Liputan6.com, Lembah Po - Akibat gelombang panas awal dan tidak biasa, serta hujan sangat sedikit pada musim panas ini, pemerintah Italia akhirnya menyatakan keadaan darurat di lima wilayah untuk mengatasi kekeringan.
Mengutip laporan VOA Indonesia, Rabu (7/6/2022), dana-dana darurat juga diumumkan, dan wewenang khusus diberikan kepada daerah untuk membantu menjamin keamanan umum dan mengganti kerugian yang diderita sektor pertanian.
Baca Juga
Keadaan darurat itu menambah kecemasan keamanan pangan yang sudah dirasakan akibat perang di Ukraina.
Advertisement
Italia menghadapi kekeringan terburuk dalam 70 tahun.
Kabinet Italia terpaksa mengumumkan keadaan darurat di Italia utara itu hingga akhir tahun ini. Juga diumumkan dana darurat senilai $ 39,5 juta atau sekitar Rp 593 miliar untuk membantu mereka yang terkena dampak kekeringan yang memburuk.
Panas dan kurangnya hujan khususnya di Lembah Po, tidak hanya mengeringkan sungai, namun juga menyebabkan keprihatinan yang besar terhadap sektor pertanian yang biasanya menjadi salah satu lumbung pangan di negara itu.
"Ini adalah benar-benar badai, kurang dari 70 persen salju pada musim dingin, empat bulan tidak hujan, suhu 3-4 derajat lebih tinggi dari rata-rata suhu musiman," ujar Sekjen untuk Distrik Lembah Po, Meuccio Berselli.
Sungai Po, sumber air tawar terbesar di Italia, sangat penting untuk pengairan. Dewan Riset Nasional Italia mengatakan, tahun ini hanya ada setengah dari jumlah hujan dibandingkan dengan rata-rata dalam 30 tahun terakhir, dan 60 persen lebih sedikit hujan di wilayah utara.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
UNICEF Desak Masyarakat Internasional Bantu Kekeringan di Ethiopia dan Somalia
Sementara itu, Direktur Eksekutif UNICEF Catherina Russell mendesak masyarakat internasional untuk segera meningkatkan dukungan guna mencegah bencana kemanusiaan akibat kekeringan yang melanda Ethiopia dan seluruh wilayah Semenanjung Somalia.
“Kekeringan di Ethiopia sangat menghancurkan,” ujarnya pada akhir kunjungan selama empat hari ke negara itu.
"Di wilayah Somalia, salah satu wilayah yang mengalami kekeringan paling parah, saya bertemu dengan anak-anak dan keluarga yang benar-benar telah kehilangan segalanya. Hewan ternak mereka mati dan akibatnya mereka tidak memiliki sumber pendapatan. Mereka tidak dapat memberi makan anak-anak dan kini berupaya keras menemukan makanan dan air bersih. Kita perlu menjangkau keluarga-keluarga ini sekarang juga sebelum terlambat,” tegas Russell.
Tiga musim hujan yang gagal secara berturut-turut telah membuat empat negara di wilayah Semenanjung Somalia yang juga dikenal dengan sebutan Tanduk Afrika mengalami salah satu musim kering terburuk dalam beberapa dasawarsa, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (30/4/2022).
Advertisement
10 Juta Orang Perlu Bantuan Mendesak
Secara keseluruhan di Djibouti, Ethiopia, Kenya dan Somalia, terdapat 10 juta anak dan keluarga yang membutuhkan bantuan penyelamatan jiwa mendesak. Kekeringan telah memicu malnutrisi di kalangan anak-anak dan keluarga pada tingkat yang mengkhawatirkan. Sekitar 1,7 juta anak mengalami kekurangan gizi parah di seluruh sub-kawasan tersebut.
Di Ethiopia, tingkat penerimaan di klinik-klinik perawatan untuk mengobati malnutrisi gizi yang akut pada anak-anak balita 15 persen lebih tinggi pada Februari 2022 dibanding periode yang sama tahun lalu.
“Anak-anak terpaksa minum air yang telah terkontaminasi, dan ini membuat mereka berisiko terjangkit kolera dan penyakit mematikan lainnya. Di Somalia, ada lebih dari seribu kasus campak dengan 16 kematian,” ujar Russell.
Tetapi bukan hanya kekurangan gizi dan penyakit yang mengancan kehidupan anak-anak, musim kering yang parah juga telah membuat lebih dari 600.000 anak putus sekolah.
Sekolah-sekolah ditutup karena kekurangan air bersih dan banyak anak putus sekolah karena mereka harus menempuh perjalanan jauh untuk mencari makan dan air, atau menjaga anak-anak yang lebih kecil ketika pengasuh mereka berusaha mencari makanan dan air bagi keluarga dan ternak mereka.
Kekeringan Melanda Kenya, 6 Jerapah Tewas Akibat Sulit Cari Makanan
Bicara soal kekeringan, enam ekor jerapah mati berbaring melingkar di tanah yang kering, dengan tubuh mereka kurus kering.
Sebuah foto yang diambil oleh jurnalis foto Ed Ram, menunjukkan kehancuran kekeringan di Kenya, yang menyebabkan manusia dan hewan berjuang untuk mendapatkan makanan dan air.
Sudah lemah, hewan-hewan itu mati setelah terjebak di lumpur, menurut Getty Images. Mereka berusaha mencapai sumber air terdekat, meskipun hampir mengering, seperti dikutip dari laman The Guardian, Kamis (16/12/2021).
Bangkai pun dipindahkan ke pinggiran Desa Eyrib di Kabupaten Wajir untuk mencegah pencemaran air waduk.
Bukan hanya hewan yang terancam. Diperkirakan 2,1 juta warga Kenya menghadapi kelaparan karena kekeringan parah di separuh negara bagian itu.
Pada hari Selasa, PBB mengatakan 2,9 juta orang masih sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. Beberapa daerah di Kenya baru-baru ini melaporkan curah hujan terburuk dalam beberapa dasawarsa, katanya.
“Sumber air untuk manusia dan ternak telah mengering, memaksa warga untuk berjalan lebih jauh dan menyebabkan ketegangan di antara masyarakat, yang telah menyebabkan peningkatan konflik antarkomunal,” kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan dalam penilaiannya.
Secara terpisah, situs berita lokal Star melaporkan bahwa 4.000 jerapah berisiko musnah karena kekeringan.
Ibrahim Ali, dari suaka jerapah Bour-Algi, mengatakan bahwa situasinya memburuk karena pertanian di sepanjang sungai, yang menghalangi satwa liar dari tempat minum.
Advertisement