Liputan6.com, Fujian - Seekor nyamuk berisi darah tergencet di sebuah apartemen yang dirampok di Provinsi Fujian, China, membantu penyelidik menangkap penjahat.
Kedengarannya seperti plot episode di series CSI: Crime Scene Investigation,demikian dikutip dari laman Oddity Central, Jumat (15/7/2022).
Tetapi menurut sumber berita China, pihak berwenang di Fuzhou, Provinsi Fujian, Tiongkok Timur, berhasil membawa pencuri ke pengadilan dengan menganalisis noda darah yang ditinggalkan di dinding oleh nyamuk yang tergencet.
Advertisement
Baca Juga
Saat memeriksa TKP -- sebuah apartemen yang dirampok di kompleks perumahan bertingkat tinggi -- polisi melihat bahwa pencuri, yang tampaknya telah menerobos rumah setelah naik ke balkon, mungkin telah bermalam di sana, dan menemukan noda darah tertinggal oleh nyamuk yang tergencet di dinding.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk melakukan tes DNA pada darah.
Menurut Global Times, penyelidik menemukan sisa mie dan telur matang di dapur, selimut dan bantal yang diambil dari lemari dan ditinggalkan di tempat tidur, dupa yang dibakar.
Kemudian semua petunjuk bahwa siapa pun yang masuk ke apartemen menghabiskan waktu di sana.
Jadi ketika mereka melihat seekor nyamuk mati dan dua noda darah di salah satu dinding, mereka memutuskan bahwa darah itu layak untuk dianalisis.
Tes DNA menunjukkan bahwa darah itu milik seorang pria bermarga Chai yang kebetulan memiliki catatan kriminal.
Ia ditangkap 19 hari setelah perampokan, Chai dibawa untuk diinterogasi dan mengakui perampokan itu, serta tiga perampokan lain yang menjadi tersangkanya.
Dia saat ini ditahan sambil menunggu persidangan.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Biru Berkilau, Jenis Nyamuk Ini Disebut yang Terindah di Dunia
Nyamuk cantik bernama Sabethes cyaneus ditemukan di hutan tropis Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Nyamuk ini adalah jenis nyamuk tropis yang sulit ditangkap.
Sabethes terkenal dengan warna birunya yang berkilau dan bulu yang berbentuk seperti dayung yang dibentuk oleh sisik memanjang, serta terletak di tibia setiap kaki tengah.Â
 Kedua kaki belakang yang melengkung di atas tubuh saat sedang makan juga mengesankan dan membuatnya telihat lebih megah. Mengagumi keindahannya adalah sebuah keuntungan, karena nyamuk ini sangat lincah dan sulit untuk difoto dengan baik.
"Nyamuk merespons gerakan terkecil dan perubahan intensitas cahaya," kata fotografer satwa liar Gil Wizen baru-baru ini kepada BBC, seperti dilansir dari Oddity Central, Kamis (2/9/2021).Â
"Artinya, kamu harus tetap diam saat mencoba memotretnya, dan juga bersiap-siap untuk meloloskan diri dari nyamuk jika menggunakan lampu kilat. Untungnya, kamu tidak pernah sendirian dengan seekor nyamuk, karena biasanya ada lusinan nyamuk yang melayang di atas kepala kamu."
Advertisement
Nyamuk Terkenal Dengan Ritual Kawin yang Rumit
Salah satu ciri khas nyamuk ini terletak pada kaki tengah nyamuk yang empuk, tetapi para ilmuan belum mengetahui tujuannya. Kaki tengah itu diyakini berperan dalam ritual kawin nyamuk yang rumit.
Namun, percobaan telah menunjukkan bahwa saat dayung dikeluarkan dari kaki jantan, mereka berhasil kawin. Bagaimanapun, mereka terlihat bagus.
Seperti 3.300 lebih spesies nyamuk yang dikenal di dunia, hanya nyamuk betina yang menghisap darah, hanya saja mereka melakukannya saat akan menghasilkan telur.Â
Selebihnya, mereka memakan nektar. Setiap kali mereka makan, kaki belakang melengkung ke depan, bukan sebagai pose, tetapi karena kaki sensorik mereka mendeteksi gerakan dan membiarkan serangga melarikan diri jika ada bahaya.
Terlepas dari keindahannya yang tak terbantahkan, perlu diingat bahwa Sabethes masih merupakan nyamuk, oleh karena itu vektor penyakit tropis seperti demam kuning dan demam berdarah.
Pemanasan Global Bikin 1 Miliar Orang Terancam Gigitan Nyamuk Mematikan
Sebuah hasil studi ilmiah terbaru menyebut bahwa sekitar satu miliar orang mungkin akan terancam oleh nyamuk pembawa penyakit serupa demam berdarah, di mana hal itu merupakan akibat dari pemanasan global.
Para ilmuwan mengatakan bahwa kabar tersebut adalah pertanda buruk, bahkan bagi daerah dengan iklim yang kurang cocok untuk habitat nyamuk, demikian sebagaimana dikutip dari media sains Eurek Alert pada Jumat (29/3/2019).
Pasalnya, nyamuk-nyamuk yang hidup saat ini bisa bermutasi dengan cepat di kondisi cuaca tertentu, yang kerap kali berubah dalam siklus waktu yang berdekatan akibat pemanasan global.
"Perubahan iklim adalah ancaman terbesar dan paling komprehensif terhadap keamanan kesehatan global," kata Colin J Carlson, seorang ahli perubahan biologi global, yang juga merupakan rekan pascadoktoral di departemen biologi, Georgetown University.
"Nyamuk hanya bagian dari tantangan, tetapi setelah wabah Zika di Brasil pada 2015, kami semakin khawatir tentang apa yang terjadi selanjutnya," lanjutnya pesimis.
Diterbitkan dalam jurnal akses terbuka PLOS Neglected Tropical Diseases, tim peneliti pimpinan Carlson dan Sadie J. Ryan dari University of Florida, mempelajari apa yang akan terjadi jika dua nyamuk pembawa penyakit paling umum, Aedes aegypti dan Aedes albopictus, bergerak menyebar secara luas seiring perubahan suhu selama beberapa dekade.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), nyamuk adalah salah satu hewan paling mematikan di dunia, membawa penyakit yang menyebabkan jutaan kematian setiap tahun.
Baik Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat membawa virus dengue, chikunguyna dan Zika, serta setidaknya puluhan penyakit lain yang tidak kalah berbahaya, di mana menurut peneliti, berisiko menjadi ancaman dalam 50 tahun ke depan.
Akibat pemanasan global, masih menurut peneliti, hampir seluruh populasi dunia dapat terpapar oleh risiko penyakit tropis dalam 50 tahun ke depan. Meningkatnya suhu Bumi akan berdampak pada semakin hangatnya wilayah-wilayah subtropis, seperti misaknya Florida dan Mediterania.
"Risiko penularan penyakit adalah masalah serius, bahkan selama beberapa dekade berikutnya," kata Carlson.
"Tempat-tempat seperti Eropa, Amerika Utara, dan dataran tinggi di daerah tropis, yang dulunya terlalu dingin untuk virus berkembang biak, akan menghadapi penyakit baru seperti demam berdarah," lanjutnya memperingatkan.
Advertisement