Liputan6.com, Singapura - Presiden Singapura Halimah Yacob pada Senin (4/7) dinyatakan positif COVID-19 dengan gejala mirip flu ringan.
"Syukurlah, saya telah divaksinasi dan dikuatkan. Saya berharap segera pulih dan saya menyesal harus melewatkan acara minggu ini," katanya dalam sebuah posting Facebook, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (4/7/2022).
Advertisement
Baca Juga
Halimah menghadiri Mudik NUS Bukit Timah pada Sabtu, dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-65 Fakultas Hukum dengan acara pemotongan kue.
Dia juga memimpin parade Hari Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) pada Jumat kemarin, di mana dia meninjau kontingen Pengawal Kehormatan dan mempersembahkan Warna Negara kepada Unit Tempur Terbaik tahun ini.
Lebih dari 2.000 Prajurit Nasional Siap Operasi SAF (NSmen), Prajurit Nasional Penuh Waktu (NSF) dan Reguler menghadiri pawai tersebut.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Halimah Yacob Jadi Presiden Wanita Pertama Singapura
Halimah Yacob, namanya, berasal dari kalangan minoritas. Ia berlatar belakang etnis Melayu, bergama Islam, dan sehari-hari mengenakan jilbab.
Setelah dilantik pada Kamis, 14 September 2017, Halimah Yacob akan memulai masa jabatannya sebagai presiden selama enam tahun.Â
Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, mengucapkan selamat atas terpilihnya Halimah sebagai presiden ke-8 di Negeri Singa tersebut.
Dalam unggahan Facebook pada Rabu, 13 September 2017, tiga jam setelah Halimah ditetapkan sebagai presiden terpilih, PM Lee memuji rekam jejak perempuan tersebut sebagai anggota serikat, pemimpin masyarakat, anggota parlemen, menteri negara, dan ketua parlemen.
"Dia akan memanfaatkan pengalamannya yang panjang, bekerja dengan orang-orang Singapura dari semua lapisan masyarakat, serta memperjuangkan pekerja, dan kelompok-kelompok yang kurang beruntung," kata PM Lee seperti dikutip dari Straits Times, Rabu (13/9/2017).Â
"Presiden adalah puncak dari sistem politik sekaligus simbol negara kita yang multiras dan multiagama. Saya yakin, Halimah akan mampu menjalankan perannya di tengah perbedaan."
Â
Â
Advertisement
Sosok Halimah Yacob Jadi Tren
Anggota Global Peace Council, Yenny Wahid, berpendapat langkah Singapura memilih presiden muslimah secara tidak langsung menujukkan negeri itu piawai membaca tren. "Bahwa ke depan semua negara harus mencari formulanya sendiri untuk mengelola keberagaman dan perbedaan."
Direktur Wahid Foundation itu menambahkan, Singapura merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya non-muslim, tapi sudah lama menjalin aliansi dengan kelompok muslim dengan baik. "Presiden pertama Singapura juga muslim."
Indonesia, kata dia, harusnya bisa lebih baik dibanding Singapura dalam mengelola keberagaman. "Indonesia harusnya bisa jadi pelopor utama dalam mengelola keberagaman, karena kebinekaan sudah lama menjadi tradisi."
Artinya, kata dia, di Indonesia kelompok minoritas juga harus dibikin merasa memang bagian dari negara. "Bukan sebaliknya, diintimidasi dan direpresi," ujarnya usai tur bersama Slank, mengampanyekan toleransi dan perdamaian di Ciamis.
Jika bisa secara konsisten menciptakan kondisi tersebut, kata Yenny, Indonesia akan menjadi inspirasi luar biasa bagi dunia. Â
Kandidat Tunggal
Jalan Halimah yang lahir tahun 1954 itu ke Istana tak melewati pemilihan seperti seharusnya. Â Seperti diketahui, untuk pilpres tahun 2017, hanya calon dari etnis Melayu yang boleh maju jadi capres. Setelah itu, para kandidat akan dipilih secara langsung oleh warga Singapura.Â
Dia adalah salah satu calon dalam Pilpres Singapura 2017. Akan tetapi, lewat sebuah mekanisme uji kelayakan yang dilakukan Elections Departments (badan urusan pemilu), hanya dia seorang yang berhasil mendapat sertifikasi layak dari Presidential Election Committee PEC dan Community Committee untuk menjadi presiden Singapura berikutnya.
Seluruh saingan Halimah, menurut Elections Departments, dianggap tidak memenuhi syarat kelayakan, sehingga tidak diperbolehkan untuk ikut bersaing.
Misalnya, Mohamed Salleh Marican, kandidat yang maju dari sektor bisnis, dinilai tak mampu mencapai standar kelayakan. Menurut Konstitusi Singapura, kandidat yang maju dari sektor bisnis harus merupakan individu yang memimpin perusahaan dengan ekuitas saham minimal senilai US$ 500 juta.
Sedangkan, ekuitas saham perusahaan Marican, 2nd Chance Properties yang bergerak di bidang retail, hanya mencapai sekitar US$ 254 juta-263 juta.
Begitu pula kandidat lain yang maju dari sektor bisnis, Farid Khan, seorang pengusaha minyak. Ekuitas saham perusahaannya, Bourbon Offshore Asia Pacific, hanya mencapai sekitar US$ 300 juta.
Adapun untuk dua kandidat lain, Shirwin Eu dan Ooi Boon Ewe, yang maju dari sektor publik juga tak mampu mencapai standar kelayakan.
Menurut konstitusi, kandidat yang maju dari sektor publik harus merupakan individu dengan yang memiliki pengalaman duduk di kursi eselon tinggi pemerintahan selama minimal tiga tahun.
Menurut hasil penilaian Elections Departments, Shirwin dan Boon Ewe belum memenuhi syarat yang diatur dalam Konstitusi.
Gagalnya para saingan menjadikan Halimah sebagai kandidat tunggal.
Karena hanya satu calon seorang, Elections Departments, pada 13 September 2017 menetapkan perempuan berdarah Melayu --yang merupakan kelompok etnis minoritas di Singapura-- itu menjadi presiden untuk periode selanjutnya.
Advertisement