjanjian tersebut sudah ditandatangani tahun 2021 tapi masih ada di DPR. "Itu nanti kalau sudah ditandatangani DPR, barang-barang tidak ada bea masuk-keluar Indonesia," jelasnya.

Dubes Sulis berharap perjanjian tersebut akan diratifikasi DPR pada tahun 2022 ini.

3 dari 4 halaman

Hubungan Bilateral Indonesia-Korea Selatan di Bawah Pemerintahan Baru

Dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan di bawah pemerintahan yang baru oleh Presiden Yoon Suk-yeol, Dubes Sulis mengatakan akan terus mempertahankan hubungan baik yang selama ini sudah terjalin. Salah satunya terkait konfirmasi Presiden Yoon untuk hadir dalam KTT G20 November 2022 mendatang di Bali.

"Adanya Presidensi Indonesia di G20, saya juga ingatkan Presiden Yoon betapa ini penting, sehingga mengundang Presiden Yoon untuk hadir di Bali pada November tahun ini dan beliau mengatakan akan hadir di G20," ujar Dubes Sulis.

Tak hanya itu, Menteri Luar Negeri Korea Selatan yang baru, Park Jin juga dikonfirmasi bakal menghadiri summit setingkat menlu di Bali bulan Juli. 

"Ini semua memberikan sinyal jelas bilateral Indonesia-Korsel akan tetap dipertahankan dengan pemerintahan yang baru," ungkap Sulis.

Dubes Sulis mengatakan ia sebelumnya juga menghadiri pelantikan Presiden Korsel Yoon Seok Yeoul pada 10 Mei 2022, yang juga dihadiri Presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri.

"Saya sudah bicara langsung dengan Presiden Yoon. Saya mengingatkan kembali bahwa pada tahun 2017 sudah ditandatangani adanya special strategic partnership," ucapnya.

"Indonesia jadi satu-satunya negara ASEAN yang punya hubungan spesial dengan Korsel, saya ingatkan pada beliau tentang hubungan spesial itu," tutur Sulis.

 

4 dari 4 halaman

Upaya KBRI Seoul Dorong Investasi

Sementara itu untuk mendorong investasi, Dubes Sulis mengungkap langkah terkini yang dilakukan oleh KBRI Seoul adalah menggandeng Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) di Seoul. Dengan mengadakan "Road to G20:Briefing Session on Indonesia Investment Opportunity 2022" pada 31 Mei 2022.

"Fokus promosi investasi ke Indonesia di Korsel sesuai dengan tiga prioritas utama Presidensi G20 Indonesia, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital dan transisi energi," ucap Dubes Sulis.

Forum investasi tersebut disebutkan menampilkan enam proyek investasi, di antaranya:

  1. Zona Kawasan Industri Batang dan Kota Grand Batang, Jawa Tengah
  2. Peternakan Lobster Terintegrasi Menggunakan Teknologi Kolam RAS di Kabupaten Garut, Jawa Barat
  3. Manajemen limbah Manggar di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur
  4. Taman Wisata Tumpak Sewu, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur
  5. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Tolo 2, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan
  6. Proyek start up dan percepatan start up oleh Next Indonesia Unicorn/NEXTICORN

Kegiatan tersebut diperkirakan dihadiri sekitar 200 peserta secara online dan offline, terdiri dari para pemimpin sektor bisnis Korsel, termasuk di antaranya perusahaan besar LX International, Kodeco Energy, Heli Korea Co Ltd, Persolkelly Korea, POSCO International, Lotte E&C, KOIMA dan akselerator start up KB Innovation Hub serta Spark Labs.

Dubes Sulis pun mengatakan tiga prioritas utama dalam Presidensi G20 Indonesia juga jadi prioritasnya sebagai dubes. "Saya akan kejar sebagai sebuah deliverable program."

Dino Patti Djalal: Hubungan Spesial dengan Korea Selatan karena Tak Ada Hidden Agenda

Duta Besar RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistyanto dan Pendiri FPCI Dino Patti Djalal. (Dok KBRI Seoul)

Mengomentari hubungan bilateral antara Korea dan Indonesia, diplomat sekaligus pendiri FPCI Dino Patti Djalal yang juga hadir dalam kunjungan ke KBRI Seoul akhir Mei, mengatakan bahwa kedua negara memiliki jalinan yang sangat baik. 

"Menurut pandangan saya, yang membuat hubungan Indonesia-Korsel spesial karena hubungan ini tanpa beban dan tanpa agenda. Tidak ada hidden agenda seperti misalnya relasi dengan negara-negara besar lain," ucap Dino.

"Beban di sini artinya beban sejarah masa lalu, jadi tidak ada additional control variable yang membuat tak nyaman".

Dino menyebut bahwa Korea masuk dalam core interest dengan Indonesia, seperti Amerika, China, Inggris, Singapura, dan Australia. "Yang membuat hubungan ini spesial, hubungan ini tanpa beban tanpa hidden agenda."

"Dengan Korea (Korea Selatan) bebas, no hidden agenda, tidak ada beban masa lalu, really beautiful relationship. Ini hubungan yang sangat kuat, makanya ada special strategic partnership. Korea hanya memilih sedikit negara untuk status tersebut dan Indonesia salah satunya," pungkas Dino.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.