Sukses

Penembakan di Bar Afrika Selatan Tewaskan 15 Orang, Jasad Ditemukan Saling Bertumpuk

Penembakan di ruang publik melanda Aftrika Selatan.

Liputan6.com, Soweto - Penembakan di ruang publik melanda Aftrika Selatan.

"Setidaknya 15 orang telah ditembak mati di sebuah bar di Kota Soweto, Afrika Selatan," kata polisi seperti dikutip dari BBC, Senin (11/7/2022).

Polisi mengatakan orang-orang bersenjata memasuki kedai Orlando East pada Minggu dini hari dan mulai menembaki sekelompok anak muda secara acak.

"Mereka kemudian melarikan diri dari tempat kejadian dengan minibus putih. Belum ada motif serangan yang ditetapkan," kata polisi.

Beberapa orang lagi berada dalam kondisi kritis di rumah sakit, lapor wartawan BBC Nomsa Maseko.

Para korban diyakini berusia antara 19 dan 35 tahun.

"Jasad saling bertumpukan dengan darah di sekujur tubuh. Kami mencari orang yang kami cintai, kami harus melompati jasad mencari saudara-saudara kami," kata warga setempat, Ntombikayise Meji.

Kepala polisi Provinsi Gauteng, Letnan Jenderal Elias Mawela, mengatakan kepada BBC bahwa penembakan itu tampaknya merupakan "serangan berdarah dingin terhadap pengunjung kedai yang tidak bersalah".

Sebuah pernyataan pers yang dikeluarkan oleh kantornya mengatakan orang-orang bersenjata itu telah dipersenjatai dengan senapan dan pistol 9 mm ketika mereka memasuki bar.

Polisi sedang mencari tersangka, yang identitasnya masih belum diketahui, katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

2 dari 4 halaman

Kritik Lambannya Penanganan Aparat

Thaban Moloi, seorang tokoh masyarakat di Soweto, marah dengan lamanya waktu yang dibutuhkan polisi untuk tiba di tempat kejadian.

"Mengerikan, saya katakan. Orang-orang tidak tahu harus berbuat apa. Jika Anda berada di sana, Anda bisa melihat wanita dan anak-anak menangis," katanya.

Moloi mengatakan serangan itu terjadi pada pukul 23.00 waktu setempat (21.00 GMT) pada hari Sabtu, tetapi polisi baru tiba pukul 04.00 pada hari Minggu.

"Butuh waktu lima jam bagi mereka untuk datang, sejujurnya," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Penembakan Terpisah

Empat orang lainnya tewas dalam penembakan di kedai minuman terpisah di provinsi tenggara KwaZulu-Natal, kata polisi, Mingu 10 Juli 2022.

Presiden Cyril Ramaphosa menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban kedua penembakan tersebut.

"Sebagai sebuah bangsa, kita tidak bisa membiarkan penjahat kekerasan meneror kita dengan cara ini, di mana pun insiden seperti itu bisa terjadi," tambahnya.

Penembakan tidak jarang terjadi di Afrika Selatan. Mereka sering dikaitkan dengan geng atau alkohol.

Tapi ini adalah angka kematian yang sangat tinggi dan terjadi segera setelah kematian 21 remaja yang diduga telah digas atau diracuni di bar lain di kota London Timur.

4 dari 4 halaman

Penembakan Massa Kulit Hitam di Afsel Bermotif Apartheid, 69 Orang Tewas

Total 69 orang kulit hitam tewas dan 180 lainnya terluka ketika polisi menembaki aksi protes damai di kotapraja Sharpeville, Afrika Selatan pada 21 Maret 1960.

Saksi mata mengatakan pria, wanita dan anak-anak melarikan diri 'seperti kelinci' setelah 300 petugas menembak secara acak ke kerumunan 5.000 orang di luar kantor kotamadya Sharpeville, demikian seperti dikutip dari BBC On This Day, Minggu (21/3/1960).

Para korban kemudian dibawa ke rumah sakit Baragwanath dekat Johannesburg. Hampir seluruhnya menderita luka tembak.

Pada saat kejadian, belum jelas mengapa polisi, dalam kendaraan lapis baja, menembaki kerumunan massa. Dugaan awal dipicu oleh aksi beberapa demonstran yang telah melempar batu.

Antara 5.000 dan 7.000 orang berkumpul di kantor polisi Sharpeville untuk memprotes undang-undang yang baru disahkan, yang mereka klaim dirancang oleh pemerintah apartheid untuk secara serius membatasi pergerakan mereka di daerah orang kulit putih.

Undang-undang mengharuskan semua pria dan wanita kulit hitam untuk membawa buku referensi yang berisi detail pribadi mereka --termasuk nama, kode pajak dan rincian majikan.

Lebih lanjut, undang-undang menyatakan bahwa siapa pun yang ditemukan di tempat umum tanpa buku mereka akan ditangkap dan ditahan hingga 30 hari.

Pemimpin organisasi pro-kulit hitam setempat PAC, Robert Subukwe, mengatakan aksi protes tersebut dimaksudkan untuk menjadi yang pertama dari kampanye non-kekerasan selama lima hari oleh orang Kulit Hitam Afrika. Hal itu dilakukan untuk membujuk pemerintah menghapuskan undang-undang.

Mereka juga mendesak agar semua orang Kulit Hitam meninggalkan buku-buku referensi mereka di rumah dan menunjukkan diri mereka di kantor polisi untuk ditangkap.

Hal itu, kata Subukwe, akan menyebabkan penjara menjadi penuh sesak, tenaga kerja mengering dan ekonomi terhenti.

Tetapi tiga jam setelah itu dimulai, aksi protes 'damai' telah berubah menjadi pertumpahan darah.

Dipahami bahwa polisi berusaha membubarkan kerumunan dengan skuadron pesawat terbang rendah sebelum mengerahkan bala bantuan ekstra.

Komandan Polisi D H Pienaar mengatakan: "Ini dimulai ketika gerombolan penduduk asli berkerumun di sekitar kantor polisi."

"Jika mereka melakukan hal-hal ini, mereka harus menerima pelajaran mereka dengan cara yang sulit."Â