Sukses

Kemlu RI Sebut Ucapan Mahathir Mohamad Bisa Memecah Persahabatan RI-Malaysia

Kemlu RI menyebut politisi senior seperti Mahathir Mohamad harusnya bisa menjaga persatuan antara Indonesia-Malaysia.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menyatakan rasa kecewa atas retorika mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad terkait Kepulauan Riau. Mahathir yang notabene merupakan seorang politikus senior dinilai harus lebih bijak dalam menyampaikan pandangan. 

Retorika Mahathir Mohamad dianggap tidak memiliki dasar hukum, serta dikhawatirkan menganggu persatuan antara kedua negara di tengah kondisi global seperti sekarang.

"Indonesia tidak melihat dasar hukum dan alasan pernyataan Tun Mahathir. Ditengah situasi dunia yang sedang menghadapi banyak tantangan, seorang politisi senior seharusnya tidak menyampaikan statement yang tidak berdasar (baseless) yang dapat menggerus persahabatan," ucap juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah kepada Liputan6.com, Rabu (22/6/2022). 

"Wilayah NKRI ditentukan berdasarkan prinsip dan ketentuan hukum internasional yang berlaku," jelas Faiza. "Perlu ditekankan bahwa Kepulauan Riau adalah wilayah NKRI dan sampai kapanpun akan menjadi wilayah NKRI."

Ucapan mantan PM Malaysia itu mengemuka ketika Menteri Luar Negeri Retno Marsudi baru-baru ini membahas pentingnya kepercayaan antara negara saat ia berdialog di India. Menlu Retno menyebut butuh "vaksin" untuk melawan "virus" ketidakpercayaan tersebut.

"Untuk menangani dan mencegah virus ini menular secara cepat, di dalam Delhi Dialogue saya juga mengumpakam diperlukannya vaksin yang disebut Vaccine Strategic Trust atau Vaksin Penambah Rasa Saling Percaya," ujar Menlu Retno.

Menlu Retno Marsudi menjelaskan bahwa vaksin itu mengandung prinsip inklusivitas dan kerja sama konkret, namun masih banyak negara yang ragu-ragu dalam memakai vaksin tersebut. Ia pun meminta agar negara-negara memilih vaksin kepercayaan tersebut agar kawasan Indo-Pasifik dapat menjadi lebih sejahtera.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Ucapan Mahathir

Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan bahwa Singapura pernah dimiliki oleh Johor dan negara bagian Johor harus menuntut agar Singapura dikembalikan ke asalnya, yaitu Malaysia.

"Namun, tidak ada tuntutan apapun dari Singapura. Sebaliknya, kami menunjukkan apresiasi kami kepada kepemimpinan negara baru bernama Singapura ini," ujar Mahathir Mohamad saat berpidato pada Minggu (19 Juni) di Selangor.

Mahathir juga mengatakan, pemerintah Malaysia menganggap lebih berharga bahwa mereka memenangkan kendali atas pulau Sipadan dan Ligitan di lepas Kalimantan melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ), demikian dikutip dari straitstimes, Selasa (21/6/2022).

“Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca, atau Pulau Batu Puteh, dikembalikan kepada kita, kita juga harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau, karena mereka adalah Tanah Melayu,” tambahnya yang disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin.

Mantan perdana menteri berusia 96 tahun itu berbicara pada hari Minggu kemarin di sebuah acara di Selangor yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi non-pemerintah di bawah bendera Kongres Survival Melayu.

Dalam pidato pembukaannya yang disiarkan langsung di media sosial, Mahathir mengatakan bahwa apa yang dikenal sebagai Tanah Melayu dulu sangat luas, membentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan sampai ke Kepulauan Riau, dan Singapura, tetapi sekarang terbatas di Semenanjung Malaya.

"Saya bertanya-tanya apakah Semenanjung Malaya akan menjadi milik orang lain di masa depan," katanya.

3 dari 4 halaman

Prihatin dengan Kondisi Malaysia

Ia juga mengatakan, Malaysia saat ini bukan milik bumiputera, karena banyak orang Melayu yang tetap miskin dan cenderung menjual tanahnya.

Mendesak pendengarnya untuk belajar dari masa lalu, dia berkata: "Jika kami menemukan kami salah, kami harus memperbaiki kesalahan ini sehingga tanah kami tetap tanah Melayu."

ICJ pada tahun 2002 memutuskan bahwa Sipadan dan Ligitan milik Malaysia dan bukan milik Indonesia.

Pada tahun 2008, ICJ memutuskan bahwa Pedra Branca milik Singapura, sementara kedaulatan atas Middle Rocks di dekatnya diberikan kepada Malaysia.

Pada 2017, Malaysia mengajukan permohonan kepada ICJ untuk merevisi putusan ini. Tetapi pada Mei 2018, setelah Mahathir menjadi perdana menteri lagi, Malaysia mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan proses tersebut.

4 dari 4 halaman

Mahathir Mohamad Sebut Pembangunan Malaysia Mulai Ketinggalan Indonesia dan Vietnam

Pada April 2022, Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, juga menyampaikan pandangan bahwa negaranya mulai tertinggal dari Indonesia. Ia bahkan menyebut Malaysia kalah dari negara-negara Afrika. 

"Saya siap untuk menyetujui bahwa dalam hal pembangunan, Malaysia telah tertinggal di belakang Indonesia dan Vietnam belakangan ini. Tentu kita selalu di belakang Singapura," ujar Mahathir tertuang di akun Twitter miliknya, @chedetofficial dikutip Kamis (18/4).

Mahathir mengaku kaget saat menyebut Malaysia mulai ketinggalan oleh negara-negara Afrika, meski ia tak menyebut negara mana yang ia maksud. Namun, Mahathir menyebut masalahnya adalah korupsi dan parlemen.

Ia menyalahkan parlemen yang dilaporkan protes keras terhadap penerapan teknologi tersebut, Mahathir Mohamad menduga itu karena banyak anggota parlemen yang terlibat bisnis ekspor dan impor.

"Kita tidak siap untuk menggunakan teknologi terbaru untuk mencapai efisiensi dan membatasi korupsi. Kita menolak teknologi ini karena ia bisa mengekspor tindakan-tindakan salah dari Anggota Parlemen kita," ujar Mahathir.

"Dan jadinya negara kita terus kehilangan uang karena kita menolak jalan-jalan yang lebih baik untuk manajemen," jelasnya.