Sukses

Yael Braun-Pivet Terpilih Jadi Perempuan Pertama Sebagai Ketua Parlemen Prancis

Parlemen Prancis telah memilih Yael Braun-Pivet sebagai ketua, menjadikannya wanita pertama yang memegang jabatan tersebut.

, Paris - Parlemen Prancis telah memilih Yael Braun-Pivet sebagai ketua, menjadikannya wanita pertama yang memegang jabatan tersebut.

Yael Braun-Pivet menggunakan pidato pengukuhannya dalam peran baru untuk membahas hak-hak reproduksi.

"Keputusan brutal yang dijatuhkan Jumat lalu oleh Mahkamah Agung AS, yang membalikkan komitmennya, yang sangat mengejutkan kami, adalah pengingat yang jelas untuk waspada," kata Braun-Pivet kepada Majelis Nasional, majelis rendah Prancis, pada Selasa 28 Juni 2022 seperti dikutip dari DW.

"Tidak ada yang harus diterima begitu saja. Sejarah dibuat dengan kemajuan besar tetapi selalu terancam terbalik," tambahnya.

"Hak ini diperjuangkan dan tidak dapat dicabut. Keyakinan saya sebagai seorang wanita saat ini adalah bahwa kita perlu menjadi pengawas agar hak itu tetap ada selamanya."

Siapa Yael Braun-Pivet?

Braun-Pivet yang kini menjadi ketua Parlemen Prancis adalah mantan pengacara kriminal yang juga tinggal di Taiwan dan Jepang selama beberapa tahun. Baru-baru ini, dia mengelola dapur umum dan memberikan bantuan hukum gratis.

Dia adalah perempuan keturunan Eastern European Jews (Yahudi Eropa Timur) yang pindah ke Prancis pada 1930-an untuk menghindari penganiayaan, France 24 melaporkan.

Di dunia politik, dia adalah pendatang baru dan sebelumnya adalah anggota Partai Sosialis.

Braun-Pivet bergabung dengan aliansi tengah Emmanuel Macron setahun sebelum dia terpilih menjadi anggota parlemen pada 2017.

Segera sebelum menjadi pembicara, dia memiliki tugas satu bulan sebagai menteri wilayah luar negeri Prancis.

Braun-Pivet sekarang akan bekerja bersama Perdana Menteri baru Elisabeth Borne, yang ditunjuk bulan lalu, yang merupakan perdana menteri wanita kedua Prancis setelah Edith Cresson, yang memegang gelar itu selama 11 bulan pada 1990-an.

Borne akan menetapkan tujuan keseluruhan pemerintah dalam pidato minggu depan, dan bisa menghadapi mosi tidak percaya sesudahnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Dukung Hak Aborsi di Prancis

Braun-Pivet adalah anggota aliansi sentris ‘Ensemble', Koalisi liberal yang mendukung Presiden Macron. Saat ini koalisi ini masih memegang kursi terbanyak di DPR Prancis walau tidak menguasai mayoritas suara untuk bisa meloloskan sebuah Undang-Undang. Braun-Pivet dikenal sebagai politisi yang mendukung hak aborsi. Saat ini DPR Prancis tengah mempersiapkan peraturan untuk menghadapi inflasi dan juga hak aborsi dalam konstitusi Prancis.

Hak aborsi di Prancis disahkan pada 1975 dan mendapat dukungan politik yang luas. Namun, kini Prancis mengkaji ulang peraturan tersebut sebagai tanggapan atas keputusan Mahkamah Agung AS yang menghapus perlindungan konstitusional perempuan untuk aborsi.

"Keputusan brutal yang dijatuhkan Jumat lalu oleh Mahkamah Agung AS telah membalikkan komitmennya, yang sangat mengejutkan kami, adalah pengingat yang nyata untuk waspada,” kata Braun-Pivet setelah terpilih sebagai ketua majelis itu.

3 dari 4 halaman

Pekerjaan Rumah Parlemen Prancis

Saat ini Parlemen Prancis menghadapi sejumlah isu penting yang harus segera diselesaikan. Isu panas yang terus didorong oleh kubu oposisi dari koalisi sayap kiri adalah pemotongan pajak dan menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 65 tahun.

Di sisi lain, partai sayap kanan yang beraliansi pada Marine Le Pen, mendorong kebijakan anti-imigrasi dan stimulus kebijakan bagi rumah tangga kelas pekerja dalam mengatasi inflasi, yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina.

Pendukung Macron khawatir bahwa legislatif baru akan menyebabkan kemacetan politik dan menghalangi upaya Macron untuk membuat ekonomi Prancis lebih ramah bagi pebisnis. Meski sebagian besar kritikus menilai, kondisi parlemen saat ini cukup mewakili keberagaman yang ada di negara itu.

"Rakyat Prancis memaksa kami untuk bekerja sama, berdebat daripada saling bertarung. Mereka telah memilih kami, dan kami berbagi, apa pun perbedaannya,  kami punya tanggung jawab untuk menjawabnya di  majelis ini, yang merupakan wajah Prancis,” pungkas Braun-Pivet.

4 dari 4 halaman

Perempuan Masih Jadi Minoritas

Braun-Pivet adalah mantan Sosialis yang bergabung dengan partai Macron pada 2016 dan relatif pendatang baru dalam pembuatan undang-undang. Dia dipilih melalui pemungutan suara rahasia atas kandidat dari partai saingan.

Sejauh ini, perempuan tetap menjadi minoritas di Majelis Nasional.Terpilihnya Braun-Pivet dipandang mengirimkan pesan penting tentang perempuan dalam politik. Ia dikenal sebagai pengacara yang pernah beberapa tahun tinggal di Asia.

Braun-Pivet terpilih pertama kali jadi anggora parlemen pada 2017 dan terpilih kembali bulan ini di distriknya di barat Paris. Ia juga memimpin Komite Hukum di Majelis Rendah selama lima tahun terakhir. Majelis Nasional yang menjadi DPR di Prancis mengambil peran yang lebih penting dalam dua puluh tahun terakhir.