Sukses

KTT Menlu G20, Jepang Fokus Isu Akhiri Invasi Rusia di Ukraina hingga Ketahanan Pangan dan Energi

Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa berkunjung ke Indonesia untuk menghadiri Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 pada 8 Juli 2022. Berikut ini rangkuman pembahasannya.

Liputan6.com, Bali - Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa berkunjung ke Indonesia untuk menghadiri Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 pada 8 Juli 2022. Selama kurang lebih 15 menit sekitar pukul 19.05 WIB, beliau mengadakan Pertemuan Menteri Luar Negeri dengan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno L.P. Marsudi.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Hayashi menyampaikan rasa hormatnya kepada Menteri Retno atas kepemimpinannya pada Pertemuan KTT Menlu G20 sebagai ketua, dan menyampaikan dukungan berkelanjutan Jepang bagi keberhasilan Indonesia dalam KTT G20 Bali.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Retno mengucapkan terima kasih atas hal tersebut. Menteri Retno juga menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, dalam peristiwa yang begitu memilukan.

"Mengenai situasi di Ukraina, salah satu topik diskusi dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri G20, kedua Menteri menegaskan bahwa setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan paksa tidak dapat diterima di mana pun di dunia," demikian disampaikan pihak Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, yang dikutip Sabtu (9/7/2022).

Selain itu, juga disampaikan bahwa kedua Menteri bertukar pandangan tentang situasi di Myanmar.

"Menteri Hayashi menyatakan keprihatinan atas tindakan baru-baru ini termasuk persetujuan eksekusi hukuman mati dan pemindahan Aung San Suu Kyi ke penjara."

Menteri Hayashi juga menegaskan kembali bahwa Jepang akan terus mendukung penuh upaya ASEAN yang akan dipimpin oleh Indonesia tahun depan. Menanggapi hal tersebut, Menteri Retno menjelaskan tentang upaya ASEAN dan pandangannya terhadap prospek ke depan.

Kedua Menteri juga membahas cara untuk lebih memajukan kerja sama bilateral di bidang-bidang seperti pengembangan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, kerja sama alutsista, dan keselamatan maritim.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Invasi Rusia Picu Kenaikan Harga hingga SDGs

 

Pada pukul 10.10 waktu Bali, selama kurang lebih 150 menit, Menlu Hayashi Yoshimasa menghadiri Sesi 1 "Penguatan Multilateralisme" di Pertemuan Menteri Luar Negeri G20.

Berikut ini rangkumannya, diinformasi oleh pihak Kedutaan Besar Jepang di Indonesia.

Di depan negara-negara G20, negara-negara undangan dan organisasi internasional berpartisipasi dalam sesi ini, di mana situasi internasional saat ini, termasuk agresi Rusia terhadap Ukraina, dampaknya terhadap multilateralisme, dan peran G20 dalam situasi seperti itu dibahas.

"Masyarakat internasional telah membangun tatanan internasional berdasarkan supremasi hukum, meskipun berliku-liku, dengan tekad untuk tidak mengulangi tragedi dua perang dunia. Di atas semua itu, masyarakat internasional telah memperkuat multilateralisme, dan mendirikan G20, forum utama untuk kerja sama ekonomi internasional kita, sebagai salah satu upaya ini," ungkap Menlu Hayashi dalam informasi dari Kedubes Jepang.

Dia kemudian menunjukkan bagaimanapun agresi Rusia terhadap Ukraina merusak fondasi tatanan internasional dan multilateralisme, dan upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan kekuatan mengancam prinsip-prinsip inti, yang telah mendukung tatanan internasional sejak akhir Perang Dunia II. Seperti integritas teritorial, kedaulatan, dan supremasi hukum.

Menlu Hayashi menyatakan bahwa ini adalah situasi yang sangat serius yang mengguncang fondasi tatanan internasional tidak hanya di Eropa tetapi juga di Asia, dan dia mengutuk tindakan ini dengan keras.

Pada kesempatan tersebut, Menlu Hayashi juga menunjukkan kepada unit komunitas internasional untuk memperjelas bahwa Rusia harus membayar harga tinggi untuk tindakannya baru-baru ini. "Bahwa keputusan kita hari ini akan membuka cara dunia di masa depan dan yaitu apakah dunia akan didasarkan pada aturan berdasarkan hukum, atau pada aturan dengan kekuatan belaka."

Dia juga meminta para menteri luar negeri dari semua negara untuk tidak membiarkan dunia mundur ke dalam kekacauan.

Menteri Hayashi juga menekankan bahwa agresi Rusia juga telah menciptakan kekacauan dalam ekonomi dunia, termasuk kenaikan harga energi dan makanan, yang oleh Rusia disebut sebagai sanksi. Tetapi argumen ini menurutnya sepenuhnya salah, dan bahwa agresi Rusia adalah penyebab dari gangguan.

"Cara terbaik untuk menyelesaikan kebingungan ini adalah agar Rusia segera menghentikan serangan, menarik diri dari Ukraina, dan mematuhi hukum internasional."

Menteri Hayashi mengatakan bahwa PBB sedang menghadapi tantangan, dan bahwa meskipun Rusia adalah salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yang harus memikul tanggung jawab besar untuk perdamaian dan stabilitas internasional.

Tindakan Rusia jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Piagam PBB. Menlu Hayashi menyatakan bahwa Jepang akan terus mementingkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan percaya bahwa sekaranglah saatnya untuk dengan penuh semangat mempromosikan upaya untuk meningkatkan fungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan terbukti bermanfaat bagi semua negara anggota.

Upaya Mencapai SDGs

Pada saat yang sama, Menteri Hayashi mendesak agar komunitas internasional tidak mengendurkan langkah untuk mencapai SDGs dalam menangani isu-isu seperti perubahan iklim dan kesehatan global.

SDGs (Sustainable Deveopment Goals) adalah istilah untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Menlu Hasyashi menyatakan bahwa berdasarkan konsep keamanan manusia, Jepang akan melanjutkan upaya global untuk tidak meninggalkan siapa pun, seperti berkontribusi pada pendanaan iklim, termasuk adaptasi, membantu dekarbonisasi dan ketahanan, meningkatkan akses ke vaksin, memberikan Last One Mile Support untuk memperkuat pengiriman dan kapasitas vaksinasi, dan meningkatkan Cakupan Kesehatan Universal.

Menteri Hayashi juga menyatakan bahwa upaya serius untuk mengatasi agenda mendesak ini sangat penting, dan bahwa Jepang sepenuhnya mendukung Kepresidenan Indonesia, dan akan terus menegakkan tatanan internasional berdasarkan aturan hukum, dan untuk mendukung negara-negara yang terkena dampak.

Dalam sesi ini, banyak negara selain Jepang juga mengecam keras agresi Rusia terhadap Ukraina dan menunjukkan bahwa tindakan Rusia telah mengguncang fondasi tatanan internasional dan multilateralisme.

3 dari 4 halaman

Upaya Menstabilkan Harga Pangan

Pada pukul 14.10 waktu setempat (15.10 waktu Jepang), selama kurang lebih 180 menit, Menlu Hayashi Yoshimasa menghadiri Sesi 2 “Mengatasi Ketahanan Pangan dan Energi” para Menlu G20.

 

Berikut ini gambaran pertemuan tersebut yang diinformasikan pihak Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia:

Dalam sesi ini di depan negara-negara G20 Menlu Hayashi menyebut pentingnya kerjasama internasional dalam mengatasi kenaikan harga pangan dan energi, serta memastikan pasokan yang stabil. Ia juga menyebut peran G20 dalam hal ini termasuk dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba yang berpartisipasi secara online, serta mengundang negara dan organisasi internasional yang berpartisipasi secara langsung.

Menteri Hayashi menyampaikan keprihatinannya yang mendalam tentang dampak yang disebabkan oleh melonjaknya harga pangan dan energi karena dapat memiliki konsekuensi yang signifikan bagi negara-negara yang rentan, seperti negara-negara berkembang.

Dia juga menyatakan bahwa beberapa diantaranya menyalahkan penyebab krisis saat ini pada sanksi yang dikenakan oleh G7, tetapi ini adalah disinformasi lengkap, dan penyebabnya adalah agresi Rusia terhadap Ukraina, terutama blokade Rusia di Laut Hitam dan penghentian ekspor biji-bijian dari Ukraina.

Menlu Hayashi menyatakan bahwa sanksi yang dijatuhkan oleh G7 tidak menargetkan makanan, dan faktanya, menurut data pengiriman Dewan Biji-bijian Internasional (IGC) tahun ini, ekspor gandum Rusia telah tumbuh sekitar 13% dari tahun ke tahun, dan itu jelas bahwa Rusialah yang menggunakan energi dan makanan sebagai senjata politik dan oleh karena itu harus bertanggung jawab penuh atas krisis ini.

Bantuan Jepang

Menteri Hayashi menyatakan bahwa untuk membantu negara-negara yang mencari jalan keluar dari krisis saat ini, Jepang telah memberikan bantuan pangan dan bantuan kemanusiaan darurat. Selain itu, ia menjelaskan bahwa Jepang telah membantu meningkatkan produktivitas produksi pertanian dan membangun rantai pasokan yang kuat.

Selanjutnya, Menteri Hayashi mengumumkan bahwa Jepang telah memutuskan untuk memberikan bantuan tambahan sekitar $200 juta untuk mengatasi krisis pangan global, melalui pembangunan dan peningkatan kapasitas penyimpanan biji-bijian Ukraina serta memberikan bantuan pangan untuk Afrika dan Timur Tengah.

Dia juga menyatakan bahwa sangat penting untuk melanjutkan ekspor biji-bijian dari Ukraina, dan untuk melakukannya, masyarakat internasional perlu segera menyelesaikan situasi saat ini yang menghambat ekspor melalui laut dari Ukraina. Dalam hal ini, Jepang mendukung upaya yang dilakukan oleh PBB, dan mendesak Rusia untuk segera mengizinkan dimulainya kembali ekspor gandum melalui jalur Laut Hitam. Dia juga menyatakan bahwa Jepang sangat menghargai inisiatif "Jalur Solidaritas" UE untuk mengangkut gandum Ukraina melalui darat ke pelabuhan UE untuk ekspor.

Selain itu, Menteri Hayashi menekankan pentingnya memanfaatkan data statistik yang netral dan akurat untuk mengatasi krisis pangan saat ini. Ia mengatakan, misalnya, dengan memanfaatkan data statistik dari Sistem Informasi Pasar Pertanian (AMIS) yang lahir dari G20, dan International Grains Council (IGC), transparansi pasar dapat ditingkatkan. Dia menekankan bahwa perlu untuk mencegah pembatasan ekspor yang sewenang-wenang dan penggunaan politik makanan oleh Rusia, dengan memanfaatkan proyek-proyek ini.

 

 

4 dari 4 halaman

Upaya Percepat Transisi Energi

Menteri Hayashi juga menunjukkan bahwa krisis saat ini di Ukraina telah membuat masyarakat internasional menyadari pentingnya mempercepat transisi energi yang realistis, sambil memastikan keamanan energi. Untuk itu, ia mengatakan bahwa masyarakat internasional harus mempertimbangkan setiap dan semua langkah, termasuk diversifikasi sumber pasokan minyak dan gas alam, memfasilitasi investasi dalam pembangunan hulu, mempromosikan tenaga nuklir, hidrogen, amonia, dan energi terbarukan serta meningkatkan efisiensi energi.

Dia menyatakan keprihatinannya terhadap fakta bahwa akses energi memburuk dengan cepat karena agresi Rusia terhadap Ukraina, dan memastikan akses energi sangat diperlukan untuk menghilangkan kemiskinan dan kesenjangan, karena juga terkait langsung dengan produktivitas di bidang pertanian dan industri.

Dia mencontohkan, untuk menjamin akses energi, penting untuk bekerja sama sesuai dengan karakteristik masing-masing negara dan wilayah.

"Jepang, melalui kerangka dialog dengan berbagai kawasan, seperti Tokyo International Conference on African Development (TICAD) dan Pacific Islands Leaders Meeting (PALM), akan terus melakukan upaya pemberian bantuan untuk meningkatkan pengambilan akses energi. mempertimbangkan keadaan unik setiap negara, termasuk iklim dan geologi," ucap Menteri Hayashi.

Dia menyatakan bahwa memastikan ketahanan pangan dan energi merupakan hal mendasar bagi orang-orang untuk menjalani kehidupan dengan bermartabat, dan bahwa Jepang ingin melakukan upaya terbaik dan bekerja sama dengan setiap negara untuk mengatasi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya yang disebabkan oleh Rusia.

Dalam sesi ini, banyak negara selain Jepang juga menunjukkan bahwa kenaikan harga saat ini atas makanan dan energi dan masalah lainnya disebabkan oleh agresi Rusia.

Selain itu, banyak negara termasuk Kepresidenan Indonesia menyatakan simpati kepada Jepang atas insiden mantan Perdana Menteri Shinzo Abe.